8. Tekanan Batin

832 92 78
                                    

Cherry bergegas memakai sepatu sneakersnya terburu-terburu. Kali ini dia dijemput pegawai barunya, Kai Daniels.

"Cherry! Berangkat sama papa aja ..., naik mobil lebih enak!"

"Gak mau!"

"Cherry! Naik mobil aja, keliatan lebih kaya!"

"Gak mau!"

Lay menatap Cherry cemberut, padahal dia hanya ingin memiliki quality time dengan putri semata wayangnya.

"Papa! Cherry berangkat dulu!"

Cherry menjabat tangan Lay untuk berpamitan, tapi papanya itu justru menariknya dalam dekapan.

"Hati-hati, ya ...."

"Iya ..., kan sekarang Cherry ada yang jagain."

Cherry menarik tubuhnya menjauh untuk melepas dekapan Lay, tapi Lay menahan tubuh Cherry.

"Gak mau bolos sekolah? Papa kasih ijin, kok! Dirumah aja ...."

Cherry terkekeh geli, mungkin Lay adalah satu-satunya orang di dunia yang membujuk anaknya untuk bolos sekolah.

"Kalau mama denger ini, wah ... papa bakal kena masalah, tuh!"

"Jangan ngadu makanya!"

Cherry tertawa renyah, kemudian mengeratkan pelukannya. Betapa manisnya papanya ini. Sambil mengusap punggung papanya, Cherry berucap, "Cherry sekolahnya bentar, kok. Cherry bakal hati-hati, gak luka, gak capek, makan yang kenyang. Papa fokus aja sama kerjaan papa."

Lay mengakhiri pelukkannya saat melihat Daniel tiba dengan motor besarnya. Lay tersenyum lembut, kemudian mencium puncak rambut Cherry dengan lembut. "Jangan sakit bayiku ...."

Daniel turun dari motor besarnya, berjalan mendekati Lay untuk berjabat tangan.

"Jagain anak saya! Inget!"

"I-iya, Om."

Daniel menggaruk tengkuknya kikuk, tidak menyangka jika nada yang digunakan bosnya akan berubah secepat itu.

Sambil membawa perlengkapan Cherry yang berlebihan, Daniels berjalan santai. Bagaimana tidak disebut berlebihan jika isi tasnya adalah satu set besar bekal makan siang, kipas angin mini, sepatu tiga pasang, satu jaket, satu syal, sepasang sarung tangan, dan obat-obatan. Semua yang dibawa seperti persiapan untuk mendaki gunung.

"Heh! Bantu anak saya naik motornya! Gaji buta?"

"I-iya, Om."

Daniel berjalan tergesa untuk memapah Cherry duduk nyaman di motor besarnya. Menjaga cewek umur 17 tahun dan bapaknya yang posesif membuat Daniel merasa tekanan batin, jiwa, dan raga.

"Pamit ya, Om ..., anak ceweknya saya bawa ke sekolah dulu. Tenang, kecepatan 20 km / jam ... sangat aman dan sejahtera."

***
Daniel berjalan dengan langkah panjangnya, meninggalkan Cherry yang jalannya lemot.

"Daniel, tungguin gue!"

Daniel berjalan acuh sambil membopong tas Cherry yang hanya menambah-nambahi beban hidupnya.

"Daniel tung- aw!"

Daniel menghentikan langkahnya, kepalanya menoleh ke belakang untuk melihat keadaan Cherry.

"Daniel! Gue jatuh, terhempas, terjerembab, terjungkal ke lapisan tanah sekolah!"

Daniel menatap Cherry sepersekian detik, menikmati melihat posisi tubuh Cherry yang seolah sedang bersujud kepadanya.

"Aduh, anak orang nyungsep!"

Sadar dari imajinasinya, Daniel tergesa-gesa membantu Cherry berdiri. Matanya menelaah seluruh inci tubuh Cherry.

"Lo ada lecet gak?"

Cherry menggeleng bingung, dia sedikit merasa malu saat Daniel memegang pingganya hanya sekedar untuk mengecek keamanan tubuhnya.

Cherry menggeser tubuhnya menjauh. "Cuma dikit lecetnya ... Tenang aja!"

"Tenang ndasmu! Bisa digolok gue sama bapak lu!"

Daniel merendahkan punggungnya. Matanya menatap Cherry sambil menepuk punggunya sekali.

"Gendong?"

"Pijitin gue! Capek, dari tadi bawa tas lo mulu!"

"Lo, niat gak sih jadi babysitter gue?!" Cherry menepuk punggung Daniel keras, kesal dengan sikap Daniel.

Daniel terkekeh geli, kemudian mengusap rambut Cherry dengan lembut. Daniel hanya senang menjahili Cherry, sedikit melepaskan stres yang dia tahan akibat ulah bapaknya.

"Mau gendong gak?"

"Mau, dong!"

Daniel memutar bola matanya malas, sudah ia duga gadis itu tak akan menolak.

Cherry menyamankan posisinya di punggung Daniel, tangannya ia kalungkan ke leher Daniel untuk berjaga-jaga. "Gas!"

Daniel menuruti, dengan santai kakinya melangkah sambil membawa beban badan Cherry, dan tas yang memang mulai awal menambah beban di hidupnya.

"Ke ruang OSIS bentar, ya ... gue ada urusan. Ntar lu duduk diem di pojok, gak boleh bersuara!"

Cherry mengangguk sambil sesekali menggerakkan tubuhnya mencari kenyamanan.

"Jangan gerak-gerak! Ada yang nempel."

"Hah?"

"Itu lo nempel, jangan gerak-gerak, dong!"

"Apanya?"

"Dosa lo nempel di punggung gue! Jangan banyak gerak makanya!"

Cherry menepuk kepala Daniel keras, tidak terima dengan ucapan Daniel. Daniel hanya diam, wajahnya yang merah padam seharusnya sudah membuat Cherry paham dengan apa yang dibahasnya.

***

Luangkan waktu bentar dengan klik bintang dan komen.

Semakin rajin kalian vote dan komen, author makin gercep bikin next partnya.

Big BabysitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang