11. Suspicious

529 58 8
                                    

Matahari belum menampakkan wujudnya, namun Daniel sudah berada di kediaman Cherry. Tangan kananya memegang sisir, dan yang lain membelai rambut Cherry dengan lembut.

"Daniel."

"Hm."

"Apa mungkin lo jatuh cinta ke gue?"

"Gak."

Cherry melirik Daniel kesal. Ia tarik lengan Daniel hingga mendekati mulutnya, kemudian ia gigit lengan itu hingga berwarna kemerahan.

Daniel meringis menahan sakit, namun Daniel tidak menunjukkan raut kesal sama sekali. Ia kembali menyisir rambut Cherry dengan tenang.

"Daniel, kenapa gak marah?" cicit Cherry.

"Kalo gua marah lo nangis ..., dan kalo lo nangis artinya gue gagal sebagai cowok," jawab Daniel tenang sembari meraih pita rambut di meja rias Cherry.

Cherry menatap Daniel sendu, sedikit muncul rasa bersalah dihatinya karena telah melukai Daniel.

"Lo pikir gue ngomong gitu kan?" bisik Daniel tepat disamping telinga Cherry. Sambil menunjuk wajah Chery, Ia terbahak mengingat ekspresi yang Cherry keluarkan tadi.

"Gila kali gue ngomong begituan ke elo," ucap Daniel ditengah gelak tawanya.

Cherry tersenyum kecut, kemudian menatap kosong ke arah cermin yang memantulkan wajahnya. Candaan yang Daniel lontarkan cukup keterlaluan kali ini.

Cherry melangkah pergi meninggalkan Daniel yang masih terbahak, diraihnya kunci mobil kepunyaan Arnold, papa Cherry.

Daniel menghampiri Cherry dengan kerutan dahi yang tercetak jelas, di wajahnya, "Cherry mau kemana?"

"Mau nyawer om-om."

Daniel merebut kunci mobil yang di bawa Cherry, "Emang bisa nyetir mobil?"

"Enggak!"

"Terus?"

"Bodo ah! Intinya gue nekat galau hari ini!" Cherry berteriak keras, namun matanya berkaca-kaca menahan tangis. Dadanya terasa sesak menahan tangis sedari tadi.

Daniel memeluk Cherry lembut, diusapnya punggung Cherry perlahan. Sengaja Daniel tak mengeluarkan sepatah katapun, ia memberi Cherry waktu untuk menenangkan hatinya terlebih dahulu.

Kini, Cherry sudah lebih tenang. Dipeluknya tubuh ringkih itu dengan erat sambil sesekali mengusap rambut cokelat Cherry dengan lembut.

"Maaf ya, gue tadi berlebihan banget."

Daniel merasakan dagu mungil bersandar di bahunya perlahan mengangguk.

"Mau makan. Laper," lirih Cherry dengan suaranya yang sengau.

"Makan uang rakyat mau?"

Cherry tertawa kecil, kemudian menenggelamkan wajahnya di dada Daniel. Mulut mungilnya berucap, "Jangan gitu, nanti lo ngilang gue makin nangis."

Daniel tergelak tawa. Keduanya tetap berpelukan erat, tak sedikitpun merasakan sorot dingin dari pria yang sedari tadi menatap dari arah luar kediaman keluarga Hayley.

Pria yang mengenakan jas hujan hitam ditengah cuaca yang cerah. Pria aneh.

***
Cherry berjalan dengan langkah kecil menyusuri koridor. Cherry menghormati kesibukan Daniel, apalagi babysitternya itu adalah seorang ketua OSIS.

Di ujung koridor Rendy melambaikan tangan ke arah Cherry, dia tak hanya seorang diri. Tepat disamping Rendy berdiri seorang gadis yang berperawakan tinggi, dan berkulit sawo matang. "Cantik," pikir Cherry.

"Hai, nama gue Cita, salam kenal ya,"

Cherry tersenyum, kemudian membalas sapaan itu. "Gue Cherry, Daniel punya. Salam kenal juga."

Cherry, Daniel, dan Cita kini duduk bersebelahan di taman. Selama sepuluh menit tidak ada yang memulai pembicaraan.

"Cherry mau nonton Teletubbies gak? Nih, pakek aja HP gue." Rendy menyodorkan HP nya ke tangan Cherry.

Cherry mengangguk, kemudian menonton kartun favoritnya dengan diam. Penuh penghayatan.

Sudut mata Cherry menangkap gerak gerik tubuh Rendy yang nengusap rambut Cita dengan lembut.

"Cantik, gue suka." Sayup-sayup terdengar suara di telinga Cherry.

Cherry mengerinyitkan keningnya saat melihat Cita yang terus menunduk ke bawah, tidak bereaksi sedikitpun dengan pujian Rendy. Terlihat seperti ketakutan.

Cherry tersentak kaget saat tiba tiba-tiba ada sepasang tangan melingkar di lehernya. Cherry hendak menghantam sosok tersebut dengan kepalan tinjunya yang mungil, tapi ....

"Teletubbies yang warna merah siapa namanya?" tanya Daniel tiba-tiba.

"Sule!" jawab Cherry sambil melengos.

Jawaban Cherry sukses menarik perhatian Daniel, Rendy, dan Cita. Ketiganya tergelak tawa.

Tanpa sadar Cherry menatap Rendy dengan intens, ada perasaan mengganjal di dalam hatinya. Kepribadian Rendy yang Ia lihat saat ini terlalu palsu.

"Gimana rapatnya?" tanya Cika pada Daniel dengan kepala yang sedikit menunduk, seolah tak berani mendongak.

"Gak banyak sih, cuma diskusi setelah kelulusan nanti lanjut kuliah atau meninggal."

"Menikah! Amit-amit banget," seru Rendy spontan sambil menampol kepala Daniel pelan.

Daniel tak banyak merespon, sorot matanya fokus menatap Cherry. Tersirat guratan khawatir di wajahnya, melihat wajah Cherry yang pucat pasi.

"Kenapa?" tanya Daniel lembut sambil mengusap peluh di dahi Cherry.

Tak ingin memberitahu kecurigaannya terhadap Rendy, Cherry dengan cepat memutar otak untuk mengalihkan perhatian Daniel. "Kenapa gak ajak gue? Toh, gue gak akan ganggu rapat lo apalagi sampe godain pacar orang. Gue cuma gak mau jauh-jauh dari lo."

Senyuman kecil tercetak di wajah Daniel. Dengan gemas tangannya menarik pipi putih kenyal milik Cherry.

"Jangan ikut ya , cantik ...," ucap Daniel.

"Kenapa, sih? Janji, gue bakal anteng di sana."

"Nurut aja bisa gak, sih?" Daniel menghembuskan napas kasar. Dia hanya ingin merawat Cherry dengan baik, sesuai tugas yang diberikan keluarga Hayley.

Seruan Daniel sedikit mengejutkan Cherry, kini dadanya terasa sesak. Daniel yang melihat perubahan raut wajah Cherry menatapnya dengan khawatir. "Banyak temen gue yang naksir sama elo," jelas Daniel dengan merendahkan suaranya.

"Lo gimana? Suka gak sama gue?" Cherry menatap wajah Daniel lekat, sorotan matanya menunjukkan bahwa Ia sedang tak bercanda.

"Kita pulang, yuk!"

Daniel merendahkan tubuhnya, memposisikan diri untuk menggendong Cherry. "Naik!"

Lagi-lagi Daniel mengalihkan pertanyaannya.

Cherry perlahan memposisikan dirinya menaiki punggung Daniel. Kemudian meletakkan dagunya tepat di atas pundak Daniel, Ia pejamkan matanya perlahan sambil sesekali merutuki dirinya yang selalu menuruti Daniel.

"Sialan! Gue terlalu buta buat dia, dan tak menutup kemungkinan suatu saat nanti gue mati buat dia," rutuk Cherry dalam hati.

***

Semoga mengobati kerinduan kalian dengan cerita ini. Please, stay tune dear <3

Sebelumnya maaf jarang update, serius di sekolah lagi sibuk banget. Dan sekalinya libur, selalu bawa banyak tugas.

Ditambah, bawain cerita genre Comedy-Romance agak berat buat saya pribadi. Karena genrenya bertolak belakang banget sama passion saya.

Big BabysitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang