10. Daniel Kenapa Sedih

756 81 11
                                    

Sepulang sekolah Cherry mengamati Daniel yang terus menunduk ke bawah, menatap jalanan.

"Daniel," sapa Cherry ceria.

Namun Daniel tak berkutik, tetap menundukkan wajahnya ke bawah. Wajahnya sedikit muram ditambah dengan kerutan di dahinya.

"Daniel, kamu kenapa?"

Cherry kembali bertanya dengan mengelus punggung Daniel pelan. Namun tetap tak ada respon.

"Daniel, lo kenapa dah?!"

Ulang Cherry sambil mendengus, digoyangkannya lengan Daniel pelan. Namun tetap saja tak ada respon dari pria tampan disampingnya.

"WOY BANGSAT! LO KENAPA ANJING?!"

Daniel menghentikan langkahnya, menatap Cherry sambil mengerutkan dahinya intens. Kemudian lanjut berjalan, namun kini pandangannya beralih ke depan, tak lagi menunduk.

"Gue kecewa sama diri gue, berasa bego banget gue," ucap Daniel lemas.

Cherry mengangguk.

"Hidup gue cuma beban,"

Cherry mengangguk.

"Rasanya tuh, bukan LAKIK!"

Cherry menggelengkan kepalanya cepat.

Daniel menghentikan langkahnya, melirik Cherry penuh tanya. "Dari awal gue cerita lo ngangguk mulu, kenapa sekarang geleng-geleng?"

"Lo emang bego dan idup lo cuma beban, gue akui itu. Tapi Daniel LAKIK kok!" jelas Cherry sambil menepuk-nepuk puncak kepala Daniel.

Daniel tertawa renyah, dia sebenarnya bingung harus senang atau kesal dengan pengakuan Cherry. Hanya saja tepukan pelan di kepalanya membuatnya tersenyum.

"Sialan, banyak jeleknya dong,"

Derap langkah kecil kembali bergema, Daniel dan Cherry kembali menyusuri lorong. Tak ada percakapan lagi di antara keduanya.

Tepat di ujung lorong, Cherry menghentikan langkahnya. Tangannya menyentuh bokong Daniel.

"Eh, salah pegang. Niat gue mau narik baju lo," ucap Cherry dengan raut bersalah, namun telapak tangannya tak beranjak sedikitpun.

"Yaudah lepas," cetus Daniel sambil menarik tangan Cherry, kemudian memasukkan tangan mungil itu di saku jaket jeans yang ia pakai.

Raut wajah Cherry berubah muram, dipandangnya wajah Daniel dengan seksama. Dengan lirih mulutya berucap, "Gue emang kek anak kecil, gue juga gak bisa serius, diajak diskusi pelajaran juga gak nyambung. Tapi ..., gue serius khawatir sama lo. Jangan sedih Daniel."

Daniel tersenyum kecil, hatinya sedikit hangat mendengar ucapan Cherry. Rangkaian kata yang diucapkan memang tak begitu indah, namun tatapan mata yang Cherry berikan cukup membuat hatinya menghangat.

Entah sejak kapan Daniel mulai merasa takut, di masa depan mungkin saja Cherry akan melepaskan genggaman tangannya.

Daniel menuntun Cherry untuk menyisih ke tepi lorong. Ditatapnya Cherry dengan hangat, namun wajah gusarnya masih cukup kentara.

"Gue gak ada masalah besar sih, cuma ... nilai gue akhir-akhir ini turun. Hari ini juga ada ujian, tapi nilai gue turun lagi," jelas Daniel sambil mengerutkan dahinya sebagai tanda bahwa hal itu sangat menggaggu pikirannya.

Secara pribadi, Cherry menganggap hal itu bukan masalah sama sekali. Dia rajin bersekolah dengan tujuan agar bisa bersama Daniel sepanjang waktu, persetan dengan nilainya. Tapi karena hal itu cukup mengganggu Daniel, Cherry akan menghargainya.

Big BabysitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang