limited edition

731 85 12
                                    

Gerion memasuki gedung fakultas kesenian dengan wajah panik. Ia memandangi sekitar, gedung unit 1 lumayan ramai karena mahasiswa kelas pagi yang keluar, dan mahasiswa kelas siang mulai memasuki kelas.

"Abang !!"

Gerion mengalihkan pandangannya cepat. Sigma sudah berlari menggendong orion yang nampak lemas dan sudah tidak sadarkan diri. Ia bergegas menghampiri sigma.

"Gimana, sig?" Tanya nya berusaha tidak panik. Ia menyeka keringat yang membasahi kening orion. Wajah adiknya nampak pucat. Orion bersandar pada dada sigma.

"Orion pingsan, bang. Dia juga gak mau ke rumah sakit." Ujar sigma khawatir. Berkali kali ia menunduk menatap wajah pias milik orion.

"Kita tetap bawa ke rumah sakit." Putus gerion. Sigma hanya mengangguk mengiyakan keputusan kakak sepupunya itu.

"Lo tunggu di gerbang fakultas. gua ngambil mobil dulu, biar kita langsung berangkat."

Sigma mengangguk.

Setelahnya, gerion segera berlari menuju parkiran dan sesegera mungkin mengeluarkan mobilnya dari area parkiran.

Sigma membenarkan posisi orion yang terasa merosot. Kemudian ia segera berlari kecil menuju gerbang fakultas, menunggu mobil gerion yang diparkirkan di dekat fakultas.

"Dia udah lepas softlens nya, belum?." Tanya gerion saat melihat sigma dengan susah payah masuk ke dalam lantaran ia menopang tubuh orion di kedua lengannya.

Sigma mengangguk. "Udah kok, bang."

Gerion segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit umum jakarta internal. Gerion sedikit melirik pada kaca spion depan. Dilihatnya si adik terlihat tengah bernafas kepayahan. Mulut mungilnya terbuka kecil. Namun, kondisi nya masih tak sadarkan diri.

"Asma nya juga kambuh?" Tanya gerion. Melirik dari kaca spion.

"Eum. Tadi dia kesulitan nafas," ujar sigma mengelusi dada orion supaya tenang. Kepala orion masih terlukai lemah disisi kiri, bersandar pada bahu milik orion.

Gerion mendengus kasar. Gerion tetap memfokuskan pandangannya ke arah depan. Ia mengambil jalan pintas, jika mengambil jalan raya akan lama, karena sudah pasti macet.

"Abang tadi juga minta tolong sirius. Kemana anaknya?"

"Hm.. Sirius nanti nyusul. Dia masih ngambil barang barang orion yang ada di toilet." Ujar sigma. Gerion mengangguk.

Ia membelokkan setir mobilnya memasuki area rumah sakit internal jakarta. Memakirkan nya di tempat kosong parkiran mobil.

"Duluan, bang!"

Sigma sudah membuka pintu mobil dan mulai memapah tubuh orion menuju pintu rumah sakit.

"Dokter.. Suster!! Tolongin adik saya !!." Teriak sigma. Beberapa perawat dan suster mulai mengambil brankrat, mereka menghampiri sigma dan orion. Sigma meletakkan adiknya dengan perlahan di brankart, setelahnya mereka segera menuju ruang ugd.

"Suster linda. Tolong panggilkan dokter righel. Bilang, adiknya ada disini."

"Baik."

Suster tersebut segera melaksanakan tugasnya, melesat pergi menuju ruangan milik righel.

"Anda bisa menunggu di ruang tunggu, mas. Kita akan melakukan penanganan."

Sigma mengangguk. Ia segera keluar, dan mendudukkan dirinya di kursi ruang tunggu.

Sigma mengambil ponselnya, hendak menghubungi gerion. Tapi-

"Hey, sigma!!"

Sigma yang merasa dipanggil seseorang pun menolehkan pandangannya ke asal suara. Ia menghela nafas lega, kembali memasukkan handphone nya ke dalam saku celana.

In my world : Semesta's famillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang