SEMBILAN BELAS

359 118 44
                                    

~~
Happy Reading
🐽
Eh salah 😭

~~

Terlalu emosi sama papanya Ge! 😭

***-***

"BAJINGAN, ANJING!!"

Geraldi hilang kesabaran. Ia ingin menghajar ayahnya yang tampak seperti pilar penyangga yang begitu kokoh. Jika ingin menghancurkan bangunan yang menjulang tinggi, Geraldi harus menghancurkan terlebih dahulu pilar itu.

Buldozer. Geraldi butuh buldozer. Apa yang bisa ia jadikan sebagai buldozer?

Tubuh Geraldi perlahan diseret oleh satpam. Tubuhnya terseret, bukan karena Geraldi menyerah, bukan juga karena ia lelah. Tapi, otaknya yang cerdas sudah menemukan ide briliant yang bisa ia jadikan sebagai 'buldozer' penghancur pilar.

Geraldi menyeringai lantas mendorong para penjaga yang menyeret tubuhnya. Ia melangkah mendekati meja tempat ijab qabul, menggebraknya dan meremas kertas-kertas yang ada di sana. Ia mencondongkan tubuhnya, menatap lekat wajah ayahnya dalam-dalam dengan jarak yang begitu dekat ia merasakan ayahnya menahan napas sementara Geraldi menyembur laki-laki di hadapannya dengan tawa setengah gila.

Geraldi tidak bisa diam terlalu lama di sana, ia harus menjenguk Dandelion. Ayahnya bilang bahwa Geraldi tidak bisa mendapatkan keduanya, menghampiri Dandelion dan membatalkan pernikahan sialan itu. Tapi, ayahnya salah. Ada satu yang luput dari ingatan ayahnya, ia lupa kalau punya anak yang begitu cerdas.

"Selamat menikah, papa.." bisik Geraldi lantas menarik mundur tubuhnya.

Geraldi melangkah menjauh dan diam di tengah ruangan. Ia mengedarkan pandangannya dan terbahak lagi. Geraldi tiba-tiba menghadap ke arah penghulu dan membungkuk, memberi hormat. Bramasta saja tidak mengerti dengan perilaku Geraldi, apa Geraldi akan membiarkan pernikahan itu?

Tentu saja tidak akan pernah.

"Pak penghulu yang terhormat. Mempelai wanita sedang hamil, bukankah perempuan hamil tidak akan sah jika melangsungkan pernikahan?"

Geraldi kembali menegakkan tubuhnya dan memberi salam dua jari pada ayahnya yang sontak saja menegang menahan amarah lantas Geraldi berbalik, berlari keluar gedung dengan perasaan puas. Bram ikut terbahak melihat raut wajah ayahnya yang tampak merah padam, juga mama Dandelion. Ia lantas ikut berlari di belakang Geraldi.

Samar, terdengar teriakan papa Geraldi yang murka. "Pernikahan ini masih bisa dilangsungkan, ada pendapat yang bilang kalau pernikahan ini sah! GERALDI, BRAMASTHA, KEMARI KALIAN ANAK SETAN."

blug!

Geraldi dan Bramasta cekikikan setelah membanting pintu mobil. Mobil mereka langsung melaju kencang meninggalkan gedung. Geraldi bisa melihat papanya berlari mengejar sambil terus meneriaki mereka 'anak setan'.

"Papa kita benar, bang. Kita anak setan,  hahahahahah.." tawa Geraldi pecah.

"Iya, Ge. Dia enggak sadar sedang mengatai dirinya sendiri setan."

Setelah puas terbahak Geraldi kembali diam. Jantungnya kini berdebar kencang, teringat pada Dandelion.

"Omong-omong, Ge. Katanya, meskipun hamil di luar nikah, pernikahan itu tetap sah di mata hukum. Percuma juga kalau papa nekat."

SIRNA [TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang