DELAPAN

688 163 25
                                    

~~

Happy Reading

~~

"Masuk stadium tiga."

Begitu kata dokter ketika Dande diperiksa. Obat-obatan Dandelion ditambah, ia bahkan harus lebih sering pergi ke rumah sakit. Menyebalkan sekali. Tapi, Dandelion sudah mengantongi izin untuk ikut klub film, ia masih bisa melakukan kegiatan yang ia sukai dari pada hanya harus mengikuti rutinitasnya yang membosankan.

Pagi ini Dandelion meminta pada papa dan mama untuk membiarkannya naik bus. Meskipun berdebat dengan hebat tapi akhirnya papa mengizinkan, asalkan pergi bersama Raina. Dandelion mengangguk saja sementara mereka berjalan secara terpisah, Dandelion membiarkan perempuan angkuh itu jalan lebih dulu jauh di depannya.

Dandelion ingin menghabiskan waktu sendiri, ia melangkah perlahan. Dipikirannya terbesit untuk bolos sekolah, tapi ia tidak tahu harus pergi ke mana. Dandelion perlahan menangis, teringat kata-kata dokter kemarin, dokter itu menakut-nakuti Dandelion hanya agar ia mau dikemoterapi.

Di kejauhan Dandelion melihat seseorang berlari ke arahnya, ia mengenakan seragam SMA yang sama. Eh, tunggu, wajahnya seperti tidak asing.

"Geraldi?"

Geraldi berlari seperti dikejar sesuatu, Dande melihat beberapa anak berseragam SMA mengejarnya sembari membawa tongkat. Geraldi melewati tubuh Dandelion begitu saja.

"Geraldi, kau kenapa?" Teriak Dandelion.

Geraldi yang sudah melewati Dande beberapa langkah langsung menghentikan langkahnya, ia menoleh pada Dandelion. Geraldi mendengus kesal dan menarik lengan Dandelion agar ikut berlari bersamanya.

Dandelion mengikuti langkah Geraldi, berlari entah ke mana sementara banyak sekali yang mengejarnya. Jantung Dandelion berdegup sangat kencang, ini seperti mimpi tapi versi nyata.

"Geraldi!"

Geraldi tidak menjawab, ia terus berlari, sesekali Dandelion hampir jatuh karena tidak bisa menyamai langkah sampai akhirnya Dandelion benar-benar terpeleset, beruntung karena laki-laki itu sigap menahan tubuh Dandelion agar tidak jatuh, Geraldi tiba-tiba berhenti dan malah menggendong Dandelion.

"Aku izin menggendongmu," Kata Geraldi.

"Hei!!" Dandelion ingin meronta-ronta tapi Geraldi sudah terlanjur berlari kencang, ia memasuki gang-gang sempit, belok ke kanan, ke kiri, memasuki wilayah kumuh, berlari di pinggir sungai. Peluh menetes membanjiri keningnya, masih menggendong Dandelion dengan kedua tangannya sementara Dandelion memegangi leher Geraldi yang sudah basah kuyup. Kenapa, sih laki-laki ini sebenarnya? Lihat .. Ya ampun, dia bahkan seksi banget waktu berkeringat begini.

Dalam sekali hentakan Geraldi melompati sebuah tumbuhan pagar yang tumbuh di depan pekarangan sebuah rumah sederhana, ia menurunkan Dandelion. Napasnya terengah-engah, ia sesekali menoleh ke jalanan, memastikan apakah ia masih dikejar komplotan itu atau tidak.

"Kau itu kenapa, sih?" Tanya Dandelion, suaranya yang keras membuat Geraldi langsung menoleh. "Kenapa juga aku mengikuti kamu."

Geraldi yang mendengar suara langkah kaki langsung menutup mulut Dandelion dengan telapak tangannya. Posisi Geraldi berada di belakang Dandelion, mereka berjongkok di balik tembok. Tangan Geraldi yang satunya melingkar dipinggang Dande, mereka seperti sedang berpelukan. Beberapa menit kemudian suara itu hilang, mereka sudah aman.

"Ishhh .. lepas!" Dandelion mengenyahkan Geraldi, laki-laki itu langsung melepaskan Dandelion. Ia berdeham dan menyusut keringatnya, salah tingkah. "Seenaknya ya .. Bagaimana kalau pemilik rumah melihat, kita bisa dikawinkan!"

SIRNA [TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang