DUA

952 188 39
                                    

Holla, chingu. Selamat bermalam minggu para jomblowan dan jomblowati :') Sesuai janji diriku update di lapak ini. Buat PARAPHILIA sabar dulu yaa..

Selagi menunggu author update cerita kalian bisa baca ulang ceritanya, atau selingkuh di lapak lain, tapi jangan tinggalkan aku yaaa 😊

.Happy reading.
💖

~~

Dande terbangun dari tidurnya.
Tidak ada mimpi indah, pun mimpi buruk. Ia tertidur begitu saja dan bangun seperti baru lima menit terlelap. Sosok laki-laki yang pernah muncul dimimpi Dande tidak mampir tadi malam, biasanya ia mampir kalau Dande sedang merasakan kesakitan yang luar biasa seolah hampir mati. Laki-laki itu selalu membantunya keluar dari tidur panjang.

Dande menyebutnya malaikat maut.

Menurut Dande, laki-laki itu jelmaan malaikat yang dikirim Tuhan untuk menjemput kematiannya, tapi karena saat ini belum waktunya Dande mati, maka ia membawa Dande kembali lagi ke dunia nyata. Mungkin laki-laki itu mau berkenalan sebelum menjemput ajalku, begitu yang terlintas di pikirannya.

“Dande ..” Suara mama terdengar di balik pintu.

Dande tidak pernah mengunci kamarnya sejak ia dinyatakan mengidap kanker otak, kata mama takut terjadi sesuatu pada Dande. Gadis itu setuju, tapi ia merasa tidak punya privasi sekarang, segala sesuatunya harus terlihat oleh semua orang. Dan yang paling Dande benci sejak dulu adalah membuat semua orang khawatir.

Mama membuka pintu dan menyembulkan kepala, “Bangun, sayang.”

Dande menoleh, “Aku sudah bangun.”

Mama tersenyum. Ia melangkah masuk dan membuka tirai jendela, membuat matahari pagi yang masih malu-malu itu menyinari kamar Dande.

“Ayo siap-siap, nanti Bi Ijah bawakan seragammu ya ..”

Dande mengangguk. Ia segera bersiap-siap setelah mama pergi. Begitu Dande keluar dari kamar mandi ia melihat seragam barunya. Sama seperti seragam Sekolah Menengah Atas pada umumnya, hanya saja ada tambahan rompi abu-abu dan dasi kupu-kupu berwarna merah marun. Dande langsung mengenakan seragamnya dan segera turun ke meja makan untuk sarapan.

“Selamat pagi, Dande.” Nenek menyambut Dandelion dengan senyumannya. Gadis itu memberikan seulas senyum sebagai balasan. Tidak terlalu bersemangat, tidak juga terlalu murung.

Dande mengedarkan pandangannya, “Mama mana?”

“Mamamu pergi barusan, katanya dia harus pergi ke Jakarta lagi, ada urusan pekerjaan. Pak Ramli juga mengantar mama, kamu hari ini tidak apa-apa pergi dengan Raina?”

Dande menoleh ke arah Raina yang sedang membantu ibunya menyiapkan sarapan, ia agak sebal melihat seragam mereka sama.

“Kalian pergi naik bus ya?”

“Eh?” Dande melongo, bukannya nenek punya supir pribadi, kenapa harus naik bus?

“Pak Ujang sedang cuti, istrinya melahirkan di kampung,” Kata nenek seolah bisa menebak apa yang sedang Dande pikirkan, “Tidak apa-apa, kan?”

Dande mengangguk saja supaya cepat.
Akhirnya Dande dan nenek sarapan berdua, nenek sudah mengajak Raina sarapan bersama tapi perempuan itu menolak, entah karena tidak enak semeja dengan majikan atau karena benci melihat ada tuan puteri yang sesungguhnya di rumah ini.

“Raina, jaga Dande ya, nenek percayakan dia pada kamu,” Kata nenek.

Raina hanya membalas dengan senyuman dan anggukan tipis lantas pergi begitu saja setelah menyelami nenek. Tampak seperti perempuan lugu.

SIRNA [TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang