(22)

412 20 22
                                    

Pada akhirnya, tibalah waktu yang dinanti. Maya telah sedia di kamar apartementnya dengan Kimono pernikahan berwarna putih berbahan emboss terbaik yang menjuntai, bersama kembang sebagai penghias rambut yang disanggul .

Wajahnya dipoles seelok putri raja, tersiar cahaya yang tak pernah orang- orang lihat sebelum ini. Tak pernah rona pada pipinya menguar laksana sepuhan bunga kertas merah muda, bibirnya yang serasa disapu merah mawar dari ujung ke ujung tak berhenti memancar senyum.

Para sahabatnya yang mengenakan Kimono dengan motif bunga- bunga nyaris menitikkan air mata memandang wajah sahabat  yang mereka tahu telah ditempa dengan penderitaan  tak tanggung- tanggung, merasai luka dan menjalani takdir dengan diam dan rapat...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Para sahabatnya yang mengenakan Kimono dengan motif bunga- bunga nyaris menitikkan air mata memandang wajah sahabat  yang mereka tahu telah ditempa dengan penderitaan  tak tanggung- tanggung, merasai luka dan menjalani takdir dengan diam dan rapat menyimpan sakit. 

Memilih mengejar impian ketika cinta membuatnya patah dan terpaksa mundur.

Mina dan Sayaka menghapus linangan air mata, Marie yang sedari tadi sibuk membantu mengenakan permata di telinga Maya hanya mendongak, tak kuasa melihat kedua gadis Jepang dengan hidung dan mata merah.

Sementara Rei, tetap berkeras tak ingin mengenakan Kimono.

"Rei, aku gugup"

Rei tersenyum, lekas menghampiri sahabatnya dan menggenggam kedua tangan Maya yang telah ia anggap sebagai saudaranya. Mereka tak banyak mengeluarkan kata selain doa- doa dan harap sukacita. Keharuan yang tercipta antara para sahabat Maya menghentikan langkah Mizuki yang telah tiba untuk menjemput calon pengantin perempuan. Ia memandangi mereka yang saling memanjatkan doa, seketika melelehkan hatinya sejenak. Kemudia ia memanggil Maya.      " Sudah siap, Maya?"

Maya memandang seisi kamarnya yang hanya tersisa perias wajah tengah merapikan alat- alatnya, kamarnya telah kosong, menyisakan perabotan berupa tempat tidur dan meja rias, sementara pakaian- pakaiannya  sudah dipindahkan ke rumah baru mereka, apartementnya akan menjadi milik para sahabatnya. Ia menarik napas dalam- dalam untuk kemudian  memandang wajah Mizuki, lalu mengangguk.

Mizuki berlalu lebih dulu.

Bersama Marie dalam genggaman tangannya, yang berusaha tampil anggun dalam balutan Kimono, Maya bangkit dan berjalan ke luar pintu. Para pengawal tak tanggung- tanggung menunggu di setiap sudut, kini tersapu rapi. Fokus memperhatikan dirinya.

Jantung Maya berdebar bukan kepalang. Kedua tangannya berkeringat. Sejak subuh dia telah diminta bersiap, mandi bahkan hanya sempat minum segelas susu. Kini dia akan dibawa ke kuil, menemui calon suami yang telah menunggu.

Berkali- kali ia diingatkan oleh Mina dan Sayaka jika pengantin tak boleh banyak gerak dan tingkah hingga sejak mereka memilih rumah tak sekalipun Maya bertemu dengan Masumi. Padahal tak perlu mereka ujarkan pun Maya tak siap hati, memandang Masumi sebelum waktunya.

 Padahal tak perlu mereka ujarkan pun Maya tak siap hati, memandang Masumi sebelum waktunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pursuing a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang