Cuaca Ketigabelas : Langit Milikmu-2

348 41 0
                                    

Pukul delapan. Perawat datang secara rutin mencatat perkembangan kondisi pasien 254. Terkadang wanita berkepala tiga itu harus memberikan injeksi rutin tiap beberapa hari sekali karena pasiennya tak suka minum obat tablet.

"Suntikan lagi?" tanya si pasies heran. Padahal hari ini bukan jadwal pemberian injeksi.

"Ini karena kecerobohanmu mengonsumsi obat dosis tinggi tanpa aturan, Sasuke-san" ucap perawat sembari menyuntikkan obat lain dengan kerja berlawanan untuk mengurangi resiko overdosis, "tak kusangka kelakuanmu sampai membuat Shisui-san semarah itu"

"Cepatlah pergi kalau tak ada urusan lagi" potong Sasuke.

"Hidup cuma sekali, sayangi nyawamu. Kalau tak bisa, lakukan demi orang yang mencemaskanmu" pesan si perawat sebelum beranjak pergi.

Sasuke menatap langit-langit kamar. Harapan hidupnya hampir musnah. Tapi orang-orang di sisinya masih belum rela Sasuke menyerah. Ia terus mengingat kejadian kemarin tentang bagaimana ia berdebat dengan Shisui.

"Bagaimana kepalamu? Sudah bisa berpikir jernih?" sindir Shisui yang datang menjenguk.

"Kukira kau masih marah tak kunjung kemari" cakap Sasuke menyadari kehadiran Shisui, "Shisui-san, gomen. Tak seharusnya aku mengatakannya"

"Hai" respon Shisui, "ini kubawakan buah lagi. Makanlah nanti. Aku pergi dulu, ini hampir terlambat"

"Yamero, Shisui. Kau masih marah padaku, bukan?" henti Sasuke sebelum Shisui benar-benar meninggalkan kamar.

"Kau perlu tau, semua yang kulakukan berdasarkan keinginanku. Karena langit milikku, aku yang mengaturnya" ujar Shisui melempar senyum pada Sasuke.

Sasuke pun membalas dengan senyuman puas.

***

Sakura melihat jam di dinding kamar. Pukul setengah sembilan. Orang yang ia nantikan tak jua berkunjung. Mungkinkah lupa? Atau kembali berkunjung pukul sepuluh nanti dan menghabiskan waktu bersama Ino seperti biasa?

Gadis itu mendengus. Ia sedang sendiri lagi hari ini. Untuk sesaat Sakura menyesal telah mengusir tamu istimewanya kemarin.

TOK TOK.

Sakura begitu bersemangat menantikan orang yang akan berkunjung ke kamarnya.

"Tadaima"

Ino, ka?

Sakura mengendurkan senyumnya, "kau benar-benar menganggap ini rumahmu ya"

"Tentu saja" jawab Ino kemudian duduk di sofa, "ibuku juga tak keberatan aku terus di sini"

"Tapi sesekali kau perlu pulang ke rumah, Ino. Sudah dua minggu kau menemaniku terus. Kasihan ibumu jika sendirian di rumah. Lagipula ayahmu juga belum pulang dari tugas negara, bukan?"

"Hai hai. Mungkin minggu depan aku akan pulang" jawab Ino enteng, "oh ya, tadi aku mendapat materi baru saat kuliah tamu barusan. Profesor menjelaskan—"

TOK TOK. Satu lagi ketukan pintu ruang 218. Sudah bisa ditebak siapakah gerangan. Sang tamu yang dinantikan Sakura.

"Doumo" tanpa menunggu izin masuk, pria itu langsung membuka pintu.

"S-Sasuke, sudah kubilang jangan—"

"Kau tak punya hak mengaturku. Sakura sepertinya juga tak keberatan aku kemari" sela Sasuke sebelum Ino melanjutkan omongannya. Sasuke lelah dengan larangan untuk tidak boleh bertemu Sakura.

"Baiklah, aku permisi!" tukas Ino sebal.

"Chotto matte, Ino!" Sakura berusaha menarik tangan Ino agar tak pergi. Setelah mengetahui perasaan Ino, Sakura agak enggan berhubungan dekat dengan Sasuke. Ditambah lagi, sikap Sasuke cukup dingin pada Ino.

Under the Raining Sky ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang