Cuaca Keenambelas : Seberkas Cahaya

354 43 1
                                    

Hujan terus mengguyur kota hampir setiap pagi buta. Hebatnya, ketika sang mentari terbit, hujan berangsur-angsur terhenti. Hawa sejuk pagi hari pun tercipta. Sebagian perawat yang tengah bertugas menyapa pasien mereka sembari menyibakkan kelambu, membuka jendela agar udara pagi masuk. Beberapa lainnya mengungkapkan alasan klise sebagai pertukaran udara dalam ruang.

"Aku akan membuka jendelanya sedikit agar kau merasakan udara segar pagi hari"

Sang pasien meringis, "percuma. Karena untuk bernafas pun aku masih perlu menggunakan alat bantu"

Perawat itu hanya mematung. Binar matanya kian meredup, merasa sedih mendengar kalimat pesimistis tersebut. Nasal kanula yang terpasang memang membuat pasien di hadapannya tak mampu bebas bernapas menghirup udara pagi nan segar.

"Diamlah. Kau selalu mengeluh, Sasuke-san"

Pasien bernama Sasuke itu mendengus. Harapan hidupnya terkikis, menyadari tubuhnya makin lemah. Terkadang ia heran kenapa nyawanya tak jua melayang.

"Oh, hari ini suntikan lagi? Sepertinya aku mulai mati rasa dengan tusukan jarum" komentar Sasuke terkekeh.

Sebuah tawa karena beban mental yang dideritanya. Sebuah tawa yang menginterpretasikan keputusasaannya. Sebuah tawa yang mencerminkan betapa frustasinya berada dalam pesakitan.

Satu minggu telah berlalu sejak Sasuke mengalami kolaps. Kondisinya berangsur pulih, tapi Shisui tetap melarang Sasuke pergi jauh dari ranjang. Ia khawatir dengan kondisi Sasuke yang bahkan butuh penyangga untuk berdiri.

"Shisui, kenapa aku tak mati juga?" celetuk Sasuke sembari menyisir rambutnya dengan tangan. Tak sedikit helai rambut rontoknya menyangkut di sela jari.

"Apa yang kau bicarakan, huh?!"

"Aku mulai merindukan Tou-san, Kaa-san, dan.. Nii-san. Ah, kemarin dia menemuiku di sini"

"Sasuke jangan melantur" seloroh Shisui, "mungkin kau terlalu lama tidur jadi banyak bermimpi"

"Itu benar! Nii-san menemuiku kemarin, tapi tak bicara apapun"

"Cukup, Sasuke" potong Shisui yang tak tahan mendengar Sasuke berkata-kata, "baiklah aku akan berangkat. Jaga dirimu, jangan pergi kemana-mana"

"Itterashai" cuap Sasuke setengah berbisik. Bagaimana bisa pergi keluar, untuk berdiri saja ia tak bertenaga.

Sementara Sasuke masih terbaring di ranjang, pasien lain bernama Sakura terus berjuang demi kelancarannya berjalan. Ia bertekad untuk memberi hadiah kejutan bahwa persentase kesembuhannya meningkat. Dengan begitu, Sasuke tak akan repot-repot menemaninya lagi.

"Kau sudah banyak kemajuan selama hampir tiga bulan ini. Sepertinya kau termotivasi sekali dengan kehadiran 'dia' setiap hari" cakap terapist Sakura mengapresiasi, "hari ini kita cukupkan"

"Mada mada!" sela Sakura masih bersikeras berjalan menggunakan parallel bar.

"Cukup Sakura! Ingat, kau tak boleh membebani tubuhmu" tahan sang terapist.

"Iie"

"Sakura-san!" bentak terapist itu, "aku tak ingin mendengar teguran Shizune-sensei lagi. Beliau selalu memberiku peringatan karena latihanmu melebihi porsi yang ditentukannya"

Sakura tertunduk. Ia berjalan mundur dan terduduk di tempat semula.

Padahal aku melakukan ini demi Sasuke juga, batinnya.

"Sumimasen, Sakura. Dengan pencapaianmu sejauh ini, aku tak ingin kau kembali ke titik terendah akibat tubuh yang terbebani" terang terapist tersebut, "13% lagi agar kau bisa berjalan seperti sedia kala. Jangan naikkan lagi kekurangan itu"

Under the Raining Sky ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang