Cuaca Ketiga : Hati yang Mendung di Hari yang Cerah

567 72 0
                                    

Sang pembaca berita di TV baru saja menyiarkan ramalan cuaca untuk hari ini. Langit akan cerah. Persentase awan menutup langit juga di bawah angka sepuluh. Kemungkinan besar, hujan tak akan turun.

Sakura yang baru saja melihat perkiraan cuaca langsung mematikan TV. Ia memutar roda pada kursi rodanya menuju jendela. Ramai sekali. Banyak orang berlalu-lalang di lantai dasar. Wajah Sakura berubah merengut. Ia tak terlalu suka saat rumah sakit menjadi ramai, karena merupakan sebuah isyarat bahwa banyak orang sedang merasakan sakit.

"Coba saja aku bisa secepatnya pulih, aku ingin mengobati mereka satu per satu" kata Sakura dengan tatapan hampa.

"Makanya kau harus cepat sembuh!" tandas Ino. Ia memang tak tahan melihat kepura-puraan Sakura, tapi ia jauh lebih tidak menyukai sahabatnya menggalau ria. Ratapan Sakura sering dicurahkan padanya saat hanya berdua. Selain hal itu, Sakura selalu menampakkan senyuman pada siapapun.

"Benar juga! Aku harus segera kembali seperti sedia kala agar bisa mengunjungi Sasuke-kun lagi" cuap Sakura riang.

"Geez. Tak henti-hentinya kau mengucap namanya sampai membuatku bosan. Tidak bisakah kau mengkhawatirkan dirimu sedikit saja?" komentar Ino kesal. Kalau Sakura berambisi meraih sesuatu, pasti akan melupakan kepentingan diri sendiri.

"Bukannya sudah ada kau yang mencemaskanku? Jadi aku tidak perlu lagi khawatir pada diriku" canda Sakura lalu terbahak, sedangkan Ino hanya memasang wajah kusut.

"Ne, Ino, ramalan cuaca hari ini sepertinya benar. Cuaca sangat cerah"

"Tentu saja. Mereka kan memiliki teknologi untuk memperkirakan cuaca" tanggap Ino, "aku senang matahari menampakkan diri lagi. Pasti banyak pasien yang sedang bersuka cita. Tadi aku melihat taman rumah sakit di belakang penuh dengan pasien yang berjemur"

"Pasti Sasuke-kun sedang bahagia hari ini" celetuk Sakura tiba-tiba.

"Jelas saja! Habisnya dia tak bertemu denganmu kan" sindir Ino. Ucapan Ino memang cenderung jahat, tapi Sakura telah memaklumi. Sebagai sahabat sejak kecil, Ino lebih suka memberikan kata-kata menusuk agar Sakura menurut dan berubah mengikuti arahannya. Mau dilihat dari sisi manapun Ino lebih dewasa dari Sakura, kecuali dari segi usia.

"Kalau begitu aku ingin menemuinya!" tegas Sakura kemudian mengunci kursi rodanya agar tak berputar. Ia berusaha berdiri dan meraih kruk yang tak jauh dari tempatnya berpijak.

"Hei hei apa yang kau lakukan?! Sensei bilang kau kan harus— ah, Sakura!"

Terlambat. Mencegah Sakura berarti membiarkannya berbuat nekat. Alat bantu yang belum tegak sempurna itu tergelincir. Demikian dengan Sakura. Saat itu, tak ada yang menyokong tubuh Sakura. Kejadiannya begitu cepat. Sakura jatuh terjerembab seketika.

"Lihat dirimu! Berapa kali kubilang jangan membebani diri sendiri!" omel Ino.

"Ino gomen—"

"Tidak! Aku tidak akan mendengar ocehanmu lagi tentang laki-laki itu. Kau terlalu memaksakan diri untuknya. Padahal kau harusnya sadar kalau dia bahkan enggan menoleh ke arahmu!"

Wajah Ino memerah karena dipenuhi amarah. Dia terlampau jengkel dengan sifat keras kepala Sakura. Apalagi hal itu ditujukan pada Sasuke, pria yang tak punya sedikitpun empati.

Meski dihujani banyak kritikan, Sakura tetap bandel. Dirinya benar-benar kebal dengan segala omongan yang dilontarkan Ino. Ia tetap tersenyum pada Ino sambil dipapah oleh beberapa perawat yang masuk.

Tak lama kemudian, dokter yang menangani Sakura langsung datang memeriksa. Ia melakukan serangkaian uji terhadap Sakura. Terakhir, dokter menyarankan pemeriksaan X-ray untuk mengetahui secara pasti kondisi tulang belakang Sakura.

Under the Raining Sky ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang