10. Iqlab

35 9 4
                                    

"Aku berdiri menatap dari jarak yang tak terlalu jauh menyadari satu hal ternyata dia terlalu indah untuk dimiliki dengan cara yang salah"

Iqbal Halim Suryawinata

🍂🍂🍂

Sinar pagi menyinari bangunan berwarna coklat cream dibagian terasnya terdapat berbagai macam tanaman tumbuh subur. Gadis itu berdiri menghadap gerbang rumahnya dengan stelan rapi, mengenakan makeup tipis. Sesekali ia melirik jam tangannya tampak tidak tenang.

Seorang remaja laki- laki menghampirinya dari dalam rumah. Menatap gadis itu dengan senyum manis sambil menggoyangkan kunci mobil yang dia bawa. Gadis itu tampak menggeleng pandanganya beralih fokus lagi ke'arah gerbang. Remaja laki-laki yang tak ditanggapi itu menghela nafas, alisnya berkerut. Sebenarnya kakak perempuanya sedang menunggu siapa?

Lima menit kemudian mobil berwarna putih terlihat memasuki gerbang rumah mereka. Ia, Nisa akhirnya tersenyum. Kelegaan nampak sekali diwajahnya melihat dua orang manusia berbeda jenis itu turun menghampiri.

"Lima belas menit lewat dua satu detik." Ucap Nisa menatap sedikit jengkel ke arah dua temannya.

Lelaki berkulit putih yang memiliki tinggi badan proporsional, Ardewa Narendra. Terkekeh menangkupkan kedua tangan sebagai permohonan maaf. Perempuan yang berdiri disamping lelaki itu tersenyum sungkan ikut menangkupkan tangan meminta maaf.

"Iya, saya maafin yuk lah ntar kejebak macet dijalan." Ucapnya kemudian menarik tangan Dio mengajak remaja laki-laki itu masuk kedalam mobil Ardewa.

Ardewa dan Salsa duduk di area depan. Nisa dan Dio berada di jok tengah. Mereka berempat akhirnya berangkat.

Setengah perjalanan terlewati Dio merasa baru saja bermimpi. Dalam sekejap ia ditarik masuk ke mobil atasan kakaknya sendiri tanpa permisi. Remaja itu ingin protes namun melihat raut wajah Nisa yang duduk diam tampak sedikit tak tenang menahan Dio untuk tidak mengganggu.

"Saya mau memberitahukan sesuatu, semalam dokter An mengirimkan surat pengunduran dirinya." Suasana hening dalam mobil putih itu mendadak berisik karena ucapan Ardewa yang tiba-tiba.

"Hah? Serius kamu Ar?" Tanya Salsa yang seketika shock mendengar kabar itu. Lelaki yang menyetir disampingnya mengangguk.

"Sudahlah biarkan saja, mungkin itu pilihan yang bisa buat dokter An nyaman." Nisa turut menimpali. Gadis itu sudah tahu berkat percakapan dengan Ayahnya semalam ternyata dugaan Nisa benar perempuan baik hati tapi sebenarnya jahat itu pindah ke yayasan rumah sakit orang tuanya.

"Kamu kok gitu si Nis, harusnya kamu tanya kenapa dokter An keluar. Nih ya dokter An itu ngga salah yang salah adalah asisten perawatnya. Seharusnya orang-orang tidak menyoroti dan menyalahkannya dong. saya kecewa sama tanggapan kayak gitu tau ngga." Salsa semakin yakin akan hasutan dokter An bahwa sebenarnya Nisa adalah perempuan yang tidak benar-benar baik dan kemunduran dokter An memang karena ulah Nisa yang sekarang ia ragukan menjadi sahabatnya itu.

Perempuan yang duduk tepat dibelakangnya tak perduli, gadis itu hanya mengarahkan fokusnya ke jalanan menanggapi Salsa yang sedang berasumsi sendiri bisa menyebabkan pertikaian dan Nisa tidak suka hal seperti itu.

"Sudahlah Sal, bener yang dikatakan Nisa mungkin dokter An mekang butuh ketenangan." Ar mencoba mendamaikan.

Salsa mendengkus. Menatap balik Ardwa. "Kamu kalau cinta jangan bodoh. Tau sendiri kan gimana Ayah kamu yang percaya banget sama dokter An. Kalau Ayah kamu sampai tau kabar ini, kamu jadi sasaran"

Ardewa melirik sinis Salsa kemudian menghiraukan fokus menyetir kembali. Dio melongo melihat Salsa yang mengomeli kakak dan temannya itu.

"Sumpah yah, saya ngga habis pikir sama pola pikir kalian berdua. Sesantai itu nanggapin masalah." Pungkas Salsa lalu menepuk jidat kemudian memijit pelipisnya.

UNIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang