14. Desas Desus

29 11 0
                                    

"Katakanlah: Allah lebih cepat pembalasannya (atas tipu daya itu). Sesungguhnya malaikat Kami menuliskan tipu dayamu." (QS. Yunus (10: ayat 2)

🍂🍂

Banyak hal yang terjadi dalam kehidupan, terkadang amat sukar untuk dimengerti dengan akal pikiran. Kejadian yang tiba-tiba, sikap benci, perkataan yang mengandung banyak makna terkadang terlalu mengejutkan jika terjadi dalam satu masa yang bersamaan. Lagi-lagi semesta memang suka mengajak diri untuk berfikir jauh.

Lim memandangi pria paruh baya di hadapannya itu dengan takjub. Hari ini ia diajarkan untuk tidak mudah berputus asa dan harus berharap kepada yang Maha kuasa. Operasi pertama yang ia jalankan bersama dokter senior itu sukses. Ini rekor operasi pertamanya saat baru beberapa hari pindah kerja.

"Bagaimana pengalaman bekerja dengan saya dokter Iqbal?" Tanya pria paruh baya itu, yang sedang duduk manis memeriksa hasil laporan pasien.

"Saya bersyukur dok, meskipun sedikit terjadi komplikasi namun prosedur laminektomi berhasil diselesaikan." Lim menjawab dengan senyum bangga.

"Allhamdulillah, setelah ini kita akan chekup keadaan pasien. Memeriksa kembali apakah akan ada komplikasi setelah operasi berlalu. Dokter Iqbal bisa cari makanan dan melakukan aktivitas apapun saja selama istrahat ini, saya ingin berbincang dengan keluarga pasien dulu. Kalau mau ikut saya boleh."

Lim mengangguk ia ikut berdiri saat dokter seniornya itu berdiri dan mengajaknya keluar bersama.

"Hahaha, iya sih cantik tapi kalau sifatnya yang seperti itu saya sepertinya akan berfikir dua kali."

"Setuju, bener-bener ngga nyangka keluarnya dokter An karena dia."

Lim dan dokter Iwan yang melewati para perwat itu agak sedikit mengernyit. Merasa risih sebab masih banyak manusia yang suka memakan bangkai manusia lain, mereka adalah perawat bukannya sibuk menganalisis rekap vital, meracik obat dan lain-lain yang berguna untuk para pasien malah sibuk bergosip ria. Dokter Iwan menghela nafas. Orang tua itu menepuk pundak Lim.

"Saya harap nak Iqbal bisa menyadarkan mereka. Saya duluan." Pungkas pria paru baya itu. Berjalan meinggalkan Lim yang hanya bisa mengangguk, menatap jengkel kepada perwat-perawat yang sibuk bergosip itu.

"Kasian Sania, seharusnya ia tidak usah terlibat dengan dokter Nisa. Ngga enak ntar ditusuk dari belakang."

"Iya, kasian banget. Mana mereka sekarang jadi teknisi tim medis UGD kan."

"Buta kali ya Sania itu, atau dia mau pura-pura ngga tahu kalau dokter Nisa itu bermuka dua? Ckck."

Para perawat itu saling menatap kemudian menggoyangkan kepala bersamaan. Tidak habis pikir dengan teman mereka.

"Bukankah mengahabiskan waktu dengan perbuatan yang bermanfaat itu lebih baik dimata Allah? Kenapa kalian terlalu senang menyia-nyiakan waktu? Terlebih kalian menggunakann waktu untuk kegiatan yang dimurkai Allah. Apakah kalian kekurangan pekerjaan? Apakah pasien yang lain tidak butuh perawatan. Saya heran dengan manusia seperti kalian, memiliki pendidikan tinggi tapi masih sangat bisa di bodohi oleh kabar yang tidak jelas kebenarnnya.

Kenapa? Kalian mau mengatakan saya sok suci? Mengatakan saya sok ikut campur. Silahkan tapi camkan baik-baik kata-kata kalian tidak akan pernah berani menyentuh saya. Jangan hanya berdiam diri, oh saya jadi tidak heran mengapa pasien bisa hampir meninggal karena ternyata ada perawat yang lebih suka menghabiskan waktu dengan tindakan sampah seperti ini dibanding mengisi waktu dengan kerja yang bermanfaat. Bermulut besar tapi otaknya kosong cih." Pungkas laki-laki itu.

UNIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang