15. Senyum luka

31 8 1
                                    

"Untuk menjadi semakin kuat semesta terkadang bercanda  berlebihan namun sebenarnya itulah kenyataan bukan candaan"

🍂🍂

Malam ini adalah malam pertama Lim tidur dirumah yang ia tempati, seharian tadi ia berusaha menghentikan orang-orang yang berkata buruk tetang Nisa, satu hal yang membuatnya paling kehilangan kata-kata adalah penyebar semua rumor itu merupakan sahabat gadis itu sendiri dan Dio sebagai adik laki-laki Nisa hampir saja lepas kendali saat mendengar bahwa kemunduran dokter perempuan yang entah siapa Lim lupa namanya adalah ulah dari Nisa.

Ia menyugar rambutnya mencoba mengeringkannya dengan handuk. Meski telah selesai membersihkan diri namun kenyataan pikirannya masih berkelana kesana kemari. Terlalu banyak kejutan yang ia dapatkan dalam rumah sakit itu.

Ting-tong

Suara bel rumahnya berbunyi Lim menoleh, sejurus kemudian ia sudah membuka pintu. Dahinya mengernyit ketika mendapati Dio membawa sekotak makanan jadi dalam tup*r ware. Remaja itu mengucap salam sambil menunjukkan cengirannya.

"Ini makanan dari mamah bang, kata mamah dia kasihan liat abang." Jelas remaja itu, menyimpan kotak bekal di atas meja kemudian mendudukan diri di kursi sofa.

"Terimakasih banyak Dio, tante Fahira udah repot bener ini saya ngga enak." Lim menanggapi ikut duduk disamping Dio, mengambil remot Televisi mengganti chanelnya.

"Santai bang, mamah ngga repot sama sekali. Saya mau berterimakasih sama abang. Karena abang tidak mempercayai rumor yang beredar di rumah sakit."

"Hmm" Lim menghela nafas, ia sebenarnya agak sedikit penasaran kenapa sahabat dekat Nisa sampai setega itu.

"Nisa sudah tau Dio?"

Dio menggeleng, remaja laki-laki itu tampak berpikir sebelum mengeluarkan argumennya. Lim mencoba paham akan situasi seperti ini. Ia tak memaksa Dio untuk berbicara lebih banyak jika tak ingin atau tertekan.

"Saya tidak yakin kak Nisa belum tahu, kemungkinan besar dia pasti sudah tahu." Jelas remaja laki-laki berlesung pipit itu. "Ah sudahlah bang, abang makan saja, masalah kak Nisa jangan terlalu difikirkan terkecuali bang Lim menyukai kakak saya. Kalau itu beda cerita lagi."  Lanjut Dio kemudian menatap laki-laki itu sambil terkekeh.

"Saya memang menyukai kakak kamu, akan lebih bagus ceritanya kalau kamu mengijinkan saya untuk menikahinya." Lim membalas perkataan Dio dengan ungkapan serius yang tidak tanggung-tanggung mengakui bahwa ia menyukai Nisa.

Remaja itu keselek. Air minum yang sempat diraih setelah melontarkan kata candaan pada Lim sukses menyedak tenggorokannya akibat perkatan yang mendadak itu.

"Serius Bang?" Tanya remaja itu memastikan sambil mengontrol diri dari batuk karena sedakan air.

"Of corse" jawab Lim santai lalu ikut meraih air mineral dalam kemasan dan meminumnya.

"Saya dukung bang, lanjutkan. Tapi jangan coba-coba menyakiti kakak saya karena saya ngga akan tinggal diam. Remember it don forget."

Lim menatap Dio sambil tersenyum menepuk pundak remaja itu lalu mengangguk. Mereka berdua akhirnya kembali sibuk dalam pikiran masing-masing. Selang beberapa menit kemudian Dio agak menguap.

UNIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang