3. Dia kenapa

50 9 5
                                    

"Bukan seberapa besar pertolonganya tapi seperti apa tulusnya"

🍁🍁

"Ngga tau juga sih, emang ada masalah?" Salsa bertanya pada Nisa dan Ardewa.

Nisa mengidikian bahu pikirannya masih stuck di romchat nomor baru yang ia yakini itu Halim.

"Sebaiknya lebih berhati-hati saja, karena kita lagi kena kasus. Ingat kasus kemarin itu mampu membuat image dokter di rumah sakit ini menjadi kurang baik." Jelas Ardewa. Lelaki itu memang menjadi dokter sekaligus direktur rumah sakit, ia beralih menggantikan ayahnya.

"Ooh, jadi soal itu makanya situasi agak tegang, tapi bukannya dokter An sudah tanggung jawab?" Salsa malah semakin kepo maklum ia tidak sempat hadir di rapat kemarin dan kasus yang menyebar juga masih simpang siur kebenarannya menurut Salsa.

Nisa menghela nafas, saat istrahat seperti ini bukannya pembahasan lebih ringan malah berat ditambah lagi dengan chat yang menganggu.

Ardewa tampak menimang apa yang selanjutnya akan ia katakan. "Meskipun sudah minta maaf tapi trauma mental pasien dan keluarganya kan masih ada Sal."

"Dari kemarin bahasannya berat ya."

Salsa dan Ardewa kompak menatapnya lalu mengangguk bersamaan. "heran saja kok bisa dokter An salah, padahalkan dia sudah profesional."

"Bukan An yang salah." Ardewa menanggapi.

"Lah terus?" Nisa dan Salsa makin bingung.

Lelaki berkulit putih itu menghela nafas. "Perawatnya yang salah memasukan obat dan An tanpa memeriksa langsung melakukan tindakan lain lagi."

"Innalillahi." Nisa menanggapi. "Jadi yang salah itu perawat." Lanjutnya, ia kini mulai paham.

"Tunggu, kalau yang salah perawatnya kenapa  isu yang tersebar malah dokter An, dan kenapa harus dokter An yang minta maaf?" Tanya Salsa.

"Karena yang menyebabkan pasien hampir meninggal itu tindakan dokter An." Jelas Ardewa.

Salsa beroh ria sambil manggut-manggut. "Pantesan An ngga seceria biasanya."

"sudah-sudah , nih makanannya habis mending bayar gih waktu istrahat bentar lagi selesai." Nisa mengingatkan, kamudian berdiri mengambil uang yang ada dalam sakunya.

"Mana uang kalian biar aku bayarin sekalian aja." Tangannya menjulur dan langsung diberi uang oleh Salsa dan Ardewa.

"Thanks Nis." Ucap mereka. Nisa mengangguk lalu berjalan pergi mendekati ibu kantin membayar menu makanan kemudian berbalik lagi mendekati Ardewa dan Salsa yang sudah siap kembali ke ruagan masing-masing.

"Ntar kalau pada ketemu dokter An senyumin dan semangatin." Celetuknya. Dua orang yang berjalan didepannya kompak mengangguk.

Sampai di ruangannya saat melihat gawainya chat yang tampak manis itu teringat lagi.
Ah ia harus menghubungi Carisa, Nisa mengambil gawai lalu duduk di kursi menghadap dekat jendela jarinya lincah mendial nomor sahabatnya.

"Assalamualaikum, ia sa?"

"Wa'alaimumussalam, Ris. Mau nanya. kamu ngasih nomor kontak aku ke siapa? Kok orangnya modus bener. Geli."

"Hahaha, itu abang Lim. Kalau geli udah biarin aja. Ngga perlu di bales."

"Lim bisa alay gitu juga? Ngga nyangka mana pd banget ya Allah."

"Hahaah se alay apa si Nis, ngakak bener aku"

"Pokoknya alai deh, hih mana bilang-bilang aku jodohnya lagi "

UNIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang