9. Hubungan Adik-Kakak

31 11 0
                                    

"Dia itu orang yang menyebalkan tapi aku sayang ibarat tanda baca Ikhfa yang dibaca samar ngga akan benar bacaan seseorang kalau dilewatkan itulah adikku"

Althafun An-Nisa

🍁🍁

Setelah mengunjungi dokter an dan melakukan pemeriksaan pada pasien Nisa akhirnya pulang di jemput Dio untuk pulang. Tapi sebelum benar-benar pulang Ardewa dan Salsa membahas bahwa mereka akan menghadiri acara pernikahan Dinda dengan drescode yang tentu saja sesuai kemauan. Salsa mendadak canggung menghadapnya ia tidak tahu mengapa tapi demi kenyamanan Salsa ia tidak ingin bertanya dulu. Nisa berfikir barangkali nanti Salsa akan bercerita kepadanya kalau sudah waktunya.

"Jadi kita singgah di butik dulu nih kak Sa?" Tanya Dio yang mulai memelankan jalan mobil karena di samping kanan Butik Muslimah Anggun terlihat.

"Iya, temanin saya yah. Oh sekalian deh saya beliin baju juga buat kamu Di."

"Asiik, siap bu bos. Kalau soal baju gratis saya ngga nolak mah."

Nisa terkekeh melihat tingkah adiknya itu. Mereka memakirkan mobil kemudian turun menuju arah butik. Dari penampakan luar sudah tersuguhi baju-baju gamis dan kokoh yang cantik.

"Selamat datang, Mas dan Mba silahkan dilihat baju-bajunya" sambut penjaga kasir. Nisa dan Dio membalas dengan senyum ramah sambutan tersebut.

"Rencana mau pakai baju warna apa kak ke kondongan kakak Dinda?"

"Kalau dilihat dari konsepnya yang pastel-pastel kayaknya di"  Nisa menjawab sambil sibuk memandangi beberapa baju yang terpajang.

Dio ikutan melihat-lihat kalau begitu ia akan membeli baju sesuai dengan warna pilihan kakaknya Nisa. Setelah lima belas menit berlalu remaja laki-laki itu sudah kelelahan menemani kakaknya memilih dan memilah pakaian dari sekian banyak baju yang terpampang, Nisa belum juga menemukan warna yang pas. Ada beberapa yang Nisa tunjukkan kepada Dio namun lagi-lagi kakaknya itu berkata terlalu rame, kepanjangan dan banyak keluhan lainnya. Dio ingin duduk melantai saja rasanya.

"Ini yang mau nikahan teman kakak apa kakak sendiri sih, udah hampir setengah jam loh ini kak"

"Temenlah Di, tapikan saya nyari warna pastel yang pas biar ngga asal-asalan ke nikahan orang."

Dio menghela nafas, remaja itu akhirnya memilih duduk dilantai melonjorkan kaki mengaku menyerah menemani kakaknya. Perempuan gini amat kalau shoping ya. Ribet.

"Ke Nikahan temen ngga akan sekalian nyari jodohkan kak? Kalau ia mending pergi sendiri aja deh ngga usah ajak saya kalau milih baju lamanya kek gini" Rengek Dio sudah bosan melihat kakaknya, Nisa yang mengitari seluru pajangan baju.

"Ngga usah ngeluh kali, ini tuh sekalian  hitung-hitung belajar buat nemenin istrimu belanja suatu saat nanti."

"Kaaaak."

Nisa terkekeh ia sebenarnya sudah menemukan baju yang pas tapi sifat jahilnya kambuh jadilah ia mengerjai Dio. Itung-itung ngelatih kesabaran anak itu sampai dimana.

"Masih lama ngga sih kak, ane laper nih. Mau nelpon mama ajalah, mau pulang. Kak Nisa biar di jemput supir aja." Dio sudah badmood remaja itu sudah tidak sanggup mengitari isi butik.

UNIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang