[Who is The Traitor?]
"Satu lagi, berhenti membahas hal ini atau aku akan benar-benar memutuskanmu."
***
"Astagaaa, aku kira kita akan habis hari ini."
Theo akhirnya bisa terkekeh lepas, sejak kemarin siang ia sudah dihantui rasa khawatir dengan penemuan senjata di dalam tas hitam di perpustakaan—terlebih setelah diperiksa barang itu memang milik Somi yang sudah Julian pindah tangankan pada sosok lain. Namun nyatanya Tuhan masih memberikan kesempatan bagi mereka untuk bernapas lega.
Tidak ada bukti kuat yang mengarah pada mereka.
"Dari mana kau mendapatkan tas mahal ber-merk itu?" tanya Theo saat Julian kembali dari arah mesin pendingin dan melempar sebuah minuman kaleng bersoda padanya. Theo dengan sigap menangkap, lalu membuka kaleng hingga timbul suara desisan yang begitu segar di telinga.
Ia membukanya dengan hati-hati agar tidak ada setetes air yang jatuh dan membasahi ranjang Julian. Sedangkan yang bermata hijau, langsung meneguk minuman hingga tenggorokannya terasa basah dan lega, ia kemudian duduk di kusen jendela dan membiarkan angin malam menerpa rambut hitamnya hingga melambai-lambai.
Sepertinya unit apartemen Julian sudah menjadi basecamp, memang tidak mewah dan sempit, tapi aman dari jangkauan orang tua. Di sini tidak ada satu pun orang dewasa yang menginterupsi percakapan rahasia mereka.
Julian diam sejenak, "Aku sempat bekerja sebagai cleaning service di hotel, setidaknya hampir setiap hari akan ada barang-barang ternama milik tamu yang ketinggalan atau memang sengaja ditinggalkan. Setelah tiga hari tidak ada kabar, maka atasan menyuruh kami untuk membuangnya. Dan, yeah ... aku bahkan tidak memiliki banyak uang untuk sekadar membeli tas atau sepatu baru, jadi mengapa tidak aku ambil saja?"
Theo diam dan mendengarkan, tangannya bermain dengan tetesan embun di permuaan kaleng, sedangkan kedua matanya menatap Julian yang masih mengamati pemandangan di luar jendela. Theo paham, keadaannya memang tidak sesulit Julian.
"Tapi bukankah polisi bisa melacak pemilik senjata yang asli?"
Sebenarnya Theo masih tidak mengerti mengapa Julian mampu memastikan bahwa mereka akan benar baik-baik saja—setelah sekolah mengumumkan bahwa polisi akan melakukan pelacakan sesuai dengan prosedur berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan selama dua puluh empat jam.
Julian menggeleng, "Senjata itu ilegal dan sudah berkali-kali berpindah tangan, tidak ada yang tahu pasti siapa pemilik resmi mereka."
Wajar Julian tahu, ia punya Yoon di sisinya.
Suara rematan kaleng terdengar jelas setelah Julian berhasil meneguk soda hingga habis, pemuda itu lalu melempar kaleng tak berbentuk di tangannya ke arah tempat sampah, kemudian beralih duduk di meja belajar, mengistirahatkan punggungnya dengan bersandar santai di sana. Mengabaikan Theo yang masih mengamati di atas ranjang.
Sebelumnya Somi memang pernah menjelaskan bahwa senjata itu ilegal. Sang ayah memiliki banyak sekali senapan dan berbagai jenis senjata lainnya di bunker—terletak di kebun belakang mansion keluarga.
"Kita harus bersyukur bahwa tas itu merujuk pada pemilik aslinya di Amerika. Setidaknya saat ini tidak akan ada bukti kuat yang merujuk pada kita." Julian mengangguk mengiyakan ucapan Theo.
Saat pihak polisi memeriksa CCTV sepanjang koridor menuju perpustakaan hingga arah gerbang masuk sekolah, tidak ada satu pun bukti yang mereka temukan, semua berjalan normal seperti biasa. Pelaku yang sengaja menaruh tas pasti tahu betul titik mana saja di sekolah yang tidak dipasangi CCTV, dan sialnya lagi perpustakaan hanya memiliki sebuah CCTV yang hanya menyoroti ruang komputer di bagian tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALPAS - LAILA ARMY
Fiksi RemajaTheo kira masa remajanya akan diwarna dengan asmara jatuh cinta, kebebalan tiada tara juga kebebasan tuk bersuara. Namun nyatanya menjadi bagian dari ACME International High School justru membuat Theo terlibat dalam narasi abu-abu penuh intrik. Dipa...