Chapter 5

62 15 2
                                    

[Sneak Peek]

"Menangis di hadapan yang lain bukan berarti lemah. Berbagi cerita bukan berarti haus akan perhatian. Kau hanya butuh dukungan dan telinga untuk mendengar. Berceritalah hingga merasa lega, karena aku tidak akan menghakimi seperti yang lain."

***

"Dia bilang bukan hanya kita?"

Theo masih menatap serius Julian yang tampak berpikir keras di hadapannya. Kedua pemuda itu masih disibukkan dengan teka-teki aneh pagi tadi di perpustakaan. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatap mereka penuh heran—akibat keduanya yang selalu terlihat bersama sejak pagi. Jelas seantero ACME akan melempar tanya, sejak kapan seorang Theo Ben Jarvis dan Julian Bixenman, yang katanya musuh bebuyutan, menghabiskan waktu bersama?

"Dia tidak mengatakannya secara gamblang, tapi aku yakin bukan hanya kita yang ada di dalam website ini." Julian memperlihatkan sebuah pesan pada ponselnya, sama persis dengan yang Theo terima akhir-akhir ini.

Theo tidak pernah menyangka jika Cromulent.com yang ia kira hanya sebuah website normal, yang peduli akan kesehatan mental remaja, nyatanya menyimpan sesuatu di sana—yang entah apa. Semua keanehan dan kejanggalan yang Theo rasakan sejak kehadiran pesan-pesan itu semakin masuk akal ketika mengetahui bahwa Julian juga terkena teror yang sama.

Jelas web ini tidak bisa lagi diremehkan. Terlebih alasan di balik mengamuknya Julian di ruang olahraga hingga pingsan, adalah akibat pesan teror dari Cromulent.com, yang seolah menekan dan membuat Julian harus menerima fakta bahwa ia adalah seorang hiperseksual. Sejak kapan sebuah portal dalam jaringan dapat mendiagnosa seseorang?

Hadir dalam sesi wawancara bersama perihal kesehatan mental pun tidak pernah Julian lakukan, lantas seenaknya melayangkan diagnosa. Benar-benar tidak masuk di akal.

"Apa yang mereka inginkan dari remaja seperti kita?" Theo membiarkan netra birunya bertabrakan dengan si hijau milik Julian untuk beberapa saat.

Sejenak ia melayangkan protes dalam batinnya. Dari sekian banyak siswa di ACME yang ada, kenapa harus Julian yang menjadi partner rahasianya?

"Mungkin mereka mengincar yang lemah mental." Julian memutuskan pandangan, beralih menatap sekitar kantin yang tampak berbisik-bisik—membicarakan kedekatannya dengan Theo yang tidak wajar dan sangat medadak.

Di saat Theo ingin bersuara dan menanggapi perkataan Julian, pemuda tampan itu justru berdiri, menyadari keberadaan Somi yang memasuki kantin. Gadis cantik itu pasti akan segera menghampiri dan tidak menyediakan ruang baginya untuk berbicara empat mata dengan si Theo.

"Ingat, jangan bocorkan ini pada siapa pun. Kita harus tetap waspada dengan peringatan itu."

Theo terkekeh remeh mendengar titah Julian, siapa memang yang akan repot untuk membocorkan hal ini pada lainnya? Dia pemegang rahasia paling andal—jika Julian belum tahu.

"Aku tidak seceroboh itu, dude."

***

"Jangan lupa datang malam ini, oke?" Jimmi masih betah untuk membujuk Theo agar datang ke pesta kecil-kecilan di rumahnya.

Mungkin tidak bisa disebut kecil-kecilan, karena kecil yang Jimmi maksud adalah pesta bersama teman satu angkatan juga beberapa junior dan senior yang ia kenal, di rumah mewahnya hingga dini hari. Jangan dilupa segala hidangan, fasilitas juga musisi underground yang tentunya sudah Jimmi siapkan sedemikian rupa.

Maklum, namanya juga Jimmi, salah satu siswa ACME yang gemar mengadakan pesta dadakan—terlebih jika orang tuanya sedang pergi ke benua Amerika untuk urusan bisnis. Pesta kali ini mengusung tema perayaan malam-malam terakhir musim dingin sebelum semi menyambut Perth.

ALPAS - LAILA ARMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang