Chapter 13

64 14 5
                                        

[First Kiss]

"Ketika suatu kebenaran terkuak, maka bersiaplah untuk bertemu dengan kebenaran-kebenaran lainnya."

***

Tidak ada yang paling menegangkan bagi Iris dari mencoba menyusup ke luar rumah, saat tengah malam melalui balkon kamarnya, di lantai dua. Bahkan rasanya lebih mendebarkan dari teror yang menyebabkan ketua Tim Cheerleader sekolah tewas tempo hari. Terlebih alasan Iris kabur adalah si tampan Theo. 

Singkatnya, Iris pantang untuk melanggar peraturan rumah.

Ini kali pertama baginya menyelinap tanpa izin dan pergi bersama seorang lelaki saat pukul hampir menjelang dua belas malam. Pada akhirnya Iris mematahkan pandangan Brian terhadapnya—ia adalah putri kesayangan yang pendiam, baik, tahu dan patuh akan aturan jam malam.

Bukan untuk tujuan yang tidak-tidak. Hanya untuk berjalan-jalan malam di wilayah luar Perth yang begitu menggoda untuk dijelajah—terlebih jika itu bersama Theo.

Iris menyelipkan sebuah surat di balik bantal, takut jika ia belum juga kembali di pagi hari nanti. Surat yang ia tulis dengan pena biru di atas sobekan kertas sketsanya—berisi pesan untuk orangtua agar tidak perlu merasa khawatir jika ia belum juga menunjukkan batang hidungnya di pagi hari, karena ia justru sedang bersenang-senang dengan melakukan trip singkat ke luar Perth bersama seorang teman.

Tok

Tok

Iris kemudian berjalan mendekat menuju jendela dan pintu balkon, ia membuka gorden dan mendapati Theo berdiri di sana dengan senyum yang merekah lebar juga kedua mata birunya yang begitu segar. Lelaki itu tampak sangat siap untuk petualangan mereka malam ini.

"Bagaimana bisa kau di sini?" bisik Iris sembari membukakan pintu dan meminta Theo untuk masuk. Menduduki kursi belajar sementara Iris mengambil sweter, sepatu, syal dan juga ransel yang berisi pasokan cemilan untuk mereka nantinya.

"Aku menggunakan tangga lipat yang ada di halaman rumahmu."

Ah, ada gunanya juga sang ayah meninggalkan tangga lipat di halaman rumah setelah mengambil bola plastik milik Jacob yang entah mengapa bisa berada di atas pohon yang cukup tinggi.

Penampilan Theo masih mengagumkan seperti biasa, walau hanya mengenangkan kaus hitam berlapis jaket cukup tebal dan celana jogger abu-abu. Si tampan asik menulusuri sesisi kamar Iris yang jauh jika dibandingkan dengan suasana kamarnya—rapih dan bersih. Ini kali pertamanya mengunjungi rumah si manis walau dengan cara yang bisa dikatakan ilegal.

Theo tersenyum kecil, suasana kamar ini benar-benar merepresentasikan karakter Iris.

"Aku sudah siap." Iris sudah berdiri di balkon dan bersiap untuk menutup pintu.

Langit Perth jelas sudah menunjukkan sisi gelapnya, walau samar ada percikan sinar rembulan yang membuat langit memunculkan sedikit sensasi ungu gelap di sana.

Setelah dirasa pintu tertutup rapat dan tidak ada satu pun orang rumah yang terbangun dari mimpi indah, Theo mendahului Iris untuk menuruni tangga lipat menuju rumput halaman rumah Brian.

"Pelan-pelan." Theo berjaga di bawah dan mengarahkan tangannya untuk menangkap Iris di bagian pinggang saat dirasa kaki gadis itu sedikit melenceng dari tapakan yang seharusnya.

Theo tersenyum lega setelah Iris berhasil turun, ia kemudian melipat tangga itu lalu meletakkan kembali ke posisi awal, sama persis saat ia baru saja sampai di rumah ini. Iris menatap pintu rumah, menggigit bibirnya dan meremas tali ransel yang ia bawa. Sedikit ragu untuk melanjutkan aksi kabur jalan-jalannya bersama Theo malam ini.

ALPAS - LAILA ARMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang