Chapter 14

84 15 23
                                        

[Stalker]

"Orion, rasi bintang pemburu yang paling mudah dikenali dengan mata telanjang. Satu kata berjuta makna, dan Julian suka itu."

***

Suasana sekolah sudah jauh lebih kondusif dari sebelumnya. Keamanan di sekitar gedung yang menjulang tinggi—mencakup kelas dan fasilitas lain bagi siswa—dipertingkat. Para orangtua akan menerima email dari sekolah perihal keamanan putra dan putrinya setiap pagi dan sore, yang sebenarnya dirasa kurang efektif dan tidak begitu penting. Hanya sebagai formalitas saja, katanya.

Rencananya, tiga kali dalam seminggu petugas dari pusat akan melakukan pantauan langsung, dari kabar yang beredar pantauan tersebut ditujukan untuk mengawasi pihak sekolah juga kegiatan siswa, takut jika kejadian hilangnya nyawa kembali terulang. Bagaimana pun juga insiden berdarah itu akan menjadi catatan merah bagi ACME, mungkin ke depannya sekolah ini tidak akan menempati daftar nama sekolah rekomendasi di portal resmi pemerintahan kota.

"Jimmi?"

Theo mengangguk kala Julian yang membawa senampan menu makan siang itu duduk di hadapanya dan melayangkan pertanyaan.

Pagi tadi, saat jam pelajaran sudah dimulai. Theo tidak sengaja mendapati orangtua Jimmi memasuki kantor utama dengan dua pria berseragam polisi. Nyonya Harvy dengan mata yang sembab, sedangkan Tuan Harvy merangkul bahu istrinya dengan rahang mengeras serta dahi yang berkerut.

"Jadi ... dia masih belum ditemukan?"

Theo lagi-lagi hanya mengangguk sebagai jawaban. Seharusnya hari ini si tampan merasa bahagia karena sudah genap dua hari ia menyandang gelar sebagai kekasih Iris. Seharusnya ia merayakan hai jadi mereka yang ke-empat puluh delapan jam. Namun, yang ada mood untuk menjemput Iris di ruang kelasnya harus hancur karena ia merasa gagal menjadi seorang teman.

Dia sudah cukup lama mengenal Jimmi, namun lelaki itu justru menghilang tanpa kabar dan ia tidak tahu menahu satu pun tempat yang mungkin akan Jimmi gunakan sebagai pelarian—kalau memang rekannya itu sedang dalam misi kaburnya.

"Aku kira dia memang meninggalkan Perth menuju suatu tempat. Pindah sekolah mungkin, tapi ternyata dia benar-benar menghilang." Theo meletakkan sendoknya, memilih untuk menyudahi makan siangnya bersama menu egg roll yang telah ia pesan tadi.

Julian menghela napas, melanjutkan santap siangnya sembari mengedarkan pandangan ke seantero kantin. Mencari Somi ataupun Iris untuk diajak bergabung bersama.

"Apa kau pernah berpikir kalau hilangnya Jimmi ada hubungannya denga Cromulent.com?"

Pertanyaan yang Julian lontarkan membuat Theo menatapnya begitu intens. Benar-benar intens hingga membuat Julian merasa tidak percaya diri. Ini pertama kalinya bagi lelaki itu merasa terintimidasi hanya karena sebuah tatapan.

Mata biru Theo masih mendominasi, membuat sepasang manik hijau Julian bergerak tidak nyaman. Bahkan lelaki itu merasa suasana sekitar seolah senyap—hanya ada mereka berdua di kantin ini.

Astaga, tunggu dulu, tidak mungkin bukan jika selama ini Theo tidak sebodoh yang Julian bayangkan? Jangan bilang sebenarnya Theo mengetahui apapun yang tidak ia ketahui, namun enggan untuk membicarakannya padanya.

"Julian, apa aku bisa mempercayaimu?"

Intonasi itu bahkan tidak pernah Julian dengar sebelumya. Siapa sebenarnya Theo yang berada di hadapannya saat ini? Mengapa auranya begitu mendominasi?

"Aku tidak sebodoh yang kau bayangkan, Julian."

"Seberapa banyak yang kau tahu selama ini?" sergah Julian.

ALPAS - LAILA ARMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang