Chapter 1

336 32 39
                                        

[Cromulent.com]

"Welcome to Cromulent.com, we are a community for teens and young adults who struggling with mental health problems. Join the conversation and learn how to get help."

***

Hari ini masih sama seperti yang telah lalu, biasa tanpa ada hal baru—bagi Theo namun tidak bagi siswa lain, yang tengah sibuk berinteraksi seolah ini adalah hari yang seru. Seragam putih hitam dengan rompi black bean terpasang rapi di tubuh Theo, membalut postur tinggi bidangnya dengan sempurna, terlalu sempurna hingga siapa saja yang melihat tidak tahan untuk sekadar melemparkan senyum tanda kagum.

Theo masih betah berdiam di posisinya, menyandarkan diri pada pagar pembatas lantai dua gedung sekolah, sambil sesekali menanggapi ocehan teman-teman satu kelas yang saat ini tengah sibuk mengamati barisan para junior di tengah lapangan utama.

Empat belas derajat celsius yang menyelimuti seantero Perth nyatanya tidak membuat siswa ACME International High School muram untuk menyambut hari pertama di tahun ajaran baru ini. Sembilan puluh sembilan persen dari mereka memasang raut bahagia tanpa celah—begitu antusias mencari ilmu di sekolah yang katanya paling sempurna satu negeri ini—sedang sisanya hanya diam dan mengamati tanpa berbicara, memang berkepribadian kaku atau mungkin merasa kurang percaya diri untuk mencari teman baru.

ACME, sekolah menengah berbasis internasional yang mayoritas siswanya berstatus darah campuran Asia dan sisanya—sebagian kecil—adalah siswa asli Perth. Walaupun dipenuhi oleh siswa Asia namun sistem pendidikannya tetap mengikuti kebijakan pemerintah Australia Barat, termasuk sistem suburb yang menghendaki domisili terdekat untuk memiliki kesempatan bersekolah lebih besar.

"Astagaaa, kau lihat gadis dengan rambut sebahu itu? Cantik sekali! Sejak kapan bidadari turun dari surga? Aku menandainya, kalian jangan ada yang merebutnya, oke?"

Koridor lantai dua mendadak ricuh dan terhibur akibat ulah Jimmi yang begitu antusias menunjuk ke arah seorang gadis, yang menjadi wakil angkatan kelas sepuluh, di atas mimbar upacara.

Theo dibuat terkekeh, tangan yang sedari tadi menggantung bebas di pagar pembatas kini ia arahkan untuk menjitak sayang kepala Jimmi, yang memang suka berujar ngawur. Teman baiknya itu memang jeli jika sudah berhubungan dengan gadis berparas cantik.

"Jika kau mendekati gadis itu, maka mau kau kemanakan si Somi, hm?" tanya Theo mulai bersuara. Ia yang tadinya sibuk melamunkan satu dua hal di kepala kini sudah kembali ke mood lamanya—si Theo yang ramah dan jenakanya disuka oleh siswi satu sekolah.

"Kau pasti tahu, Somi tidak bisa diharapkan, dia mendekatiku hanya karena aku berhasil meraih rangking pararel satu, juga menjabat sebagai penyiar radio sekolah. Bahkan belum ada tiga hari sejak dia menempeliku, dia sudah kembali mendekatimu dan si tampan lainnya," keluh Jimmi, merasa dipermainkan oleh Somi si primadona sekolah yang pesonanya bukan main.

Theo mengangguk paham, memang benar, Somi tidak pantas untuk bersanding dengan Jimmi yang terlampau tulus untuk masalah asmara. Siapa pun tahu kalau Somi hanya ingin bermain-main demi memperkuat pamornya yang sudah tak diragukan lagi. Maklum, seseorang dengan sifat self-centered memang haus akan popularitas dan perhatian.

"Masih ada dua tahun sampai kita benar-benar lulus dari sekolah ini. Aku sudah tidak sabar untuk menempuh bangku kuliah, sungguh."

Jimmi mengubah topik obrolan, membuat Theo yang tadinya tengah asik men-scanning wajah-wajah baru para junior di lapangan kini menoleh, mulai mengamati raut teman satu kelasnya itu.

"Memangnya kau lelah menjadi remaja?" tanya Theo penasaran. Sungguh, obrolan seperti ini adalah yang paling ia suka. Bertukar pikiran yang setidaknya memiliki bobot, walau ringan.

ALPAS - LAILA ARMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang