Chapter 17

52 10 0
                                    

[Polaroids]

"Kau boleh mencintai dengan sepenuh hati, namun kita perlu untuk mengetahui apa yang tersembunyi."

***

Rupanya menahan rindu sama sekali bukan keahlian yang Theo miliki. Si tampan—yang dikabarkan menjadi ketua Tim Baseball sekolah terbaik sepanjang masa ACME berdiri—Itu justru bergerak gelisah di duduknya. Sudah tiga hari Iris-nya tidak masuk sekolah karena demam yang mendadak datang sepulang mereka dari apartemen Julian, malam itu.

Sebenarnya bukan penyakit demam yang Theo khawatirkan, Iris sempat mengirim pesan bahwa sang ibu membawanya menemui terapis—lagi. Theo bahkan tidak tahu jika Iris pernah berurusan dengan terapis di masa lalunya sebelum resmi berdomisili di Perth. Gadis itu pernah bercerita bahwa ibu atau ayahnya bahkan tidak pernah tahu perihal kleptomania yang diderita, lalu ... apa ada masalah lain di sini?

"Di mana yang lain?"

Theo sempat terkejut saat Julian tiba-tiba saja menduduki kursi di sampingnya sembari membawa dua bungkus sandwich serta dua botol jus jeruk. Dari penampilan sudah dapat ditebak bahwa keduanya baru saja melewati mata pelajaran olahraga. Seragam tanpa lengan dengan nama masing-masing di bagian belakang itu tampak basah di bagian punggung.

Tanpa basa-basi Theo segera membuka bungkus sandwich dan melahapnya dengan cepat, bahkan tanpa Julian persilahkan terlebih dahulu.

"Apa foto-foto itu aman?" Julian memilih untuk tidak menegur atau bahkan menjitak kepala Theo karena telah mencuri sandwich dan jus jeruknya—karena lelaki itu memang akan memberikan dua menu itu pada Theo.

Theo mengangguk singkat sembari mengunyah, "Aku menyimpannya di loker."

"What the—?! Apa kau sudah gila?!" Untuk kali ini Julian tidak tahan untuk tidak meninju lengan Theo—yang menurutnya pelan namun terasa dahsyat bagi lawan bicaranya.

Bagaimana bisa Theo bertindak begitu bodoh dan ceroboh dengan menyimpan foto berupa beberapa lembar polaroid di dalam loker utama? Loker yang terletak sepanjang koridor lantai satu gedung, loker yang rasa-rasanya bukan tempat yang tepat untuk menyimpan benda privasi siswa, karena pihak sekolah rutin melakukan sidak dadakan setiap minggu—sandi loker setiap siswa terdaftar di sistem, guru berhak membobolnya tanpa permisi. Jadi, siapa pun yang menyimpan benda tajam, alkohol, rokok hingga narkoba akan berurusan dengan pihak sekolah.

Yang bermata biru meringis sejenak sebelum kembali menjawab, "Loker khusus tim baseball."

Walaupun setelahnya Julian berhasil menghela napas lega, tetap saja rasa was-was itu tetap ada. Loker tim baseball memang jelas lebih aman jika dibandingkan dengan loker utama, namun tetap saja tidak seharusnya Theo membawa polaroid itu ke sembarang tempat terlebih ke sekolah. Tekankan itu, ke sekolah.

"Sebaiknya segera kau pindahkan sebelum ada seseorang yang tahu dan kita bertiga akan mendapat masalah baru." Julian menyelesaikan kunyahan terakhirnya lalu meneguk sebotol jus jeruk andalan kantin sekolah sebelum pada akhirnya bersendawa sekeras mungkin.

"Kita bertiga?" Giliran Theo yang menyusul Julian untuk bersendawa, tanda lega seusai santap siang.

Julian mengangguk, "Ya. Aku, kau dan Somi. Karena Iris jelas tidak ada sangkut pautnya dengan ini." Ia kemudian menatap Theo dan menantikan respon lelaki itu.

Theo mengangguk paham, apa yang dikatakan Julian memang benar. Sepersekian detik setelahnya mereka hanya diam. Sibuk mengamati kantin yang semakin ramai, sembari sesekali mencari keberadaan Somi dan Iris di tengah-tengah kerumunan yang ada—mereka mengirim pesan untuk segera menghampiri setelah kelas usai.

ALPAS - LAILA ARMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang