[A Puzzle]
"Di saat kau hanya bisa melihat satu warna, mungkin orang lain dapat melihat ratusan
warna yang berbeda di sana."
***Julian terdiam di balkon lantai dua, menikmati mendungnya langit Perth yang makin menjadi. Bisa ia tebak setelah ini mungkin gerimis akan datang membasahi jalanan, membiarkannya menikmati sensasi petrichor yang ajaibnya selalu membuat sebagian dari diri merasa tenang.
Cuaca memang sedang tidak bisa ditebak, seharusnya sudah memasuki musim semi yang amat dinanti, namun langit Perth seharian ini masih mendung kelabu, seolah enggan membiarkan gumpalan awan putih menghias terangnya langit biru, bersanding bersama mentari yang sinarnya memberi hangat tiada tara.
Julian mengamati jalanan sepi beraspal halus dari posisinya saat ini, tidak ada pagar yang melindungi hunian besar namun bertema minimalis ini.
Halaman yang cukup luas itu dihias dengan rerumputan hijau segar yang begitu rapi—bahkan sekilas tampak seperti rumput sintetis. Ada trampolin berukuran sedang juga bola sepak dan basket serta hulahop yang berserakan di tepi halaman, mungkin milik penghuni rumah yang usianya masih anak- anak—pikir Julian.
Sunyi dan begitu tenang. Sangat berbanding terbalik jika dibandingkan dengan suasana di hunian apartemennya.Dilihat dari gaya arsitektur rumah juga lingkungan sekitar, sepertinya Julian tengah berada di salah satu kompleks hunian mewah Perth. Dari letaknya, yang dekat teluk Matilda, seharusnya Julian sudah bisa mengetahui betapa mahalnya harga rumah di area ini. Dari balkon ini bahkan Julian dapat melihat lautan biru yang jaraknya ratusan meter di depan sana.
Keluarga Iris cukup berada rupanya.
Julian kemudian kembali duduk di kursi santai yang berada di pojok area balkon, menikmati sisa sorenya di hunian milik si kaku yang secara misterius tak sadarkan diri di tepi pantai beberapa saat lalu—Kiantia Iris. Julian duduk termangu, mengabaikan jam istirahatnya yang sudah habis sekitar satu jam yang lalu—untungnya ia tidak perlu khawatir karena sang bos mengizinkannya untuk undur terlebih dulu setelah menghubungi via pesan singkat.
"Kau yang membawaku ke mari?"
Julian sedikit terkejut mendapati sosok Iris yang telah sadar. Gadis itu duduk bersandar di atas kasur kemudian menempatkan satu bantal di atas pangkuan untuk memangku kedua tangannya. Iris lalu terdiam cukup lama, mungkin berusaha mengingat apa yang sebenarnya telah terjadi sore ini. Ia sadar betul bahwa baju yang ia kenakan berbeda dari yang sebelumnya, juga surai hitamnya yang masih setengah basah.
Apa benar sleepwalkin'—nya sedang kambuh? Sesore ini? Dan sejauh itu—hingga ke pinggiran pantai?
Mengabaikan Iris yang tampak sibuk membatin dan menata ulang memorinya untuk peristiwa sore ini, Julian memilih untuk kembali mengamati suasana sekitar. Suasana kamar Iris yang begitu rapi, tipikal gadis kutu buku yang tidak akan membiarkan satu pun orang mengotori kamar—termasuk diri sendiri.
Dari seluruh elemen kamar yang didominasi plastel blue juga beberapa benda berwarna putih, Julian dapat menyimpulkan bahwa si kaku memang penyuka biru, dan mungkin itulah alasan mengapa ia menemukan Iris tergeletak di pantai sore ini—gadis itu butuh birunya laut dan langit yang membaur menjadi satu, tebak Julian iseng dalam hatinya.Julian menoleh ke arah Iris yang masih diam seribu bahasa, rupanya memang sediam itu, Julian bahkan sudah sepuluh menit lamanya menunggu Iris kembali bersuara dan mengajaknya untuk sekadar berbincang ringan. Namun satu kata pun tak dapat Julian dengar dari bibir mungil yang saat ini tampak begitu pucat.
Bibir mungil yang jarang mengeluarkan celotehan, kedua mata cokelat yang tampak begitu bening dan segar, hidung mancung kecil serta tubuh yang tak gemuk dan tak terlalu kurus. Tampak begitu manis, lugu dan polos. Jika dilihat sekilas, memang rasa-rasanya tidak mungkin gadis seperti Iris adalah seorang kleptomaniak seperti yang Theo ceritakan padanya. Julian bahkan sempat meragukan hal itu karena Iris terlalu lugu untuk dituduh yang tidak- tidak.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALPAS - LAILA ARMY
JugendliteraturTheo kira masa remajanya akan diwarna dengan asmara jatuh cinta, kebebalan tiada tara juga kebebasan tuk bersuara. Namun nyatanya menjadi bagian dari ACME International High School justru membuat Theo terlibat dalam narasi abu-abu penuh intrik. Dipa...