[The Lost Boy]
"Tidak ada yang lebih menenangkan dari pelukan gadis yang kau cintai. Senyumnya seolah tenaga, tawanya seolah nyawa dan suaranya seolah nada yang mampu membiusmu untuk berlama dalam angan tentang dirinya."
***
Jika kalian berpikir bahwa setelah peristiwa pagi indah di pantai rahasia—yang terjadi di antara si tampan Theo dan juga si manis Iris—mereka berdua akan semakin dekat, maka tebakan kalian ada benarnya. Walau sebatas bertukar pesan singkat di pagi hari dan menjelang tidur, saling menyapa saat berpapasan juga terkadang menghabiskan waktu makan siang bersama di kantin, Theo tetap bersyukur dan menghargai setiap progress itu.
Jika selama ini Jimmi seolah selalu mengomporinya untuk setidaknya mencari teman kencan atau sekadar mengajak gadis untuk menemani ke pesta—dan mengambil keuntungan untuk meniduri mereka setelah pesta usai. Maka Theo tidak pernah berpikir sedemikian rupa terhadap Iris.
Bukan. Theo bukan remaja yang tidak haus akan hubungan biologis yang memang selalu identik dengan para muda seusianya. Theo tidak semunafik itu, bahkan ia pernah dengan kurang ajarnya memakai pegawai muda kantin sekolah sebagai fantasinya di malam hari—yang sialnya siswa satu sekolah pun menyetujui bahwa tubuh wanita itu memang lebih dari sekadar berisi yang menggairahkan.
Hanya saja, Iris memberikan sensasi lain bagi Theo. Gadis itu mampu membuat Theo berdiam mengamati dari jarak yang aman.
Theo bahkan lebih sering sibuk memikirkan serta mengingat aroma manis tubuh Iris yang tercampur dengan aroma minyak bayi juga sengatan mentari siang hari. Juga aroma rambut hitamnya yang dikucir kuda, selalu memberikan sensasi mint yang samar tertinggal. Khas, dan Theo suka itu.
Belum lagi saat lengkung manis bibirnya menciptakan maha karya yang luar biasa susah untuk Theo abaikan. Dan jangan lupakan kedua netra cokelatnya yang tampak begitu jernih ketika paparan sinar matahari sore menyorotnya langsung di bawah langit Perth. Gadis itu selalu membuat Theo terpaku dengan caranya sendiri.
Iris memang bukan gadis paling sempurna yang pernah ia temui, namun Iris satu-satunya yang mampu membuat jantungnya berdebar sempurna dengan ritme yang begitu antusias tanpa henti.
"Sedang mengamati apa?"
Theo hampir saja menjatuhkan ponsel yang tengah ia genggam ke lantai satu—posisinya saat ini sedang bersandar di pagar pembatas lantai dua dengan kedua lengan yang ia tumpukan dan menggantung di pagar itu. Ia kemudian mengantungi kembali ponselnya dan menoleh, bersiap untuk menanggapi Jonas yang entah sejak kapan sudah ada di sampingnya dengan sebuah alat pel di tangan.
Theo tersenyum sejenak lalu menjawab, "Tidak ada Uncle, hanya sedang mengamati yang sedang berolahraga di bawah sana." Jonas mengikuti arah pandangnya lalu mengangguk singkat—ke arah kelas Iris yang sedang bermain futsal sebagai materi olahraga hari ini.
"Tidak mengikuti kelas?" tanya Jonas lagi, sepertinya pria itu akan singgah sebentar untuk bercakap dengan Theo, mungkin Jonas memang sedang ingin mengistirahatkan diri setelah mengepel bersih lantai gedung.
Theo menggeleng. "Aku melamun di dalam kelas, lalu Mr. Simon melempar spidol ke arahku. Dia memintaku untuk mengulangi apa yang telah ia jelaskan, tapi aku bahkan tidak mendengarkan satu kata pun dari beliau. Jadi ... di sinilah aku berakhir." Theo memberikan sinopsis singkat tentang apa yang terjadi padanya beberapa saat yang lalu, sebelum pada akhirnya si tampan berdiri seorang diri di koridor lantai dua yang sepi dan lengang ini.
"Aku dengar Jimmi tidak ke sekolah selama lima hari, apa benar?" Untuk pertanyaan yang satu ini Theo hanya diam. Berbicara masalah rekan terdekatnya di sekolah itu membuat Theo kembali dilanda rasa bingung dan ... penasaran.
![](https://img.wattpad.com/cover/237076796-288-k823301.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALPAS - LAILA ARMY
Teen FictionTheo kira masa remajanya akan diwarna dengan asmara jatuh cinta, kebebalan tiada tara juga kebebasan tuk bersuara. Namun nyatanya menjadi bagian dari ACME International High School justru membuat Theo terlibat dalam narasi abu-abu penuh intrik. Dipa...