3. The Bautiful Sakura

4.8K 285 2
                                    

"Ya Allah gue punya adek cewek gini amat. Woy bangun udah jam berapa ini!" Bang Praga masuk ke kamar dengan tidak santainya.

Kamar yang gue tempati sekarang, dulunya -sebelum gue datang menjajah- adalah kamar pribadi bang Praga, namun khusus selama gue disini kamar ini resmi menjadi hak milik gue. Fyi, apartemen bang Praga itu cuman punya satu kamar, jadi selama gue disini abang gue itu terpaksa tidur pakai kasur lipat di depan TV. Kasian ya? nggak juga sih. Salah dia sendiri pelit, milih apartemen yang single room.

Mari kita kembali lagi ke kelakuan abang gue.

Dengan kasarnya abang gue yang paling rese itu menarik selimut yang menutupi hampir seluruh tubuh gue, setelah tadi sempat membuka korden kamar ini, yang tentu saja mengganggu mata gue yang masih ingin terpejam. Kemudian dimulailah ceramah panjang yang biasanya keluar dari mulut Bunda. Ah jadi kangen Bunda.

"Bentar lagi lah bang, masih pagi juga." Gue kembali menarik selimut sampai menutup kepala.

"Emang lo udah sholat subuh." Bang Praga masih berdiri di samping kasur dengan kedua tangannya dilipat di depan dada. Berpose intimidatif.

Ini bapak-bapak bawel banget dah.

"Udah, tadi habis sholat baru tidur lagi." Gue menjawab dengan masih memejamkan mata dibalik selimut.

"Heh lo disini nggak gratis ya. Enak aja main sabotase kamar gue dan lo nggak bayar apapun. Bikinin gue sarapan sekarang, gue bentar lagi ngantor." Bang Praga kembali menarik selimut, benar-benar tidak mengijinkan gue tidur dengan tenang.

"Sarapan di kantor aja ngapa sih."

"Ngapain gue makan di kantor kalo di sini ada yang bisa masakin gue. Udah deh, lo bangun sekarang atau gue pulangin lo hari ini juga."

Kan pelit banget kan ini orang. Gue dengan semena-mena sudah dimanfaatkan jadi babu kalo kayak gini ceritanya.

"Ish iya iyaa.. mainnya ngancem lo ah." Akhirnya gue turun dari ranjang kemudian menjulurkan lidah pada bang Praga sebelum berjalan keluar kamar. Membiarkan kondisi kasur yang masih berantakan.

Setelah selesai membuat sarapan, merapikan kasur dan bang Praga sudah berangkat ke kantor, rencananya gue mau pergi jalan-jalan di sekitar apartemen untuk menghirup udara segar.

Saat gue sedang bersiap-siap dengan menyapukan polesan bedak tipis di wajah (yang sebenarnya sudah glowing ini), terdengar suara ketukan dari luar pintu apartemen. Mau nggak mau gue menyelesaikan aktifitas dandan gue dengan cepat dan berjalan menuju pintu masuk. Sebelum membuka pintu gue menyempatkan diri untuk mengintip melalui lubang kecil yang terdapat di daun pintu.

Ternyata cowok nyebelin itu, Azka.

"Hai" Sapa Azka dengan gantengnya, mengangkat satu tangannya ketika gue membuka pintu.

Oke, apa gue belum pernah bilang. Dari pengamatan mata gue yang paling jujur, Azka itu ganteng, banget malah. Tipikal cowok yang diem aja udah bikin cewek klepek-klepek. Oh, apa mungkin itu sebabnya dia irit banget ngomongnya. Sadar kali doi, diem aja udah narik perhatian banyak cewek apalagi ngomong. Eh, tapi jelas gue nggak masuk dalam kategori cewek-cewek itu.

"Ada apa?" Gue pun langsung bertanya tanpa mempersilahkannya masuk.

"Jalan yuk."

Tau dari mana dia kalo gue memang berencana jalan-jalan. Dan astaga, ekspresinya itu lho lempeng banget, heran gue.

"Kemana?" Tentu saja gue nggak langsung mengiyakan. Menyipitkan mata, gue berusaha membaca situasi.

Peraturan pertama, kalau diajak jalan sama orang yang baru dikenal jangan langsung diiyain. Siapa tau orang itu ada maunya. Mau yang 'iya-iya' gitu contohnya. Halah mikir apaan sih gue.

Caffeine (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang