16. Not My Wedding Day

1.2K 77 0
                                    

"Ada lagi yang perlu dibawa Ra?" Tanya Azka begitu gue keluar dari kamar. Yaps, Azka baru saja kembali ke Indonesia.

Setelah lebih lebih dari enam bulan lamanya kami tidak bertemu, akhirnya kemarin lusa Azka kembali ke tanah air tercinta ini. Dan hari ini adalah agenda kami untuk pergi ke Bandung, ke rumah orang tua gue lebih tepatnya, mengingat besok adalah hari besejarah bagi kakak gue, siapa lagi kalau bukan bang Praga Bagaskara.

Akhirnya setelah mengalami penundaan hingga beberapa bulan, yang disebabkan karena ada beberapa urusan pekerjaan yang harus diselesaikan oleh bang Praga sebelum resign, pernikahan bang Praga resmi diselenggarakan besok. Oh telling about that, bang Praga memang sudah lama berencana untuk resign dan kembali ke Indonesia setelah menikah.

"Enggak. Udah masuk ke koper semua kok. Tadi udah aku cek ulang." Gue menjawab sambil berjalan menuju dapur, mengambil bekal makanan yang sengaja gue buat mengingat tadi gue nge-skip makan siang karena harus ngebut ngerjain pekerjaan kantor biar gue bisa pulang ke Bandung dengan tenang. Kenapa gue harus ngebut? Karena hari ini gue ijin setengah hari agar bisa lebih cepat pulang ke rumah.

Oh ya, If you want to know, sekarang gue dan Azka sedang berada di apartemen gue. Tadi sepulang kantor Azka dengan senang hati menjemput gue dan kami memang sudah berencana untuk pergi ke Bandung bersama siang ini.

"Kalo gitu aku turun duluan ya Ra, aku bawa mobilnya ke lobby jadi kamu nggak perlu jalan sampe parkiran." Gue manggangguk dan tersenyum kecil menjawab ucapan Azka. Gue nggak bisa menahan senyum yang semakin mengembang ketika gue melihat Azka membawa koper yang memang telah gue siapkan tanpa gue minta.

Kalian setuju kan kalo gue bilang Azka itu tipikal suamiable bahkan matuable banget. Seperti tadi contohnya, dia tau bagaimana memperlakukan wanita dengan sopan dan tetap terasa manis.

Tadi begitu gue masuk ke mobil saat Azka menjemput gue di lobby kantor, laki-laki itu langsung mengulurkan minuman boba keninian dengan rasa coklat tanpa banyak bicara. Bahkan sepanjang perjalanan dari kantor ke aparteman, dia tidak protes ketika gue hanya menimpali seadanya pada setiap cerita yang dia bicarakan. Dia tahu gue lagi capek tanpa harus bertanya, dan dia cuma pengen membuat gue merasa lebih nyaman dan releks dengan cerita-cerita ringan. Yang lebih membuat hati gue menghangat adalah perlakuan kecilnya, sesekali tangannya akan terulur untuk mengelus rambut gue, dengan senyum yang selalu berhasil membuat gue merasa menjadi wanita paling beruntung.

Ini adalah salah satu faedahnya menjalani hubungan long distance, berkat rindu yang terus terpupuk dan tumbuh subur setiap harinya, ketika bertemu rasanya seperti memanen semua yang telah susah payah dirawat dan dijaga dengan sepenuh hati. Tidak dimungkiri kan kalau pasangan yang setiap hari bertemu akan lebih cepat merasa bosan, berbeda dengan pasangan yang bertemu setahun bisa dihitung dengan jari seperti kami, momen bertemu seperti ini menjadi momen terindah yang bisa kita abadikan. Sebenarnya apapun hubungannya mau long distance atau yang setiap hari bertemu memang punya resiko masing-masing, sama-sama butuh usaha dari kedua belah pihak untuk menjaga sebuah hubungan.

***

"Ka aku bawa sandwich nih, kamu udah sempet makan belum tadi?" Gue bertanya ketika mobil yang kami tumpangi telah masuk ke tol dalam kota.

"Udah kok, kamu makan aja. Pasti laper banget ya." Ucapnya menoleh sekilas, kemudian sekali lagi tangannya terulur mengelus puncak kepala gue.

"Hehe iya nih, maaf ya dari tadi aku banyak cuekin kamu. Habisnya aku capek, laper pula." Setelah menelan potongan sandwich di mulut, gue kembali menimpali ucapan Azka.

"Iya aku tau kok, jelas banget di muka kamu soalnya, kusut."

"Masak sih. Seriusan mukaku kusut banget?" Gue spontan mengambil cermin di tas untuk melihat seberapa kusut tampang gue sekarang.

Caffeine (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang