Terlambat

1.1K 109 0
                                        

Jeno masih terlarut dalam obrolannya di meja yang berisi beberapa seniornya, sebenarnya sedari awal ia sudah merasa sungkan untuk duduk bergabung di sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno masih terlarut dalam obrolannya di meja yang berisi beberapa seniornya, sebenarnya sedari awal ia sudah merasa sungkan untuk duduk bergabung di sini. Namun ia lebih akan merasa sungkan jika harus menolak ajakan sunbaenimnya itu, donghae hyung adalah orang yang selalu baik padanya dan termasuk salah satu senior yang dengan suka hati menyapanya duluan, maka ketika ada ajakan untuk bergabung bersama di meja mereka rasanya terlalu mahal untuk diabaikan.
Ia sedikit mengintip jam di layar ponselnya, pukul dua dini hari lewat beberapa menit, hiruk pikuk masih terdengar dari seluruh sudut restoran itu bahkan di beberapa meja sudah semakin menggila. Ia melirik ke arah meja teman-temannya, sudah barang pasti besok doyoung akan menceramahinya habis-habisan karena sudah berlaku tidak adil malam itu.
Namun bukan itu yang lebih mengkhawatirkannya, ia tidak menemukan jaemin duduk di kursinya semula. Ia juga tidak menyadari sejak kapan jaemin pergi meninggalkannya. Ia bergegas menghampiri meja teman-temannya dan menepak bahu renjun.
"Renjun, jaemin ke mana?"
Tapi renjun hanya mengangkat bahunya, tanda tak tahu. Haechan sedang bersiap untuk pulang bersama mark yang sudah berdiri lebih dulu. Jeno melihat chenle keluar dari pintu toilet.
"Le, ada jaemin di toilet?"
Tapi lagi-lagi chenle malah menggeleng mengkonfirmasi ketiadaan jaemin di tempat ini, ia menghitung semua teman grupnya, beberapa sudah meninggalkan tempat termasuk jaemin. Tapi yang seakan memberinya clue adalah kalau jisung juga tidak ada.
"Jisung kemana?"
"Tadi jaemin membawanya keluar.." sahut shotaroo member baru itu seperti mencoba mengeluarkan jeno dari kebingungan.
"Apakah sama jaemin?" Tuntut jeno pada taro.
"Emhh aku kurang yakin, tapi ya mungkin beberapa member sudah pulang kan?"
Jeno buru buru membuka ponselnya dan menelpon nomor jaemin, namun sepuluh kali ia memanggil sepuluh sekali pula panggilannya hanya dijawab oleh mesin penjawab. Ia kemudian mencari nomor jisung dan setelah dua kali tak terjawab di panggilan ketiga terdengar suara mabuk dan mengantuk jisung dari sana.
"Ji, kamu di mana?"
"Hem? Ini di mana?"
"Ini aku jeno, Ji. Cepatlah jawab kamu di mana sekarang?" Kekhawatiran jeno lebih pada jaemin yang sering kali tersesat di kota ini. Dan di waktu malam begini ia takut ada orang yang akan melukainya di jalanan.
"Dorm.. aku di dorm.." suara mabuk, pusing dan mengantuk dari jisung menjawab asal.
"Apa jaemin sama kamu di sana?"
Jisung tak lagi menjawab, rupanya ia sudah kembali tidur entah pingsan. Namun yang pasti dorm adalah satu-satunya harapan.
Jeno sudah tidak lagi menghiraukan panggilan dari meja seniornya, juga teman-temannya. Yang ada di pikirannya hanya jeno dan keselamatannya. Buru-buru ia mencegat taksi dan kembali ke dorm mereka.

Waktu sepuluh menit terjadi seperti puluhan abad yang menjadi jarak antaranya dengan jaemin, ia berlari menyusuri lorong dan menuju kamar mereka yang bersebelahan. Jeno jelas jelas sudah mengetahui kode masuk pintu kamar jaemin, bahkan di luar kepala ia menekan angka angka yang jadi kunci masuknya, sebuah tanggal pertama mereka bertemu bertahun silam.
Pintu terbuka dan lutut jeno kembali gemetar, hanya ada kamar yang sama dengan sewaktu mereka meninggalkannya tadi malam. Kecuali sprainya yang agak kusut dan tanda seseorang sempat tidur di atasnya, bukan kebiasaan pacarnya meninggalkan kamar dalam keadaan berantakan sekecil apapun kusut yang ditinggalkan.
Mata jeno tertuju pada satu hal, satu benda yang amat ia kenali. Ponsel jaemin. Saat itu ia berharap kalau pacarnya hanya pergi keluar sebentar sampai lupa membawa hpnya, tapi ini jam tiga pagi, untuk apa jaemin keluar dari sebentar dorm dan tidak membawa ponselnya.
Jeno bergegas kembali menuruni lift dan memburu meja penerima tamu, seorang lelaki muda matanya setangah mati menahan kantuk menyambutnya.
"Apakah kamu lihat jaemin keluar dari lift?" Gelagapan pemuda itu hanya mengangguk menjawab pertanyaan memburu dari jeno. "Kapan? Jam berapa bersama siapa?"
"Sekitar jam dua belas, dia sendirian jalan ke arah halte..."
jeno kian putus asa ketika sampai di halte dan rute dari bus terakhir bisa sampai di mana saja.
"Nana.. kamu di mana?"
...
Hari berganti namun kecemasan di hati jeno tidak. Ia duduk melamun di lobby gedung agencynya, sejauh apapun kekasihnya melarikan diri darinya tapi ia tidak mungkin mengabaikan jadwal latihannya.
Minggu depan ada sebuah jadwal di televisi untuk promo lagu baru grup mereka, resonance sudah berkembang menjadi puluhan juta viewers untuk diabaikan oleh televisi besar di negeri ini. Maka tidak ada alasan apapun bagi jaemin untuk tidak hadir hari ini.
Benar saja, sebuah sedan berwarna abu metalic berhenti di depan lobby menurunkan taeyong dan jaemin, sedan milik jaehyun itu pergi bersama petugas parkir, ketiganya berjalan masuk sambil menenteng tas latihan mereka.
"Kalau kamu ingin mengajak jaemin bicara sebaiknya lupakanlah.." bisik jaehyun sebelum berjalan melewatinya. Namun jeno tak ingin menurutinya dan ia hendak berlari ke arah jaemin yang sepertinya sudah malas melihat wajahnya.
"Na..."
"Yoooo jeno...." dari pintu lobby utara jeno tak menyadari ada orang lain yang berjalan dan langsung menubruk tubuhnya, donghae dan hyukjae bergantian merangkulnya, mengabaikan para dancer yang juga berjalan mengikuti mereka berdua. "Ah kemarin kenapa meninggalkan pesta terlalu cepat.. kami mencarimu.."
Jeno tak mampu meloloskan diri dari pelukan donghae dan membuat ia kehilangan kesempatan emas untuk bertemu jaemin, yang secepat angin barat ia membuntuti taeyong dan langsung menaiki lift menuju tempat latihan mereka.
"Maaf hyung, aku tidak bisa lama-lama, coach sudah menungguku di atas.." jeno segera melarikan diri menuju lift yang pintunya segera tertutup, diburunya wajah jaemin sebagai titik sasaran panahnya melaju.
Tapi kakinya hanya dua dan tak secepat anak panah yang dilemparkan ke mata hewan buruan, pintu tertutup membawa jaemin dan taeyong ke lantai sepuluh.
"Sialan..."
donghae masih mencoba memanggil namanya, namun ia mengabaikannya dan naik melalui tangga darurat mencoba menyusul siapa tau lift berhenti di lantai berikutnya.
Lift memang berhenti, namun pintu lainlah yang terbuka, membuat jeno tak habis pikir untuk segera masuk dan menekan tombol lantai sepuluh lalu berharap ia masih bisa mengejar jaemin ke sana.

Day Dream [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang