Boom!

394 37 0
                                        

Gelas sebening apapun tak pernah mengira air yang ia tampung pernah direbus hingga mendidih. Hidup itu pertaruhan, membiarkan mata takdir melemparkan nasib ke kepala setiap manusia. Kita tak pernah bisa mengelak atau menolak, kita seakan akan diikat tiang gantungan dan hanya bertanya pada sendiri, kapan waktunya tiba?

Sudah dua minggu sejak kegiatan promo berakhir dan kini giliran taeyong dan timnya yang sedang sibuk mengisi semua acara musik di televisi dan radio. Jaemin dan teman-temannya masih punya waktu libur selama sebulan ke depan, sebelum agency mengumumkan lagi tentang jadwal mereka semua berikutnya.
Jeno masih tertidur mengulat di sampingnya dengan dada telanjang dan selimut yang hanya menutupi sebagian badannya ketika jaemin membuka mata, seharian kemarin ia berada di gym bersama jaehyun dan jhonny lalu pulang sambil mengeluh ingin dipijat.
Diusapnya wajah orang yang kalau tidur seakan akan melupakan semua persoalan yang sedang dihadapinya. Ayahnya masih menanyakan tentang kesiapannya untuk bisa segera membuka labelnya sendiri, sementara jeno juga masih kukuh kalau ilmu yang ia miliki belum cukup untuk sampai ke sana.
"Hyung.." sebuah suara menyapanya ketika pelan pelan jaemin menutup pintu dan berharap tak membangunkan jeno. Jisung sedang berdiri di balik meja dapur dengan mangkok adonan juga mixer. "Untung membuat chees banana cake apakah harus pakai banana asli?"
Jaemin hanya tersenyum mendengar pertanyaan adik bungsunya di dorm itu, ia berjalan menghampirinya yang tampak repot dengan semua tepung dan adonan yang belum jadi. "Lihatlah di kulkas, di sana ada banana milk, dan simpan lagi susu yang putih itu.."
"Ah.. banana milk" jisung mengangguk faham. Ia menuruti apa kata jaemin, sementara itu dibiarkannya jaemin melanjutkan pekerjaannya yang sepertinya masih jauh dari kata usai.
Jaemin menggulung lengan sweater dan memasang apron kesayangannya di dada sambil mencampurkan beberapa bahan, sementara itu jisung sibuk memisahkan antara kuning dan putih telur.
"Aduklah sampai kalis, dan adonannya tidak jatuh ke kepalamu ketika kamu membalikannya ke atas.." perintah jaemin pada jisung yang langsung dituruti hanya dengan sekali anggukan saja. "Apakah kau akan pergi kencan?"
Jaemin selalu suka menggoda member termuda grupnya itu, apalagi ketika wajah dan daun telinganya memerah bukannya berhenti jaemin malah akan semakin memperoloknya.
"Ah tidak hyung..." jisung hanya tersenyum dengan raut wajah datar. "Aku hanya ingin belajar membuat sesuatu yang bisa dimakan oleh semua member dan mereka mengucapkan terimakasih kepadaku.."
"Omo..." jaemin mencubit gemas pipi jisung. "Manisnya adekku ini.." jaemin masih sibuk mengaduk beberapa adonan. "Aku yakin kue buatanmu ini akan enak sekali, karena bumbu utamanya ada.."
"Hm?" Jisung mengangkat alisnya tak mengerti. "Maksudnya?"
"Bumbu utama masakan itu perasaan bahagia, dan kalau sampai orang yang memakannya juga bisa merasakan kebahagiaan itu berarti kau telah memasukan bumbu yang tepat.." jaemin termenung sejenak. "Rasanya aku pernah mengatakan hal yang sama.."
"Ya itu filosofi utamamu dalam memasak" jisung hanya tertawa sebentar sebelum ia ikut panik mengikuti arah pandangan jaemin.
"Kau sudah memanaskan ovennya?"
"Ahh aku lupa hyung.." jisung berbalik dan berjongkok memutar tombol di depan oven memastikan suhu yang pas untuk memanggang kuenya.
"Apakah seseorang hari ini sedang berulang tahun?" Tiba tiba sungchan muncul entah dari mana. Dormnya ada satu lantai di atas tapi sepagi ini dia sudah ada di sini.
"Jisung hanya sedang gabut dan ingin memberiku pekerjaan saja Chan.." kata jaemin terkekeh. "Kau mau kemana sepagi ini sudah rapih?"
"Aku ada pemotretan untuk Inkigayo hyung, juga untuk majalah.."
"Wah.. daebak.."
"Pastikan kalian menyisakan kuenya untukku juga aku pasti akan pulang cepat.." sungchan sedikit mencolek adonan kue di pangkuan jaemin dan buru buru berlari ke arah pintu.
"Jaemin!!!" Suara haechan tiba tiba saja menggelegar memenuhi ruangan. Ia lompat dari pintu kamarnya dan berjalan tergesa menuju jaemin dan jisung. "Kau sudah membuka media sosial pagi ini?"
Jaemin menggeleng ragu. "Emh hp ku sepertinya tertutup tubuh jeno, kenapa chan?"
"Ah.. oh.." haechan seakan menarik dan seperti tidak jadi menyampaikan niatnya. "Mungkin sebaiknya kau memang tidak perlu melihatnya.."
Jaemin tak mengerti, begitupun jisung yang berdiri di sampingnya. Sampai akhirnya pintu kamar renjun dan chenle terbuka dan mereka berdua keluar dari sana.
"Chan, apakah jaemin sudah melihatnya?" Seru renjun dan chenle hampir bersamaan. Keduanya mendekat sambil menenteng ponsel mereka masing masing.
Haechan menggeleng. "Tidak, sudahlah jangan dulu.."
Belum selesai haechan bicara kini muncul mark dari kamar haechan dengan wajah bantalnya. "Apakah, kalian sedang membicarakan hal yang sama?"
"Ada apa ini sebenarnya?" Jaemin hendak merebut ponsel haechan namun haechan tak membiarkannya dan malah memasukkannya ke dalam saku celananya.
"Hyung..." jisung yang seketika mematung menatap jaemin dan hyungnya yang lain.
"Chenle, bicaralah ada apa ini?" Jaemin menyentak teman temannya yang berdiri dengan wajah penuh perasaan frustasi di hadapannya.
"Dispatch..." kata kata mark menggantung di udara. Semua idol tau apa arti kata atau akun itu bagi mereka, namun teman teman jaemin seakan ingin memastikannya terlebih dahulu kepadanya.
"Dispatch?" Jaemin mengernyitkan dahi rasanya tak mungkin kalau sampai akun media itu membocorkan perihal hubungannya dengan jeno yang telah berjalan selama ini. Meskipun di depan kamera sudah banyak bertebaran moment mereka berdua yang tidak dapat ditahan, lain ceritanya kalau sudah dispatch yang bicara.
Pintu kamar jaemin terbuka, jeno dengan kaos basket dan celana boxernya berjalan mendekat dengan ponsel milik jaemin di tangannya.
"Apakah itu benar?" Kini jeno malah menambah kekusutan yang terjadi. Jika pertanyaan jenopun seakan hendak memastikan maka apalagi yang seharusnya dipastikan kebenarannya pada jaemin. "Na, apakah itu benar?"
"A-apa..?" Jaemin malah balik bertanya, ia kebingungan hendak menjawab apa. Mengetahui sebuah jawaban selalu lebih mudah dari pada mencari sebuah pertanyaan.
"Apakah selama ini kau berkencan dengan seorang gadis tanpa sepengetahuanku?" Mata jeno sibuk menghakimi.
Jaemin langsung menyambar ponselnya yang masih ada di genggaman tangan jeno dan ingin memastikan sendiri apa yang terjadi. Layarnya terbuka dan di sana ia melihat fotonya sedang berbincang dengan elina beberapa minggu yang lalu ketika mobilnya mogok di depan dormnya.
"Mereka telah berkencan selama beberapa bulan.." penggalan kalimat yang hanya bisa jaemin baca dan isi kepalanya seakan dikosongkan seketika. Adegan ketika ia menyapa elina di atas panggung juga betapa akrabnya keduanya berbicara di depan mobil elina yang mengalami masalah malam itu tidak pernah ia pikirkan akan berakhir seperti ini.
"Damn it.." jeno memukul udara kosong di depannya, seakan akan kini terjawab sudah kalau cemburunya selama beberapa hari belakangan ini memang beralasan. Reaksi jeno membuat semua teman temannya mematung, dan mereka bingung hendak berada di pihak siapa.
Jaemin melepas apron dan segera berlari menuju kamarnya, jeno berjalan mengikutinya merasa kalau jaemin masih berhutang penjelasan kepadanya.
"Jaemin.." jeno hendak menahan jaemin yang kini sudah memakai jaket dan seperti hendak meninggalkan dorm. "Na jaemin!" Jeno meneriakan nama lengkap jaemin ketika panggilannya tak digubris oleh pacarnya itu.
"Apa?" Jaemin malah menatap balik jeno dan berusaha melepaskan tangannya yang berada di dalam genggaman tangannya. "Kamu membutuhkan penjelasan? Penjelasan yang mana? Penjelasan atas apa yang tidak pernah aku lakukan?"
...

Day Dream [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang