Uphill

579 51 0
                                        

Ada beberapa rumah yang tak bisa disebut sebagai rumah jika tidak pernah terasa nyaman setiap penghuninya pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada beberapa rumah yang tak bisa disebut sebagai rumah jika tidak pernah terasa nyaman setiap penghuninya pulang. Keluarga tidak akan bisa disebut keluarga jika mereka hanya punya rumah tapi tidak pernah bisa dijadikan tempat untuk pulang.
Jika harus dikumpulkan ada banyak sekali alasan kenapa jeno tidak pernah ingin pulang, tidak pernah merindukan rumahnya. Dorm baginya adalah benar benar sebuah suaka yang membuatnya merasa sangat aman berada di sana. Dia punya teman, dia punya keluarga, terutama dia punya jaemin.
Jeno lahir dari pasangan politikus yang mengejar karirnya benar-benar dari bawah, setidaknya itulah klaim sepihak dari mereka. Karena setahu jeno kakeknya yang seorang walikota dan kekuasan yang dimilikinya yang memperlancar kedua orang tuanya melenggang menjadi anggota majelis.
Kakak jeno sudah dicetak jadi penerus mereka bertiga sejak kecil, ia dituntut cemerlang di semua mata pelajaran, yang bahkan semua prestasi akademisnya membuat ia kehilangan masa kecilnya.
Suatu sore jeno dibawa jalan-jalan oleh pengasuhnya ke sebuah taman dan seorang agency iklan melihatnya, orang dari agency itu menawarkan kepada pengasuhnya agar jeno mau datang casting ke sebuah acara shooting iklan. Nyonya Choi, yang baik dan selalu santai itu mengiyakan dan membawa jeno ke sana hari itu juga.
Hari itu sesuatu telah mengubah hidup jeno sepenuhnya, yang semula ia hanya akan dijadikan cameo ternyata sutradara menganggap kalau wajahnya lebih pas di kamera. Sampai beberapa bulan kemudian kedua orang tuanya tidak mengetahui hal itu sampai iklan tersebut ditayangkan di televisi, Nyonya Choi sudah tak enak hati dan pasrah kalau ia akan kehilangan posisi sebagai kepala Asisten Rumah Tangga di rumah keluarga Lee, ternyata malah dijabat tangannya oleh Tuan Lee sendiri dan bahunya ditepuk bangga.
Iklan jeno yang meledak dan berhasil menaikkan produknya dipasaran meningkatkan citra baik bagi kedua orang tuanya, maka sejak saat itu kedua orang tuanya menyasar SM untuk menjaga citra tersebut, memberikan pendidikan di sekolah seni terbaik di korea untuknya, bahkan mendatangkan guru khusus untuk mengajari jeno semua hal soal dunia hiburan.
Jeno yang sudah merasa ngeri dengan kehidupan menyiksa milik kakaknya semula berpikir untuk menghindarinya, sampai ketika hari pertamanya ia duduk di lobby agency, seseorang telah mengubah cara pandangnya.
Mata jeno menatap sangsi pintu ruangan restoran yang sudah disewa secara khusus, setidaknya masih ada kesempatan untuk melarikan diri saat ini. Namun ketika setengah langkahnya hendak mundur pintu keburu terbuka dan ayahnya dengan helaan nafas berat melihat ke arahnya.
Jeno sungguh membenci setiap ajakan makan dari ayah atau ibunya, terlepas dari apapun maksud dari makan malam tersebut ia pasti dituntut harus melakukan sesuatu yang sangat tidak disukainya. Sesuatu yang lebih menguntung citra mereka di mata publik, alih alih membicarakan bagaimana kehidupan anak-anaknya.
"Ah kau sudah datang, duduklah" ayahnya melambaikan tangan ke arah jeno sekaligus mengusir dua orang asistennya yang semula duduk dan berbicara dengannya.
"Ayah sehat.." jeno sungguh sudah malas meladeni basa basi ayahnya, maka ia langsung meraih cangkir teh yang masih utuh dan sepertinya memang sudah disiapkan untuknya.
"Ayah baik, bagaimana kondisi di dorm apakah ada yang harus ayah urus?" Jabatan seakan akan bisa menyelesaikan semua persoalan dan jeno tahu kalau ayahnya sedang ingin menunjukan kekuasaannya.
"Semuanya baik, kami semua baik.." keduanya berhenti sejenak ketika beberapa orang pelayan datang mengantarkan makanan untuk mereka berdua.
Jika dengan menghabiskan setidaknya satu mangkuk sup saja bisa menyelesaikan pertemuan canggung ini, maka tanpa menunggu perintah jeno langsung mengambil sup yang ada di atas meja.
"Kira-kira.. kau butuh berapa tahun lagi untuk tetap berada di agency?" Pertanyaan yang membuat jeno berhasil mengangkat kepalanya. "Setahun? Dua tahun lagi?" Tiba tiba ayahnya mengeluarkan dua buah map bergambar sebuah universitas terkenal di seoul dan new york "kau bisa memilihnya..."
Jeno mengabaikannya dan terus melanjutkan makannya, ini benar benar sebuah topik baru yang coba dibicarakan oleh ayahnya. "Aku akan bertemu CEO, dan meminta kau segera berhenti..."
Kata kata ayahnya terpotong saat jeno meletakan mangkuk nasinya dengan sangat keras di atas meja.
"Kapan aku lanjut atau berhenti di agency semuanya ada di tanganku, ayah tidak berhak sama sekali untuk ikut campur soal itu..."
"Jeno!!! Aku sedang mempersiapkanmu untuk memimpin agency yang nanti akan aku buat di sana semua orang akan lebih mengenalmu.."
Jeno tersenyum sinis. "Cih, semuanya memang hanya soal ayah? Apalagi yang sekarang sedang diincar? Jabatan mentri? Presiden? Sekretaris PBB??"
"Berhenti di tempatmu anak kurang ajar!" Suara teriakan ayahnya terdengar ke seluruh restoran. "Tugas seorang anak adalah untuk membahagiakan orang tuanya! Bagaimana mungkin kau bisa tidak tau diri seperti ini? Memangnya jadi idola bisa membahagiakan hidupmu? Bisa bertahan selamanya?"
"Ayah bahagia atau tidak itu bukan urusanku sama sekali dan aku tidak ingin ikut campur.." jeno semakin malas berlama lama di sini, ia sudah bersiap membuka pintu dan meninggalkannya.
"Siapa yang sudah mengajarimu menjadi kurang ajar seperti ini? Apakah temanmu itu? Pacarmu itu kan??" Teriakan kedua ini berhasil membuat jeno berbalik. "Jika kau meneruskan langkah kakimu dari sini, tinggal pilih karir atau lelaki itu? Memangnya dia punya apa sampai kau tak pulang saat libur tahun baru dan malah tinggal di rumah orang tuanya!?"
"Berani menyentuhnya, jangan harap ayah bisa melihatku ada di korea lagi.." mata jeno mengancam, ia rela kehilangan karir dan semua yang telah dibangunnya, kehilangan keluarganya yang telah menjadikannya hanya sebuah boneka, tapi tidak jika harus kehilangan jaemin.
"Oh aku akan langsung menemui anak lelaki itu! Dia jelas jelas telah menjadi pengaruh buruk dan lihat kamu sekarang!?"
Ayahnya rupanya berambisi untuk mencalonkan diri menjadi presiden dan membutuhkannya untuk membangun citranya di mata publik. Jeno tak mampu untuk berkompromi lebih lama lagi. Membayangkannya saja ia mendadak merasa mual dan ingin mengeluarkan kembali seluruh makanan yang barusan masuk ke perutnya. Tapi jeno mencoba beradu dengan waktu ia tidak ingin ayahnya lebih dulu menemukan jaemin, sebelumnya.
"Na, kamu di mana..."
...
Hari ini jeno berpamitan pada jaemin untuk makan malam bersama ayahnya, sebenarnya jaemin sudah menawarkan diri untuk menemaninya namun pesan dari sekretaris ayahnya adalah agar jeno datang sendiri membuat ia tak akan bisa membantah apapun.
Jaemin hanya merasa tidak adil karena seminggu ini jeno sudah menghabiskan waktu bersama keluarganya namun ia malah tidak bisa menemani pacarnya untuk makan malam bersama keluarganya.
Akhirnya dengan pengawalan manajer jaemin memilih ikut dengan haechan, chenle dan jisung yang berencana memotong rambutnya di sebuah pusat perbelanjaan, ia pikir ia pun sudah waktunya mencuci atau mungkin bisa saja mengganti warna rambutnya. Meskipun jeno seringkali marah kalau ia mengganti warna rambut tanpa meminta ijin terlebih dahulu padanya, akhirnya karena tak mungkin juga menganggu jeno jaeminpun memilih hanya mempertajam kembali warna rambutnya yang sudah dicat putih, warna rambutnya yang paling disukai oleh jeno.

Day Dream [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang