Suatu Hari Di Masa Depan

399 40 0
                                    

Yang baik kau lepaskanpun ia akan kembali. Yang tidak baik, semakin kuat kau genggam, tanganmu akan tertusuk oleh kukumu sendiri.

Jaemin masih teringat kata kata siwon terakhir kemarin sebelum mereka meninggalkan panti dan kembali ke hotel, di sampingnya jeno duduk tertidur di tengah deru mesin pesawat dan ketinggian tiga ribu kaki yang dalam beberapa jam lagi seharusnya membawa mereka menuju daratan yang lain.
"Apakah kalian sudah memikirkan di mana akan menghabiskan hidup?" Tanya jaemin kemarin di dalam mobil yang membawanya dan siwon kembali ke hotel.
Siwon tak langsung menjawab ia menatap lama pada pemandangan yang seakan akan tak berhenti bergerak di luar jendela mobil mereka. "Aku sangat mencintai korea, jaemin.. sungguh tak ada kota dan negara sebagus itu untuk menghabiskan sisa hidupku bersama orang yang ku sayang, aku mencintai anak-anak dan donghae ingin membesarkan anaknya sendiri, sebuah mimpi yang terlalu besar untuk kami berdua, bukan?"
Jaemin diam tak menjawab. Jika dibandingkan dengan mereka berdua perjalananya dengan jeno selama ini jelas tidak ada artinya. Ia hanya ingin belajar satu hal bahwa tak semua rencana dalam hidup harus berakhir mulus.
"Usiaku sebentar lagi masuk empat puluh dan aku rasa aku sudah terlalu cukup hidup di tengah hingar bingar dunia hiburan, aku bersama donghae selalu membayangkan kalau kami akan tinggal di sebuah tanah luas dengan pondok dan beberapa hewan ternak, letaknya tak terlalu terpencil dan tak terlalu jauh dari kota, tapi kami ingin di sana tak ada yang mengenali kami sama sekali, kami ingin memulai kehidupan berkeluarga dengan cara yang terasa lebih manusia.."
"Apakah itu alasan kalian sering bepergian ke luar negeri akhir akhir ini?"
Siwon mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "Ini alamat rumahku di Carolina Utara, sesekali ajaklah jeno main ke sana, aku dan donghae pasti akan senang menerima tamu dari korea.."
"Hyung..."
"Sudah, simpanlah, tapi jangan bilang pada siapapun, terutama orang orang agency.."

Jeamin menceritakan hal itu pada jeno ketika keduanya saling berpelukan sebelum tidur di dalam kamar hotel mereka, jawaban dari grupnya siwon dan donghae masih mempertimbangkan untuk melanjutkan atau tidak perihal kontrak mereka bersama agency kini mulai memberikan jalan terang, hal itu yang akhirnya memancing jeno dan jaemin untuk membicarakan masa depan mereka.
"Maaf kalau aku waktu itu tidak membicarakannya denganmu, perihal pendidikanku di scotlandia dan rencana rencana berikutnya, aku hanya tidak ingin membebani hal hal berat kepadamu.." ucap jaemin sambil tidur di dada bidang jeno.
"Sudahlah, setidaknya aku punya waktu setahun setengah lagi untuk ku habiskan bersamamu di sini, atau mungkin aku juga sudah harus memikirkan sebaiknya aku melakukan apa.."
Keduanya sadar, puncak karir  mereka sekarang masih jauh lebih rendah dari pada kedua seniornya yang tidur di kamar sebelah.
"Jeno-aa setelah wamil dan mungkin comeback untuk beberapa tahun setelahnya mari kita pindah dan tinggalkan korea.. simpan uang kita dari sekarang untuk memulai sebuah kehidupan yang baru"
"Kau menginginkannya demikian?" Jeno mengaduk pucuk kepala jaemin dan mengacak ngacak rambutnya. "Sejujurnya aku juga menyukai edinbrugh, tapi aku ingin tinggal di kota yang memiliki lebih banyak sinar matahari.."
"Baltimore? Zurich? Sao Paolo? Wellington?" Jaemin menyebutkan nama nama kota favorit mereka berdua.
"Bagaimana kalau kita mulai membeli tanah atau properti di kota kota itu, setiap dapat keuntungan dari setiap comeback? Dan jalani hidup seadanya di korea lalu bersiap meninggalkannya di kemudian hari.."
Jaemin tak langsung menjawab, masih ada nama besar ayah jeno yang membayangi mereka berdua dan masih harus mereka pikirkan.
"Sayang, aku sudah beli mobil tapi kamu belum mencobanya..."
Jaemin mendelik malas dan malah memukul perut pacarnya itu.
"Buat apa?"
"Ya buat kita kalau butuh pergi kemana mana.."
"Aku tidak akan pernah mau naik mobil kamu kalau kamu pernah mengajak orang lain sebelum aku naik mobil itu.." jaemin bangkit dan meninggalkan jeno ke kamar mandi.
"Aigo... hanya renjun dan jisung.." jeno mengejarnya dan berusaha menahan pintunya.
"Terutama renjun dan jisung" wajah jaemin hilang di balik pintu kamar mandi.

Jaemin membiarkan tangan jeno yang menggenggam jari jari tangannya, seorang pramugari yang lewat membawa troli minuman hanya mengangguk sambil tersenyum, tak ingin mengusik mereka berdua.
Cinta adalah perjalanan satu arah tanpa harus memikirkan jalan kembali, bak pesawat yang terbang di tengah kebimbangan pilotnya. Jaemin hanyalah penumpang yang tidak pernah tau nasibnya akan berakhir seperti apa. Ia menatap orang di sebelahnya, mengusap lembut wajahnya dan berharap bisa terus melakukannya sampai akhir hidupnya.
"Aku ingin selamanya seperti ini, Tuhan.." jeno mengecup punggung tangan jaemin.
"Kamu tahu kalau awan awan di langit selalu berakhir kemana?" Tanya jaemin sambil terus membiarkan jeno melakukan apapun sesukanya.
"Hem?" Jeno tak mengerti dengan apa yang jaemin tanyakan.
"Apakah kita akan berakhir bahagia?"
Mendengar itu membuat jeno langsung menarik wajah jaemin dan menatap matanya tajam.
"Aku yakin kamu juga tahu, aku tak akan berteduh jika tidak hujan. Begitu juga mencintaimu, tak perlu kujelaskan alasannya karena apa"
Jawaban jeno membuat jaemin kembali memalingkan muka dan menatap ke arah jendela. "Akan seperti apa kita berdua setelah sepuluh tahun ke depan? Dua puluh tahun, tiga puluh, lima puluh atau.."
"Sayang, berhentilah sibuk dengan isi kepalamu sendiri, kita masih punya banyak waktu untuk kita habiskan berdua.."
Jaemin kembali menatap jeno yang dari tadi memandangnya dipenuhi pertanyaan.
"Aku cuma takut kehilangan kamu, a-aku cuma tidak mampu hidup tanpa kamu..." ia balas menggenggam erat tangan kekasihnya yang bahkan suara nafasnya saja dapat ia dengar dengan sangat jelas.
"Sepuluh tahun dari sekarang kita baru menyelesaikan wamil dan memulai kembali karir kita, dua puluh tahun dari sekarang kita sedang ada di puncak kedua, tiga puluh tahun dari sekarang kita ada di teras belakang rumah kita duduk berdua menatap ladang dan beberapa ternak, telinga kita berdua dihibur oleh berisiknya suara sungai yang menimpa bebatuan.."
"Hahaha apakah kau membicarakan tinggal di pedalaman norwegia atau negara bekas unisoviet?" Jaemin memukul perut jeno pelan.
"Di manapun itu, janjilah untuk menghabiskan waktu tua bersamaku, Na Jaemin.." tatapan jeno kini berubah serius dan menatap jaemin dalam waktu yang sangat lama.
"Stop, jangan menatapku seperti itu.." jaemin coba menepis tubuh jeno.
"Menatap seperti apa, hem?"
Jaemin memalingkan wajahnya kembali.
"Apakah kau sedang menggodaku?" Senyumnya terbit melihat kedua mata jeno yang mulai hilang ditelan senyuman. "Atau justru kau sedang berlatih melamarku?"
Jeno diam ia hanya tersenyum melihat jaemin yang bertingkah canggung dengan daun telinganya yang memerah.
"Untuk melamarmu, aku tidak perlu latihan.."
...

Day Dream [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang