Sederas Hujan Sore Itu

412 45 0
                                    

Kaulah rindu itu, embus angin dingin yang menggigilkan sembarangan.

Jeno masih tertahan di kamar jaehyun, pagi ini ia datang ke sini dan menceritakan segalanya, juga bertanya apakah jaemin sudah lebih dulu bicara pada jaehyun dan taeyong ternyata tidak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno masih tertahan di kamar jaehyun, pagi ini ia datang ke sini dan menceritakan segalanya, juga bertanya apakah jaemin sudah lebih dulu bicara pada jaehyun dan taeyong ternyata tidak. Mereka berdua tak kalah kagetnya dengan keputusan yang dibuat jaemin.
"Dia bahkan gak bilang kalau dia mendaftar.. seakan akan dia sudah merencanakan akan meninggalkan di sini sendirian hyung.." jeno memainkan cangkir kopi yang dibuatkan jaehyun untuknya.
"Kau menginginkan penjelasan tapi malah mengabaikan jaemin? Kau benar benar terlihat bodoh lee jeno..." jaehyun masuk ke dalam kamar mandinya dan membiarkan jeno sendirian.
"Sayang..." pintu kamar terbuka dan wajah taeyong muncul di sana. "Jeno..." ia berjalan mendekat. "Aku sudah mendengarnya, kau baik-baik saja?"
"Bagaimana aku bisa baik-baik saja hyung? Dia memutuskan semuanya sendiri tanpa minta pertimbangan sama sekali.."
"Beri jaemin waktu dan manfaatkan sisa waktu kalian sekarang, ku dengar agency nanti malam akan memberikan pernyataan resminya dan aku khawatir kau akan semakin kehabisan waktu bersama jaemin.." taeyong menatap jaehyun yang sudah kembali dari kamar mandinya, ia sudah berganti pakaian dan keduanya menatap jeno dengan tatapan menyedihkan.
"Aku harus mengantar taeyong terapi, apa kau mau ikut?"
Jeno menggeleng, ia bahkan tidak ingin berada di manapun kali ini. Ia membiarkan pasangan hyungnya itu meninggalkannya sendirian.
Matanya masih menatap jendela juga hujan yang turun membasahi kaca yang jadi pembatas antara ia dan langit yang berwarna kelabu di luar sana.
Mengingatkannya pada tujuh tahun lalu saat itu hari tengah hujan seperti ini.

Jeno duduk canggung di dalam sebuah ruang rapat kecil yang memiliki jendela yang terbuka, hujan turun dengan membasahi kota seoul sejak semalam. manajer park memintanya menunggu di sana untuk beberapa waktu sebelum mengantarkannya menuju dorm, menurutnya ada orang lain yang akan pergi ke dorm bersamanya.
Pintu terbuka dan seorang anak lain yang seusia dengannya langsung duduk di sampingnya.
"Apakah kau juga sama suka memandangi langit ketika hujan turun?" Bukannya berkenalan ia malah mengatakan sesuatu hal yang aneh bagi jeno. "Aku penasaran dari mana munculnya hujan dan juga ia bisa reda seketika.."
Jeno tak langsung menjawab ia masih dibuat terkesima dengan orang yang tiba tiba muncul di sampingnya itu, apakah dia anak yang dibicarakan oleh manajer park.
"Oh aku jaemin, na jaemin, kau?" Ia mengulurkan tangan mungkin hendak mengajaknya berkenalan. "Hei, ketika seseorang menjulurkan tangan dan mengajakmu berkenalan bukankah seharusnya kau menerimanya?" Tangan jaemin memaksa merebut tangan jeno yang masih terlipat di punggung kursi, yang semula ia gunakan untuk menyangga wajahnya saat menghadap jendela.
"Jeno, lee jeno.." jawab jeno tergagap tak yakin apakah memang itu yang dibutuhkan jaemin sebagai sebuah jawaban.
"Jeno?" Anehnya kening jaemin berubah mengkerut ketika mendengar nama jeno disebutkan. "Bagaimana aku harus memanggilmu, jeno-aa jeno-ya, jeno-shi.."
"Jeno, hanya jeno saja" jeno mengoreksi, namanya menang sangat sulit diucapkan oleh orang korea dan salah pengucapan saja akan membuat namanya terdengar menggelikan bagi orang lain.
"Ahhh jeno saja.." jaemin melepaskan tangannya dan kembali menatap keluar jendela. Memandangi hujan yang sedang turun dengan begitu derasnya. "Apakah kau mengikuti audisi untuk masuk ke sini?"
Jeno mengangguk pelan, teringat betapa susah payahnya ia menaklukan ribuan peserta audisi lainnya hingga kini ia berada di ruangan ini. "Aku penasaran audisi itu seperti apa memangnya?"
Sebuah ucapan yang membuat jeno terbelalak tak percaya ketika ia mati-matian bertarung di audisi kini malah ada seorang anak yang mengatakan hal yang tak masuk akal baginya.
"Memangnya kau tidak mengikuti audisi?" Apakah orang di sampingnya ini adalah keponakannya atau anaknya lee sooman sampai bisa masuk agency bahkan tanpa harus mengikuti audisi.
"Ya.." jaemin masih asyik memandangi hujan yang turun di luar sana, membasahi jendela juga seluruh kota, seluas mata memandangnya, hanya basah yang terlihat memantul dari aspal jalanan dan aroma petrichor yang memenuhi indera penciumannya. "Aku sedang bekerja sukarelawan di gereja bersama ibuku, mereka mengadakan bazzar yang semua hasil penjualannya akan disumbangkan untuk anak-anak di panti aku dan ibu menjual teobokki, lalu ketika istirahat ibu memintaku ke atas panggung, dia tahu aku senang bernyanyi dan menyuruhku menghibur anak-anak yang ada di sana.. aku tidak tahu kalau ternyata ada orang agency yang hadir di bazzar itu dan melihatku bernyanyi, kalau saja aku tahu ada dia di sana aku mungkin akan bernyanyi lebih bagus lagi, hehehe..."
"Lagu apa yang kau nyanyikan?" Tanya jeno penasaran.
"Emhh aku ragu kau akan mengetahui lagu ini.." jaemin menarik nafas dan tiba tiba saja ia menyanyikan sepenggal lirik dari sebuah lagu yang akrab di telinganya. "Saya akan menghapus kalimat yang sedih, cerita kita tak akan berakhir, sampai ketemu lagi.."
Suara jaemin membuat jeno menganga dan hampir tak percaya bagaimana mungkin ada anak sekecil itu memiliki suara yang amat dalam dan memiliki ciri khasnya sendiri. "Lagu.. lagu apa itu?"
"Otoke... apakah kau becanda?" Mata jaemin terbelalak juga menunjukkan gigi giginya yang besar itu pada jeno, tak percaya dengan apa yang baruan ia dengar.
"Aku sering mendengarnya tapi aku lupa.." terang jeno mencari pembelaan.
"Aniya, itu lagu EXO sunbaenim, peterpan.. judulnya peterpan.. apakah kita sudah boleh memanggil mereka sunbaenim?" Jaemin tampak berbalik melihat ke arah pintu, memastikan tidak ada orang yang datang melihat mereka, exo adalah sebuah hal besar dan mereka seharusnya tidak membicarakannya begitu saja. "Aku sangat menyukai lagu itu, karena.. lagu itu selalu mengingatkanku agar tidak usah lama lama bersedih, bukan berarti tidak boleh bersedih mereka hanya menyuruh kita agar tak perlu lama lama bersedih.."
di detik itu juga jeno memutuskan untuk menyukai lagu yang sama, ia sebenarnya cukup bersedih karena harus meninggalkan rumah tapi kini seseorang mengingatkannya agar tak perlu berlama lama bersedih hanya lewat sebuah lagu dan hujan sore itu cukup untuk mewakili air mata yang tak sempat jatuh dari dalam dadanya.
"Jeno.. mari berteman, mari berteman untuk waktu yang sangat lama, menurutku ini takdir yang menarik kita datang ke sini pada hari yang sama.." jaemin kembali mengulurkan tangan dan jeno menerimanya. Setelah sekian lama hidupnya dipenuhi kehampaan kini senyum hangat dan tulus itu mencoretkan warna pertama di ingatannya.
"Kau mau berteman denganku?"
"Tentu saja, paboo.." jaemin merenggut sebentar sebelum kembali menatap ke luar.

Day Dream [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang