Matahari muncul di balik tirai kamar jeno, entah nyali macam apa yang membuatnya bisa menunjukan diri di tengah musim begini. Seakan tak mendukung suasana hatinya yang tengah kelabu, kekalutan pikiran juga risaunya isi hatinya campur aduk jadi satu.
Jeno tidur saat malam hampir pagi, berkali kali ia mencoba masuk ke kamar jaemin namun pintunya tetap terkunci. Entah jaemin telah mengubah kode masuknya atau memang ia juga masih menahannya dari dalam.
"Hyung, manajer park menyuruh kita berkumpul.." terdengar suara jisung dari luar pintunya. Membuat jaemin dengan sisa tenaga yang ada turun dari tempat tidur dan berjalan menuju ruang makan. Meja makan yang biasa mereka jadikan tempat meeting darurat.
Teman-temannya sudah ada di sana, termasuk jaemin yang duduk membelakanginya, kursi di samping kiri dan kanannya sudah diisi oleh renjun dan chenle. Yang akhirnya membuat jeno duduk di tepi, namun ia masih tetap bisa memandangi wajah jaemin yang sejak tadi selalu membuang muka dan hanya melihat ke arah manajer mereka. Menambah perasaan bersalah di hati jeno dan ia berharap setelah pertemuan ini selesai ia bisa mengajak jaemin bicara dan menanyakan apa yang telah dikatakan oleh ayahnya tadi malam.
Jisung yang duduk di dekatnya sekaligus berhadapan dengan manajer park jadi yang terakhir duduk karena harus menggiring jeno dulu.
"Ada apa hyung?" Mark membuka pembicaraan. Sesuai jadwal kemungkinan tahun ini mereka akan fokus dengan tim masing-masing dan waktu debut NCT dream seharusnya masih lama.
"Apakah ini soal choreo dan lagu baru?" Tanya haechan cukup terdengar antusias namun tidak demikian dengan mimik wajah Park yang terlihat gusar dan cemas.
Tangannya mengangkat sebuah amplop ke udara "aku menerima ini tadi malam.." sebuah amplop surat yang isinya entah apa namun memiliki kepala dan tulisan sebuah institusi tapi semua member tidak ada yang bisa menerka apa isinya. "Jaemin, ada yang ingin kamu jelaskan?"
Sontak semua orang yang ada di ruangan itu menatap ke arah jaemin, renjun menggeser amplop yang tutupnya sudah dibuka itu dan menyerahkannya pada jaemin. Wajah jaemin berubah ketika dilihatnya sisi luar amplop tersebut dan pelan pelan ia mengeluarkan isinya. Ia membaca isi suratnya selama beberapa detik tampak sangat hati-hati dan teliti.
"Hyung, ada apa?" Haechan yang duduk di depannya berubah gusar.
"Jaemin-aa.." renjun menyentuh bahu jaemin, memastikan tak terjadi sesuatu yang buruk menimpanya. Kegelisahan juga tak bisa disembunyikan di wajah jeno, mengingat apa yang terjadi semalam antara jaemin dengan ayahnya.
"A-aku.." jaemin lumayan tergugup.
"Jelaskanlah jaemin.." tuntut manajer park. Manajer yang telah membimbing mereka dari awal debut hingga hari ini itu wajahnya mulai merah padam.
"Aku mendaftar ke Universitas Edinbrugh dan.." jaemin ragu melanjutkan perkataannya. "Diterima" sebuah kata yang membuat siapapun yang ada di ruangan itu terkesima sekaligus tidak tahu harus melakukan apa.
"Jaemin-aa..." renjun kebingungan antara harus menyelamatinya atau harus sedih karena harus kehilangan jaemin setelah ini. Begitupun dengan member yang lain meskipun tau bagaimana jaemin sangat mementingkan pendidikannya, tapi pergi di tengah karirnya seperti sekarang ini adalah hal yang tak pernah diduga akan terjadi.
"Aku bingung harus kasih selamat atau tidak.." komentar chenle yang sejak tadi sudah bisa melihat nama lembaga yang tertera di muka amplopnya.
"Hyung, apakah kau akan pergi ke irlandia?" Tanya jisung dengan wajah polosnya namun seakan mewakili isi hati member yang lain.
Semua orang menantikan jawaban jaemin, apalagi jeno, sesuatu telah robek di hatinya dan menyulut amarahnya, melupakan apa yang sebenarnya sedang mereka hadapi berdua saat ini.
"Nee.." jaemin mengangguk ragu. Dan di detik itu juga jeno mengangkat tubuhnya dari kursi lalu pergi meninggalkan ruangan. Langkah buru burunya kembali ke kamarnya dan terdengar bunyi pintu yang dibanting dengan sangat kasar.
"Jaemin-aa apakah kau sudah memikirnya dengan baik?" Tanya mark
Lagi lagi jaemin malah mengangguk.
"Emhh sebenarnya aku akan pergi ke irlandia enam bulan pertama dan dua tahun terakhir, di tengah-tengahnya aku masih bisa berada di sini karena pandemi semua pembelajaran akan dilakukan secara online, enam bulan besok aku pergi hanya untuk perkenalan kampus dan mengurus semua administrasi, juga memang kewajiban kampusnya agar enam bulan pertama aku harus ada di sana.. satu setengah tahun berikutnya aku masih bisa kembali ke korea dan kembali bersama kalian tapi di dua tahun terakhir aku harus kembali lagi ke sana.." jawaban jaemin membuat semua orang menyandar ke kursi dengan nafas yang mencelos keluar dari tubuh mereka.
"Jaemin, coba pikirkan ini.." manajer park angkat bicara. "Meskipun agency sekarang menyetujui dengan permintaan kamu untuk enam bulan pertama meninggalkan semua aktivitas grup, tapi ketika dua tahun terakhir kuliah kamu harus ada di sana, belum lagi kamu berencana melaksanakan wajib militermu setelah wisuda, maka itu artinya kamu sedang melemparkan bom ke karir yang selama ini telah susah payah kamu bangun.."
Jaemin terdiam sesaat memikirkan apa kata-kata yang tepat untuk menjawab ucapan dari manajernya.
"Aku mengerti hyung, aku sudah memikirkan ini matang-matang.."
"Tanpa membicarakannya dengan member grupmu atau denganku setidaknya, tapi kamu malah langsung menemui agency?"
"Ma-maaf hyung.." jaemin menganggukan kepalanya.
"Pikirkanlah baik-baik, setidaknya ku pikir surat itu bukanlah sebuah simbol mereka mulai menyita kamu dari kami mulai hari ini.." manajer park berdiri dan meninggalkan ruangan. "Dan ku pikir bahkan kamu tidak pernah membicarakannya dengan jeno.. jangan sampai grup ini kehilangan dua visualnya sekaligus.."
Ruangan berubah menjadi sangat hening usai manajer park meninggalkan mereka, mark dan haechan terlihat sedikit berbisik sementara satu bangku kursi kosong di samping mereka mulai meresahkan batin jaemin. Renjun dan Chenle yang duduk mengapitnya bergantian ikut membaca isi surat yang secara khusus ditujukan bagi jaemin.
"Aku minta maaf karena tidak memberitahu kalian soal ini.." kata kata jaemin menggantung di udara ketika teman teman grupnya kebingungan harus menjawab apa. "Kalian tau kalau ini mimpiku sejak lama dan kesempatan itu datang begitu saja.."
"Kami faham jaemin" tiba tiba mark menimpali. "Sistem kelulusan di unit kita dan kontrak kita yang sebentar lagi berakhir harusnya memang bukan sesuatu yang perlu kita risaukan dan kita semua berhak menentukan jalan kita masing-masing.. tapi.."
"Dreamis bukan lagi dreamis kalau tidak ada kau di dalamnya.." haechan memotong kata-kata mark.
Semua orang mengangguk menyejutui perkataan haechan. Bagaimanapun jaemin telah menjadi simbol bagi wajah grup, tak hanya itu suara berat dan uniknya memberikan kesan berbeda pada setiap lagu mereka.
"Aku hanya pergi enam bulan, setelah itu aku masih akan bersama kalian.." jaemin mencoba tersenyum namun hal itu tak mampu meyakinkan teman-temannya. Mereka telah tumbuh bersama dan melewati segalanya bahkan sejak usia belia. Tidak ada yang menyangka jika perpisahan terjadi begitu cepat kali ini.
...
Burung adalah penyampai berita yang buruk sementara angin adalah dalang di baliknya, entah bagaimana tak sampai setengah hari kabar diterimanya jaemin di sebuah universitas di luar negeri telah sampai ke komunitas komunitas fans dan meledak menjadi sebuah berita yang menggemparkan.
Semua laman sosial medianya diserbu penggemar, jaemin sampai sengaja mematikan dan menyimpan ponselnya di laci kamarnya. Setidaknya ia bisa bernafas lega portal portal berita itu tidak sampai menemukan kemana jaemin akan pergi.
Agency masih belum ambil tindakan, mereka telah berperilaku sebagaimana mereka biasanya. Tidak pernah mampu menenangkan penggemar lebih dahulu apalagi jika yang pertama dirugikan adalah nama besar agency, bukan soal pribadi artisnya.
Kerumunan wartawan masih berkumpul di depan dorm dan agency, menuntut penjelasan dan ketiadaan kabar tentang konfrensi press membuat mereka bertahan semakin lama. Gila memang padahal keputusan jaemin pergi hanya untuk melanjutkan pendidikan, bukan karena menutupi skandal kencannya atau ketahuan masuk bar di musim pandemi begini.
Jaemin menatap lama muka pintu kamar jeno, ia tahu betul kalau kini keadaan di antara mereka berubah ke titik paling buruk. Setelah semalaman ia coba mengabaikannya, kini giliran jeno yang menghilang dari kamarnya dan tak ada satupun yang tau kemana perginya.
Langkah beratnya meninggalkan dorm, ini hari sabtu dan seperti biasa ia harus datang ke gereja, beribadah dan melakukan kegiatan sukarelawannya seperti biasa, anak-anak pasti sudah menunggunya meski agency sudah berusaha melarang tapi jaemin yakin jika gereja merupakan lingkungan yang aman dan wartawan sekurang ajar apapun masih segan jika harus menerobos dinding pagar gereja. Hingga akhirnya agency memutuskan untuk memberikannya pengawalan demi menghalau hal hal yang tidak diinginkan, namun jaemin beruntung kali ini jisung dan sungchan menawarkan diri untuk menemaninya pergi ke sana.Jaemin duduk bersama Yonghwa, gadis paling kecil yang ada di kelompok paduan suara gereja. Memperhatikan teman-temannya yang sedang dipandu dalam sebuah permainan bersama jisung dan sungchan.
"Oppa... apa benar kau akan meninggalkan kami?" Setelah hampir lima belas menit mereka berdua duduk dalam kesunyian akhirnya yonghwa memberanikan diri mengangkat kepala dan bertanya pada idol favoritnya dan yang selalu baik padanya itu.
"Ah tidak, aku tidak akan pernah meninggalkan kalian.." jaemin bisa merasakan keresahan yang tergambar jelas di wajah yonghwa. "Aku hanya pergi sebentar, kau pasti tidak akan menyadarinya sampai begitu aku kembali.."
"Tetap saja kami akan kehilanganmu untuk beberapa waktu.." yonghwa memainkan boneka kain yang hari ini dibawa jaemin untuk ia dan teman temannya, di dalam sebuah dus besar dan mereka semua langsung berebutan mengambil boneka boneka itu. Membuat jaemin, jisung dan sungchan lumayan agak kewalahan takut kalau sampai ada anak yang tidak kebagian.
"Kau sudah memberi nama boneka di tanganmu?" Jaemin menunjuk boneka kelinci di pangkuan yonghwa.
Kepala yonghwa mengangguk kecil, ia memainkan hidung dan telinga boneka itu secara lembut. "Nana.. namanya nana.."
"Ah ku rasa aku mengenal nama itu?" Mata jaemin berusaha menggoda yonghwa. "Apakah kau menamainya dengan namaku, ah yonghwa..."
"Ya oppa, karena boneka ini yang aku terima terakhir darimu jadi aku ingin memberinya nama sama sepertimu.."
Jaemin tersenyum mendengar jawaban yonghwa, ia mengelus pucuk rambut gadis di sebelahnya itu. "Terimakasih yonghwa.."
"Oppa.." wajah yonghwa kembali terangkat. "Apakah oppa jeno akan tetap datang mengunjungi kami ke sini atau ke panti asuhan?"
"Ah tentu saja, aku akan titip pesan kepadanya agar tetap datang ke sini ketika aku sedang tidak ada di korea.." anak-anak ini sudah terbiasa melihat jaemin yang selalu muncul bersama jeno dan membawa hadiah hadiah yang selalu mereka nantikan setiap minggunya. Kabar di televisi pagi ini hampir saja membuat seisi panti diisi dengan tangisan, awalnya mereka mengira kalau latihan paduan suara untuk misa tahun baru adalah yang momen terakhir yang mereka miliki bersama jaemin.
"Oppa, apakah irlandia itu sebuah negara yang jauh?"
"Neee.." jaemin menjawab pertanyaan yonghwa dengan sangat sabar ia tahu kalau ia tidak bisa berbuat banyak untuk menghilangkan ketakutan di wajah mereka, kerisauan yang sama di hatinya juga, ia sudah menyayangi anak-anak ini lebih dari seperti ia menyayangi adik kandungnya sendiri. Ketakutan selalu saja muncul jika ada anak yang berhasil mendapatkan keluarga adopsi dan jaemin khawatir keluarganya tidak akan memperlakukan mereka dengan baik, maka pertemuan setiap minggu adalah moment baginya untuk memastikan bahwa mereka baik baik saja dan ia akan segera kehilangan hal tersebut. "Irlandia berada di benua yang berbeda, tapi meskipun jauh kau masih bisa melihatnya begitu dekat di peta, paling hanya berukuran sejengkal tanganmu saja yonghwa.."
"Oppa.." tiba tiba yonghwa memeluk pinggang jaemin dan kepalanya menelisik masuk ke dalam pelukannya. "Aku janji akan belajar dengan baik supaya bisa menyusulmu pergi ke sana.. aku ingin tumbuh hebat sama sepertimu.."
jaemin sudah tak mampu lagi membendung perasaan haru yang menyerbu kedua sudut matanya. Ia mengenal yonghwa sejak gadis itu masih bisa bermain main dalam pelukannya sampai kini ia bisa mengungkapkan isi hatinya sendiri. Jaemin tak ingin menutup acara perpisahannya ini dengan kesedihan, ia cukup merasa bersalah jika harus menanamkan trauma di benak jiwa jiwa yang masih amat suci itu.
"Kau pasti akan lebih hebat dariku yonghwa, aku tahu itu.." jaemin balas memeluk gadis yang selalu mengekorinya kemanapun ia pergi saat berada di sini, gadis yang wajahnya selalu riang dan tak pernah kehabisan bahan untuk membuatnya tertawa ini kini malah ia buat murung atas kesedihan yang menimpanya. "Belajarlah dengan giat, kau akan jadi orang besar suatu saat nanti.." jaemin menepuk pelan punggung yonghwa untuk menenangkannya, berusaha menahan agar tangis juga tak pecah dari matanya.
"Hyung, manajer park sudah menelpon agar kita segera kembali ke dorm.." langkah jisung mendekati jaemin.
Jaemin menjawabnya dengan sebuah anggukan. "Aku akan mengantarkan yonghwa dulu ke panti.." jaemin menggenggam tangan yonghwa dan berjalan menuju gedung panti yang berada di belakang gereja.
"Oppa.. sebenarnya aku juga ingin bilang kalau sudah ada satu keluarga yang ingin mengadopsiku.." yonghwa menghentikan langkah jaemin tepat di depan pagar bangunan panti.
"Ah aku senang sekali mendengarnya yonghwa.." jaemin berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan gadis berusia enam tahun itu. "Apakah mereka orang yang baik?"
Yonghwa mengangguk. "Kenapa kau dan jeno oppa tidak menikah saja lalu mengadopsiku sebagai anak, aku akan lebih senang tinggal bersama kalian.." perkataan yonghwa membuat jaemin tergelak dan hatinya bergetar di waktu yang sama. Sebuah impian soal pernikahan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan tapi ketika harapan itu bahkan muncul dari orang sekitarnya, kini hatinya dihantam luka lebam yang sangat dalam.
"Aku juga akan senang jika memiliki anak sepertimu yonghwa" jaemin masih berusaha menenangkan yonghwa dengan mengusap kedua sisi pangkal lengannya. "Nanti aku akan mengirimkan alamatku pada suster di biara, agar kau dan yang lain bisa mengirim surat kepadaku.."
tangis yonghwa benar benar pecah kali ini, ia tidak dapat lagi menahan diri untuk tidak memeluk orang yang selalu baik padanya itu, ia buru buru menubruk tubuh jaemin dan memeluknya dalam waktu yang sangat lama.
"Aku akan sangat merindukanmu oppa.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Day Dream [SELESAI]
أدب الهواةJeno dan Jaemin adalah idola muda dari sebuah agency besar di industri hiburan korea, keduanya sedang ada di dalam sebuah taksi menuju sebuah pesta perjamuan akhir tahun yang diselenggarakan agencynya. Jeno dan Jaemin adalah dua orang insan yang ta...