*8*

519 73 18
                                    

"Apa menurutmu dia bisa menjaga rahasia?" tanya Levi sambil memainkan pena di tangannya.

Erwin menghela nafasnya pelan. Ia memijit pelipisnya lelah karena pertanyaan Levi.

"Jika pada akhirnya Kuroko tahu, apa yang akan kau lakukan Levi? Ersha bahkan tidak akan menurutiku jika ia merasa ini salah," kata Erwin.

Erwin menyesap kopinya dengan tenang. Membiarkan Levi berpikir sambil mengerjakan dokumen kantor di hadapannya.

"Erwin, aku tidak bisa membiarkannya tahu," desah Levi lelah.

Erwin menghembuskan nafasnya. Matanya memandang Levi dengan tatapan iba sekaligus sedih.

"Kita berperang melawan ketidak adilan dulu, apa sekarang kita akan menjadi ketidak adilan itu sendiri Levi? Mereka berhak tahu. Cepat atau lambat," ujar Erwin.

Levi memijit pelipisnya pelan. Melihat seberapa lelahnya Levi, Erwin memutuskan untuk berpindah duduk di sisi Levi.

"Aku tidak pernah memiliki keluarga sebelumnya, Erwin. Aku takut jika Seijuro juga akan pergi seperti seluruh teman dan keluargaku dulu," lirih Levi.

Erwin tersenyum getir. Mengingat bagaimana Levi bertahan hidup di dalam dinding penuh sesak yang menyimpan mayat teman-teman dan keluarganya membuat Erwin merasakan sakit yang teramat dalam.

"Aku paham, kau memikirkan Kuroko dan Akashi sama besarnya. Aku memahami hal itu. Apalagi, Kuroko adalah bocah polos yang mengingatkanmu pada calon anak kita dulu. Tapi, kau tidak bisa menyimpan rahasia ini selamanya," bisik Erwin.

Erwin merengkuh tubuh mungil Levi. Membawa Levi ke dalam pelukan hangatnya yang memabukkan. Ia membiarkan Levi menenggelamkan wajahnya pada pundak lebarnya. Lalu, ia memberikan kecupan ringan di kepala Levi.

"Rahasia yang kau tutupi rapat-rapat, pada akhirnya akan terbongkar. Satu demi satu," kata Erwin pelan.

Levi memejamkan matanya lelah. Dia begitu lemah untuk saat ini. Lawannya saat ini adalah keluarganya sendiri, tidak seperti ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu. Sangat berbeda.

Kebingungan selalu mendatangi Levi di saat yang tidak tepat. Pada akhirnya, ia hanya harus memilih. Tetap merahasiakan kenyataan pahit itu, atau membeberkannya dan menyakiti hati adiknya sendiri.

Dan itu... bukan berarti Levi membenci pemilik surai biru itu. Levi... tidak pernah membenci Kuroko Tetsuya.

***

Jika ditanya apa yang akan membuat Tetsuya senang, tentu saja menggendong sosok bayi mungil yang akan memanggilnya dengan sebutan 'Onii-chan' suatu saat nanti. Atau mungkin memanggilnya dengan sebuatn 'Papa'.

Setidaknya, jika bersama dengan Akashi Seishuro, dia bisa mewujudkan salah satunya. Tapi, kenapa dunia ini begitu kejam?

Tetsuya mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Ersha. Tetsuya berbaring menyamping ke kiri untuk melihat Ersha yang terlelap. Tangan kirinya menjadi tumpuan agar kepalanya tidak menyentuh kasur sementara tangan kanannya bergerak mengelus pipi Ersha. Sesekali, ia akan menyingkirkan helaian rambut hitam yang mengganggu tidur nyenyak gadis itu.

"Seijuro dan Seishuro orang yang sama ya...?" gumam Tetsuya pelan.

Tetsuya menghembuskan nafasnya lelah. Ini terlalu tiba-tiba untuk diterimanya. Saat Tetsuya berniat mengelus surai Ersha, Ersha menggeliat pelan.

Gadis itu berbalik memunggungi Tetsuya. Menyisakan Tetsuya yang hanya bisa terdiam dengan tatapan pilu.

"Kenapa tidak sejak awal kau mengatakannya?" lirih Tetsuya pelan.

Cold Eyes [AkaKuro]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang