*18*

400 51 4
                                    

Tetsurou menunduk memandang makam yang masih baru. Matanya tidak memiliki emosi, namun hatinya begitu sakit. Kata-kata terakhir yang menjadi permintaan dari orang itu adalah agar Tetsurou menyelesaikan semuanya.

Tetsurou memasukkan jarinya ke saku celananya. Ia memandang nisan itu dengan tatapan sayu. Dia tidak bisa menyelesaikan semuanya.

"Semuanya sudah selesai, Ibu," katanya kemudian berbalik.

Saat Tetsurou berbalik, matanya segera terpaku pada sosok pirang yang tinggi. Kacamata yang dikenakan lelaki porang itu sedikit dihiasi oleh titik-titik air akibat dari gerimis yang datang.

"Kei," gumam Tetsurou.

"Kenapa?" tanya Kei, matanya menyiratkan banyak sekali rasa sakit dan Tetsurou tidak sanggup melihatnya.

"Maafkan aku, Kei," kata Tetsurou.

Tetsurou berniat melangkah menghindari Kei, namun Kei segera memeluk tubuh Tetsurou dari belakang. Ia menenggelamkan wajahnya di punggung kekar Tetsurou. Tepat saat itu, hujan berlalu menjadi lebih deras.

"Kenapa? Kenapa kau melakukannya? Apa kau tahu itu sangat menyakiti Tetsuya?!" pekik Kei, tak dapat menghindari suaranya yang terisak.

Tetsurou berjengit mendengar suara itu. Cahaya di matanya perlahan meredup. Ia berbalik untuk mendekap Kei dalam pelukan hangatnya.

"Ssst, maafkan aku Kei... aku melakukannya..."

"Apa alasanmu!? Kau bajingan! Kau sialan! Kenapa?! Kau masih menyimpan dendam?!" teriak Kei.

Wajah Kei terlihat begitu basah dan matanya memerah. Tetsurou bisa meyakini dari mata itu bahwa Kei sedang menangis. Air di pipinya adalah air matanya.

"Itu bukan..."

"Katakan padaku! Apa dendam itu lebih penting?! Apa kau tahu bahwa Tetsuya begitu memercayaimu?!" teriak Kei sambil memukul dada Tetsurou.

Tetsurou terdiam sejenak. Ini bukan soal dendam. Ini soal Kei. Tetsurou mengangkat tangannya. Ia menahan tangan Kei dan menarik Kei mendekat padanya.

"Apa yang kau katakan?" bisik Tetsurou.

"Kau... hiks... kenapa Tetsurou...? Hiks... kenapa...?" isak Kei.

Isakan itu menyakitkan. Tetsurou tidak pernah menyukainya.

"Aku melakukannya untukmu Kei," gumam Tetsurou.

Kei mendorong tubuh Tetsurou kuat-kuat saat mendengar alasan itu, namun Tetsurou malah mendekap Kei lebih erat.

"Karena Ibuku! Aku melakukannya karena dia! Untukmu!" jerit Tetsurou, tak dapat menahan rasa sakitnya.

Detik itu, Kei terdiam. Matanya perlahan terpejam dan jauh dalam lubuk hatinya, ia berterima kasih. Ia lega. Lega karena apa yang menjadi analisis Seijuro adalah kebenaran.

***

Masih dengan angkuhnya, Akashi Seijuro berdiri bersandar pada dinding. Sejak siang tadi, ia tidak pernah beranjak dari tempatnya.

"Apa kau sudah berada di sini sejak tadi?" tanya seseorang.

Sosok tinggi bermata biru langit yang menawan. Seijuro membuka matanya perlahan, ia memandang calon kakak oparnya dengan tatapan datar yang tak terbaca. Ah, dia yang membantu Levi untuk menyingkirkannya. Rasa geli muncul di hatinya saat mengingat betapa naifnya ia.

"Erwin, ada apa?" tanya Seijuro tanpa sopan santunnya.

Erwin memasukkan tangannya ke saku celananya. Ia memandang Seijuro dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.

Cold Eyes [AkaKuro]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang