Dua hari ga nulis di lapak ini rasanya rindu banget, tapi dua hari ini aku mager, bawaannya pengen tidur terus🦋
****
"Disatu sisi saya mencintai Lisa, tapi disisi lain saya tidak bisa melepaskan Rara."---Abi
****
"Om liberalisme apa?" tanya Lia pada saat mengerjakan tugasnya.
Vedro menoleh dan ikut duduk di sebelah Lia, melihat lihat bentuk soal anaknya, pasalnya ia sedikit ahli dalam bidang PPKn.
"PPKn ya Li?" tanya Vedro, Lia mengangkat kedua bahunya acuh, pasalnya ia tidak tau, sekolah hanya untuk mendapatkan uang jajan dan bermain bersama teman teman.
Seperti author contohnya:v"Gatau Om, Lia ga ngerti, Lia ga paham." Vedro menghela nafas pasalnya Lia itu anak yang pintar hanya saja semua kepintarannya tertutupi oleh kemageran yang sudah mendarah daging.
"Ini namanya PPKn Li, lain kali kalo gurunya lagi menerangkan Lia perhatikan biar paham." Lia hanya mengangguk anggukan kepalanya saja, pasalnya ia tidak paham, tapi sok soan paham.
"Gimana mau perhatiin om, dengerin pak Carles ngomong aja Lia udah ngantuk, ngomongnya pelan banget, ga malu emang dia sama badan kekarnya." Lia bercerita sangat antusias, pasalnya guru PPKn berkepala botak itu memiliki tubuh yang sangat atletis, tapi pas denger dia bicara kek manusia kurang darah, lemes cok.
"Hm, liberalisme itu suatu kebebasan bagi setiap orang atau manusia untuk mengeluarkan pendapatnya masing masing Li, jadi setiap orang itu berhak berpendapat." Vedro yang menjelaskan tapi Lia yang mengantuk, pasalnya gadis kecil itu sangat mudah tertidur.
Lia hanya diam menyimak cerita sejarah yang diberitahukan oleh Vedro, pasalnya ia tidak paham, lebih tepatnya malas memahami.
"Gimana paham nggak?" tanya Vedro setelah menjelaskan semua yang berhubungan dengan liberalisme.
Lia menggeleng dengan mata yang menahan kantuk. "Enggak."
"Astagfirullah nak, daritadi papa udah jelasin se detail mungkin loh." Lia cengengesan tidak jelas, tapi mau gimana lagi ia memang tidak paham.
"Yah mau gimana lagi om, otaknya ga nyampe ampe situ."
Vedro tersenyum dan mengelus pucuk kepala Lia. "Yaudah besok papa ajarin lagi, mending Lia jawab dulu soalnya."
Lia melihat sebuah catatan lebih tepatnya jawaban yang Vedro tulis dan tinggal ia salin lagi, akan tetapi jiwa kemagerannya datang, ia jadi malas untuk menulis jawaban yang menurutnya sangat menjengkelkan.
"Malem aja deh om, tamu kemageran Lia lagi dateng," jelas gadis itu sambil berusaha keras meraih bola basketnya yang terdapat di atas lemari.
Gadis itu meloncat loncat agar bisa menggapai bola basketnya, dan akhirnya Lia mulai memantul mantulkan bola oranye itu ke lantai, berusaha menguasai teknik baru yang diajari Tian tempo hari, kaki kecilnya mulai bergerak ke sana kemari, mendribble bola dengan tangan kanan dan kirinya.
Meloncat untuk memasukkan bola ke dalam ring yang dibelikan Vedro tempo hari, jangan heran kenapa di dalam rumah mereka terdapat ring basket, karena itu adalah usulan Vedro, ia tidak mau melihat Lia sakit karena bermain basket di siang hari, apa lagi di luar rumah. Kan sudah dibilang Vedro itu sangat menyayangi Lia.
KAMU SEDANG MEMBACA
RARA||Selesai||
Romance❝𝐊𝐮 𝐤𝐢𝐫𝐚 𝐤𝐚𝐮 𝐨𝐛𝐚𝐭, 𝐭𝐞𝐫𝐧𝐲𝐚𝐭𝐚 𝐤𝐚𝐮 𝐥𝐮𝐤𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐡𝐞𝐛𝐚𝐭.❞ ❝𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡𝐥𝐚𝐡, 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐞𝐫𝐝𝐮𝐥𝐢, 𝐭𝐨𝐡, 𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐚𝐩𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐠𝐚𝐝𝐢𝐬 𝐡𝐢𝐧𝐚 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐤𝐚𝐦𝐮? 𝐉𝐢𝐤...