part tujuh

810 84 7
                                    

Matahari menyapa dengan sinar hangatnya. Hari baru, cerita baru akan dimulai pagi ini. Tapi itu tak berlaku untukku. Perkataan Gus afeef masih terngiang di fikiranku. Sekarang aku harus apa? Mungkin gadis lain akan langsung meng iyakan jika berada diposisi ku. Ini masalah teman menua kelak, harus difikirkan matang matang. Banyak konsekuensinya, secara Gus afeef adalah putra dari seorang ustadz besar, cucu dari seorang kyai terpandang, otomatis sainganku adalah seorang Ning sedangkan aku hanya santri biasa jadi walaupun tidak aku jelaskan pasti semua orang tau itu

" Ghin kenapa kok melamun? " Tanya khanza kepadaku saat kami membersihkan kamar

Aku hanya menggelengkan kepalaku sebagai jawabannya

" Aku sahabatmu ghin, kamu nggak mau berbagi masalah sama aku? " Kata Khanza lagi

Tak ada salahnya jika aku berbagi dengan Khanza, kemungkinan dia ada saran untukku, kalaupun tidak, setidaknya beban fikiranku sudah berkurang

" Emm itu Za, semalam Gus afeef bilang___ "

" Bilang apa? " Tanya Khanza tidak sabaran

" Bilang kalau dia suka sama aku " jawabku pelan diakhir kalimat

" Aku bingung " lanjutku lagi dengan nada yang sama

Khanza hanya melongo tanpa merespon perkataanku

" Serius kamu ghin? Ya ampun aku nggak nyangka banget, beruntung banget sih kamu. Pasti jadi cople goals nih, kamu cantik trus Gus afeefnya ganteng pasti nanti keturunan kalian blasteran surga " kata Khanza panjang lebar dengan heboh setelah sadar dari keterkejutannya

" Ya ampun punya sahabat gini banget deh " ucapku dalam hati

" Ish Khanza yang serius dong, malah heboh sendiri " kataku dengan kesal

" Trus kamu terima nggak ghin? " Tanya Khanza mulai kepo

" Aku belum jawab Za, aku nggak percaya diri " jawabku

" Loh, kenapa nggak percaya diri? Kamu cantik, pinter, akhlak kamu juga baik trus apa yang bikin kamu nggak percaya diri? " Ucap Khanza

" Pasti saingan ku Ning semua Za, sedangkan aku cuma santri biasa " kataku sambil menunduk

Khanza langsung memegang bahuku sambil menatapku serius

" Denger aku ghin, Ning itu cuma sebuah gelar. Dimata Allah semua sama, yang membedakan hanya akhlak. Sederhana ghin, kalau Gus afeef milihnya kamu, yang lain bisa apa? " Jelas Khanza sambil terkekeh sendiri dengan kalimat terakhirnya

" Percaya diri ok? Tapi jangan lupa libatkan Allah di setiap urusanmu " lanjut Khanza

Aku terharu dengan apa yang dikatakan Khanza. Aku langsung saja memeluknya hangat. Dia adalah sahabat suka duka ku, sahabat seperjuangan ku dan aku bangga bisa menjadi sahabatnya

" Terimakasih Za " kataku disela pelulakan kami

" Nggak ada kata terimakasih dan maaf dalam persahabatan " jawab Khanza sambil mengusap punggungku

" Udah jangan galau lagi, masa pejuang galau sih " kata khanza mencairkan suasana

" Hehehe yaudah ayo lanjutin bersih bersihnya " jawabku

Aku menjadi sedikit lebih tenang setelah bercerita dengan Khanza, walaupun masih ada rasa cemas jika nanti tiba tiba Gus afeef menanyakan soal semalam. Setelah sekitar lima belas menit, kamar yang tadinya berantakan menjadi bersih dan rapi. Aku tersenyum senang melihatnya

" Ghin nanti materinya siapa? " Tanya Khanza sambil mendudukkan dirinya di ranjang

" Belum lihat jadwal aku Za " jawabku Sembari mengambil duduk disebelahnya

Tasbih Cinta Gus AfeefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang