Ponselku bergetar. Notifikasi pesan wa bergambar dikirimkan oleh istri rekan kerja mas Hans-selingkuhannya Jingga. Buru-buru aku membuka pesan itu dan ternganga kaget melihat apa yang ada di dalam gambar yang ia kirimkan.
Foto mas Hans sedang menggendong gadis berhijab di kedua tangannya. Foto itu sangat jelas sekali.
Tanganku yang memegang sendok makan seketika jatuh terkulai. Suara dentingan sendok yang terjatuh di lantai seolah menyadarkanku bahwa ini semua bukanlah mimpi belaka. Kucubit pipiku dan itu terasa sakit. Ini benar-benar bukan hanya mimpi. Ini nyata. Kembali kuraih ponsel yang tergeletak di atas meja karena tanganku terkulai sebelumnya. Kuperhatikan gambar itu dengan seksama dan benar adanya. Foto mas Hans dengan perempuan lain. Perempuan yang dibopong mas Hans dengan kedua tangannya. Perempuan berhijab. Berulang kali pula aku membesar kecilkan gambar tersebut dan foto itu benar-benar terasa sangat nyata, bukan, bukan lagi terasa melainkan memang benar nyata adanya. Di sana terdapat foto mas Hans dan perempuan lain. Tak dapat dipungkiri lagi.
Sebelum aku mengetik pesan karena tanganku terlampau gemetaran. Sebuah pesan telah masuk, "Jika ingin tahu selanjutnya, kita bisa bertemu."
Kepalaku tiba-tiba saja terasa sangat amat pusing. Rasanya semua tiba-tiba bergoyang-goyang. Aku ingin meraih gelas putih yang ada di mejaku tapi tanganku seolah tak mampu untuk menggapainya.
Aku masih berusaha untuk meraih gelas di hadapanku. Saat aku berhasil meraihnya, kulihat gelas itu bergetar di tanganku. Seperti getaran gempa bumi. Aku hanya memegang satu gelas saja, tapi kenapa beban gelas itu terasa aku memegang beras 25 kg?
Tak kuat. Aku tak sanggup lagi memegang gelas itu, meski jarak antara gelas itu dan bibirku hanya tinggal beberapa inci saja. Aku terlampau sangat amat pusing hingga tanpa sengaja gelas itu lolos begitu saja dari tanganku dan pecah ke lantai.
Aku pun terkulai lemas tak berdaya di meja makan. Sebelum gelap benar-benar menghampiriku, aku masih bisa mendengar seseorang berusaha berlari ke arah meja tempatku makan.
***
Samar-samar aku berusaha membuka kedua mataku. Rasa pusing masih ingin menetap di kepalaku. Aku pejamkan mataku sejenak lalu membukanya lagi. Nampak olehku plafon putih bersih yang terasa asing di mataku.
"Mia... Sudah bangun?" tanya seseorang. Aku mengerutkan kening dan langsung menoleh ke arah di mana suara itu berasal. Seorang lelaki berparas wajah arab dengan janggut tipis yang menambah aksen rupawannya. Tak pernah ada yang memanggilku Mia selain...
"Astaga, Hasan!" pekikku tak percaya. Hasan, teman saat kami SMP. Hasan tak pernah memanggilku Marisaa, karena katanya namaku terlalu panjang jadi ia memanggilku Mia dan sejak saat itu semua teman-temanku mengenalku dengan sebutan Mia.
"Gimana perasaanmu?" tanyanya seraya mencoba memeriksaku dengan stetoskop yang melingkar di lehernya.
"Wahhh, kamu jadi dokter? Alhamdulillah. Mimpi kamu terlabul." kataku turut senang. Dari dulu ia memang selalu ingin jadi dokter.
"Mia, kamu kebiasaan deh! Aku ngomong apa, kamu ngomong apa!" katanya dan aku terkekeh. Detik berikutnya pintu kamarku terbuka dan mas Hans terlihat tergopoh-gopoh masuk ke kamarku. Aku memasang wajah masam teringat wajahnya yang sedang menggendong perempuan lain.
"Marissa, apa yang terjadi?" tanyanya khawatir. Aku menoleh ke arah Hasan dan ia hanya tersenyum.
"Bu Marissa pingsan, pak. Tapi syukurlah kondisinya dan janin yang dikandungnya baik-baik saja." kata Hasan menjelaskan. Mas Hans terlihat mengembuskan napas berat. Kelegaan nampak di wajahnya.
"Alhamdulillah, anakku baik-baik saja." katanya lagi. Aku meringis mendengarnya. Aku akan memergokinya secara langsung dengan siapa ia selingkuh. Tidak sekarang, aku harus memikirkan nasib anakku ke depannya. Aku tak ingin rumah tanggaku rusak karena orang ketiga. Tidak. Aku tidak mau bernasib sama dengan Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
MADU SUAMI KAKAKKU ITU AKU!
Romance"Kamu puas sudah hancurkan hidupku? " kata Lara setelah menuangkan satu gelas air putih yang telah kupesan sepuluh menit yang lalu ke seluruh wajahku. Sebenarnya aku ingin marah, tapi aku menahannya sekuat tenaga karena aku tahu statusku saat ini...