Bab 21: Ketahuan!

1.6K 95 9
                                    

Pintu kaca mobil ini diketuk-ketuk. Aku menoleh ke arah pemuda pemilik mobil ini sembari membuka pintu mobilnya.

Mobilku yang dipakai oleh mas Hans belum bisa keluar dari parkiran karena banyaknya mobil masuk yang hendak parkir jadi ia menunggu rentetan panjang mobil-mobil lainnya selesai terparkir.

Mataku sudah merah dan wajahku telah basah saat pintu mobil ini terbuka dan pemuda di hadapanku menatapku cemas dan semakin kuatir.

"Mbak...  Mbak kenapa?" tanyanya cemas seraya memberikan sebotol air mineral yang diperolehnya entah dari mana. Aku tak bisa mengatakan apapun. Mulutku terasa kelu. Aku hanya bisa menoleh lemah kembali ke arah mas Hans dan perempuan lain yang duduk di sisi kemudinya.

Terlihat jelas oleh kedua mataku bahwa mas Hans melempar senyum kepada perempuan itu dengan penuh ketulusan. Lalu hal selanjutnya benar-benar membuatku runtuh sekali. Mas Hans mengecup punggung tangan perempuan itu yang digenggamnya dengan penuh kasih sayang.

Tangisku semakin menjadi-jadi menyaksikan hal itu. Dadaku tiba-tiba terasa sesak.

"Mbak... Mbak, mana yang sakit?  Yang kuat ya mba, ingat lagi mengandung... " kata pemuda itu padaku. Aku menoleh sejenak ke arahnya yang menatapku prihatin. Kuraih botol minuman yang sudah ia buka dan masih dipegangnya itu.

Dengan segera botol 600ml itu tandas tak bersisa. Pemuda itu benar. Aku harus kuat untuk kedua anak yang tengah kukandung.

Aku memandang ke arah mas Hans dan mereka masih di sana. Aku menatap marah ke arah mereka berdua yang terlihat mesra. Mas Hans yang terus saja melemparkan senyum kepada perempuan yang duduk di sampingnya dan perempuan itu yang membalas tatapan mas Hans dengan begitu dalam.

Perlahan wajah keduanya mendekat satu sama lain,  lalu hal yang benar-benar tak kuduga sama sekali terjadi. Entah bagaimana caranya mas Hans dan perempuan itu saling bercumbu. Aku yakin sekali hal itu meski keduanya melakukan hal itu dan menutupinya dengan cadar yang dikenakan perempuan tersebut.

Gila!

Bajingan!

Kurang ajar kamu, mas!

Aku semakin marah. Dadaku semakin terasa sakit. Belum pernah aku rasakan kesakitan yang seperti ini. Rasanya seperti luka dalam di hatiku menganga dan ditaburi garam hingga perih itu merenggut semua sel-sel di tubuhku. Hinggs perih itu benar-benar melenyapkan rasa cintaku dan meleburnya menjadi benci sekaligus.

Aku menelan ludah dan ketika mereka berdua menyudahi aksi ciumannya, aku menoleh ke arah pemuda itu sejenak sebelum mengambil ponsel dari dalam sakuku dan mengabadikan memori mas Hans dan perempuan tersebut dalam ponselku.

Mobil mas Hans akhirnya berjalan dan aku menoleh kembali ke arah pemuda itu.

"Bisa antarkan aku untuk mengikuti mobil tadi?" tanyaku pada pemuda itu dan ia mengangguk seolah ia sudah tahu gejolak apa yang tengah aku rasakan sekarang ini.

Aku langsung pindah duduk di sebelah kemudi dengan segera. Pemuda itu dengan sangat lihai dan tangkas mengendarai mobilnya mengikuti mobil mas Hans yang sekarang ada di depan mobil yang kukendarai.

Aku mengeluarkan ponselku dari dalam saku dan mulai mengetik pesan balasan untuknya.

[Aku ada di Bandung,  mas... ]

Tak butuh waktu lama pesan itu terkirim dan terbaca olehnya. Tak lama kemudian statusnya berubah menjadi mengetik. Aku tersenyum mengejek ke arah pesannya lalu dengan segera mengirimkan foto dirinya dan perempuan lain itu kepadanya.

Tak ada status mengetik lagi. Lalu aku melihat mobil milikku yang dikendarai mas Hans memberi sein ke arah kiri.  Aku tersenyum sinis melihat hal itu.

"Kita juga perlu berhenti?" tanya pemuda itu dan aku menggeleng.

Kulihat mobilku terparkir sembarangan di pinggir jalan.

[Aku butuh penjelasan!  Dan jangan coba-coba berkilah atau membodohiku!] pesan terakhirku langsung terbaca dan tak lama kemudian ponselku berdering.

Aku melirik lewat kaca spion,  kulihat ia sudah keluar dari mobilnya seorang diri dengan satu tangan kirinya memegang ponsel di telinganya dan tangan lainnya memegang tengkuk belakangnya.

Kutolak panggilannya dan meminta pemuda itu membawaku ke rumah makan manapun,  karena untuk marah aku butuh kekuatan ekstra.

***

Aku telah menandaskan tiga piring nasi padang dengan cepat. Pemuda di hadapanku hanya bisa melongo heran. Sudah kukatakan padanya bahwa ia boleh meninggalkanku pergi,  tapi ia menolak dengan dalih ia  harus mengantarkanku pulang ke rumah dengan selamat. Aku tersenyum kecil mendengarnya kemudian melanjutkan makanku dan menyudahinya segera.

"Rumahku ada di Jakarta, emang kamu mau mengantarku?" tanyaku padanya.

"Gak masalah." jawabnya dan aku menatapnya heran.

"Sejauh yang kau lihat.  Aku jauh lebih baik. Lihat!  Aku bahkan sudah makan tiga piring!"

"Apa yang kau lihat sudah bisa kusimpulkan dengan baik. Suami selingkuh dan kamu hamil anaknya! Menyakitkan sampai tak mau mengungkapkannya karena terlampau sakit."

"Jangan sok tahu. Aku hanya butuh tenaga ekstra setelah ini. " kataku padanya penuh percaya diri padahal aku sendiri ragu, apakah aku masih mampu menginjakkan kaki di bumi setelah ini?

"Gak ada perdebatan!  Aku anter kamu sampai ke manapun tujuanmu!"

"Terserah. Dasar keras kepala!" umpatku.  Suara sendawaku membuatnya tersenyum. Aku tak tahu umur pemuda tampan ini berapa tapi yang jelas sepanjang ia bersamaku tadi telah banyak kulihat tatapan iri perempuan-perempuan yang kulewati. Bagaimana mereka tak iri? Pemuda ini mendekati sempurna. Wajahnya tampan bak artis korea ngehits. Hidung mancung, kulit putih bersih. Alis mata dan rambut yang tebal. Bola mata hitam dengan bulu mata yang lumayan lentik. Bibir tipis berwarna peach dipadu dengan lesung pipit kecil di tulang pipi saat ia tersenyum. Tinggi sekitar 180 cm dengan bentuk tubuh yang proporsional. Ia hanya mengenakan kaos bermerek berwarna putih yang dipadukan jam tangan mahal yang harganya ditaksir hampir satu milyar.  Celana jeans biru dengan sandal kulit yang nyaman sangat pas dengan kaos putihnya. Ia artis kesasar!

Aku berdiri dari tempatku duduk diikuti olehnya,  lalu ia menuju kasir untuk melakukan pembayaran dengan sesekali menoleh ke arahku dengan tatapannya yang menjaga itu seolah-olah aku bakalan kabur darinya.

Pemuda aneh!

Pemuda itu kembali kepadaku lalu memintaku duduk di mobil dari pada berdiri lama-lama, katanya. Ketika kita sudah bersisian,  ia mulai menjalankan mesin mobilnya membelah kota Bandung.

"Balik ke Mall saja."

"Hah?"

"Motorku ada di sana." kataku padanya.

"Gampang, aku bisa minta anak buahku buat mengambilnya. Atau minta saudaramu buat ambil,  gampang kan?  Kita pulang dulu,  aku yakin kamu gak butuh istirahat,  tapi anakmu butuh. Ibunya shock lihat bapaknya sama perempuan lain. Otomatis anaknya juga kesel donk!" kata pemuda itu dan aku hanya mampu mengangguk lemah saja.

Akhirnya ia mengantarkanku sampai di depan rumah. Saat aku turun dari mobil ini, bersama dengan pemuda dingin dan keras kepala itu,  baru kusadari di teras rumah ada seseorang yang tengah menunggu kehadiranku.

Mas Hans?

Mas Hans?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MADU SUAMI KAKAKKU ITU AKU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang