Empat

7 2 0
                                    

Malam minggu selalu menjadi malam panjang bagi Giana. Pemandangan pasangan muda-mudi sudah tidak asing lagi untuk matanya. Cafe disaat weekend tiba memang selalu menjadi yang teramai, apalagi malam minggu.

"Huft, cape banget ya, Mbak?" keluh Giana pada Santi, teman kerjanya.

"Iya nih rame banget. Tinggal nunggu dua meja, kita bersih-bersih ya, Gi. Sekarang bersih-bersih bagian belakang aja dulu." ujar Santi mengintruksi.

"Iya, Mbak. Gia nyuci dulu, Mbak beresin yang disini aja, sekalian jaga sini."

"Seriusan nggak mau dibantu? Mending kamu aja yang jaga disini. Lagian kan habis ini Mbak langsung pulang, lah kamu harus jenguk ayahmu di rumah sakit." tawar Santi memberikan Giana keringanan.

"Nggak usah, Mbak. Cucianya juga nggak banyak kok. Tadi mas Rangga udah nyuci sebagian." tolak Giana.

"Yaudah deh, Mbak beresin sini dulu ya."

"Iya Mbak."

Giana berjalan menuju belakang. Dia mulai membuang sisa makanan dan minuman ke dalam tempat sampah. Segera ia cuci gerabah yang memenuhi wastafel itu.

Sudah hampir setengah jam Giana mencuci, tapi dia masih belum selesai juga.

"Sini Gi, biar Mbak aja yang lanjutin." ujar Santi

"Nggak usah, Mbak. Bentar lagi ini selesai."
"Oh, pelangganya udah balik, Mbak?" tanya Giana yang melihat Santi membawa gerabah kotor.

"Udah, sini biar Mbak aja. Kamu tolong buangin sampah sisa makanan ini sama sampah di depan." pinta Santi.

"Yaudah deh. Gia buang sampah dulu ya, Mbak." pamit Gia sembari memungut sampah sisa makanan.

Giana masuk ke depan cafe, mengambil sampah yang Santi maksud. Dia lantas keluar Cafe, berjalan menuju samping cafe dimana box sampah tersedia.

Selesai dengan tujuannya, Giana membersihkan tangan dan baju kotornya.

Bruk

"Aaa!" jerit Giana.

Seseorang menghantam tubuhnya. Tak sengaja tangan kanan Giana berpegang teguh pada tengkuk milik lawanya. Tangan kirinya pun menggenggam lengan kanan orang tersebut. Sampai membuat keduanya terhuyung jatuh bersamaan ke aspal.

Hampir kedua bibir itu bersentuhan, kalau saja laki-laki di atasnya ini tak memiliki reflek yang cepat.

"Lo apaan si, narik-narik kepala gue!" sentak laki-laki yang menabrak Giana.

"Ya lagian situ ngapain nabrak gue. Jalan kan lebar!" balas Giana tak terima disalahkan sepihak.

"Eh, lo yang nipu gue, kan?" tuduh Giana menunjuk hidung laki-laki tersebut, yang masih sibuk meraba tengkuk dan area dada bidangnya.

"Iya ga si? Iya ih mirip banget!" ujar Giana semakin yakin dengan ingatanya.

"Apaan si lo! Nggak ada ya penipu seganteng gue!" balas laki-laki yang Giana tuduh itu. Dia sudah rehat dari kesibukanya.

"Iya bener! Lo yang sok ngasih kembalian padahal uang pas. Lo yang dari apartemen itu kan?" tanya Giana memastikan sembari menunjuk sebuah gedung pencakar langit yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Ngaku aja lah ...." belum selesai dengan kalimatnya, Giana tertegun. Dia tak mendapati laki-laki penipu itu dibelakangnya lagi. Padahal Giana sendiri belum lama berbalik hanya untuk menunjuk gedung apartemen saja.

"Lah, kok nggak ada?" heran Giana.

"Eh tunggu! Dia ...." ucapnya menggantung, tak lama jemarinya yang ikut berperan terkejut dengan menutupi bibir nganganya itu.

Perjalanan BerhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang