Chapter 23

2 1 0
                                    


Komunikasi dengan Wira semakin sering, karena aku berharap mendapatkan informasi secepatnya mengenai Mas Banyu. Aku pun sudah berkali-kali mencoba menghubungi Mas Banyu dan Mila, bahkan beberapa kali mendatangi rumah Mila dan kediaman mendiang orangtua Mas Banyu. Tapi hasilnya nihil.

Aku menangis di sepertiga malam, memohon kepada Allah yang Maha Mengetahui dan Maha membolak balik hati manusia. Berharap Mila atau Mas Banyu menghubungiku. Aku menangis memikirkan Arya yang sangat rindu kepada papanya dan merasa sebagai ibu yang gagal karena nggak bisa membuat Arya tersenyum.

Berharap di setiap doaku ada keajaiban di keesokkan harinya. Aku tertidur masih dalam posisi memakai mukena dan terbangun saat ada tangan menepuk pipiku. "Bun ... Bunda sayang. Ayo bangun sudah mau subuh kita sholat berjamaah," panggil pelan Arya membangunkanku.

Mataku mengerjap dan melihat wajah tampan dan senyum manis putraku. "Wah, Bunda ketiduran ya. Oke, kita sholat Subuh berjamaah Arya sudah bisa jadi imam, kan?" Dia mengangguk selanjutnya kami menunaikan sholat Subuh berjamaah.

*****

Hari masih pagi saat kulihat mobil Wira yang terparkir di depan kedai Ana.

Arya kuminta langsung masuk ke rumah Ana, sedangkan aku melangkahkan kakiku memasuki kedai. Kulihat hanya dia satu-satunya yang duduk di bangku kedai dengan wajah tertunduk melihat gadgetnya sehingga tidak mengetahui kedatanganku.

Entah kenapa jantung ini berdegup kencang, melihat dirinya aku mengalami dejavu saat di mana kita masih bersama. Wira tak lebih tinggi dari Mas Banyu, namun kulitnya lebih ke sawo matang, rambut ikal, mata yang dalam, hidung sedikit mancung, rahang yang kokoh, senyum yang menawan dan jangan lupa aku pernah menangis dan bersandar di dada bidangnya dan aku merasakan ehem ... nyaman di pelukannya.

"Ais ... Fia, kenapa berpikiran seperti itu sih di kepalamu. Ingat, Wira hanya masa lalu. Tapi masa lalu yang indah kan?" Hadeh kenapa aku jadi perang batin begini sih. Dengan pelan ku duduk di di hadapannya sedangkan dia masih belum menyadari keberadaanku.

"Ehem ..." Ku mendeham pelan.

"Assalamualaikum," lanjutku memberi salam. Dia sedikit mengangkat wajahnya dan terkejut melihat keberadaanku di hadapannya.

"Waalaikumussalam, Fia? Udah lama?" tanyanya dengan senyuman manis mengembang di wajahnya. Serr ... seketika dadaku mendesir.' ish, kenapa aku jadi seperti ini ya masa seperti kata abg-abg sekarang dengan istilah mereka CLBK alias cinta lama belum kelar' kutepis pikiran seperti itu, tidak mau terlarut dalam perasaan yang semakin hari semakin bikin jantungku berdetak kencang saat bertemu dengannya.

"Nggak Wir, baru aja. Malah aku yang mau tanya sama kamu kok tumben pagi-pagi udah ngetem di sini?" sahutku

"Entahlah, tiba-tiba pengen sarapan di sini. Maklumlah jomblo," kekehnya. Bibirnya tersenyum tapi matanya menatap tajam ke arahku yang membuatku gugup sehingga memalingkan wajahku ke arah taman di luar jendela tempat kami duduk.

"Mangkaya carilah istri biar ada yang membuatkan dan menemanimu sarapan," cetusku.

"Bagaimana aku mau mencari wanita pendamping untuk menjadi istriku, sedangkan hatiku sudah sepenuhnya milik wanita yang ada di depanku ini," ujarnya.

Aku refleks menoleh ke arahnya, pandangan mata kami bertemu. Tatapan mataku penuh tanda tanya ke arahnya. Dia hanya memberikan cengiran lebar kepadaku. Sebelum kubertanya lebih lanjut suara Arya dan Diandra sudah terdengar memasuki kedai.

"Bunda," panggilnya sambil sedikit berlari menghampiriku.

Kutersenyum seraya berucap," Arya, Diandra beri salam sama om Wira dulu ya."

"Assalamualaikum Om," ucap mereka kompak memberi salam.

"Waalaikumussalam. Sudah pada mau berangkat?"

"Iya Om , aku di anter Bunda dan Kak Diandra ikut bis jemputan," terang Arya tanpa di minta.

"Kalau Om, yang anterin Arya ke sekolah Arya, mau?" tanyanya tiba-tiba

Mata Arya membulat."Om, mau anter Arya? Ke sekolah? Boleh Bun?" tanyanya kepadaku

Aku sekali lagi menatap heran Wira, dia hanya mengendikkan bahu dengan senyum lebarnya. Ana datang dengan membawa kotak bekal untuk Arya dan Diandra tampak bingung melihat kita bertiga Arya menatapku, aku menatap Wira dan Wira dengan cengirannya sedang bergantian menatap aku dan Arya.

"Loh ada apa ini? Kok pada liat-liatan gitu?" tanyanya

"Ini loh, Ma, Om Wira mau anterin Arya ke sekolah entah, kenapa Bude Fia kaget," celetuk Diandra.

"Iya, gimana nih Bun, boleh kan aku ke sekolahnya di anterin Om Wira," pinta Arya.

"Apa kamu mau ikut sekalian, Fia?" nanti aku drop di toko dan pulangnya aku jemput," ucapnya sembari tangannya mengangkat cangkit kopi dan menyeruputnya. Namun, tatapan matanya masih mengarah kepadaku.

"Ayo lah Bun, Om Wira boleh antar aku ke sekolah," renggeknya lagi.

"Aduh ... nih anak udah mengeluarkan jurus puppy eyes nya kepadaku. Kalau sudah begini susah nolaknya," batinku.

Kulihat senyum Ana mengembang. "Iya Mbak, nggak apa-apa Arya dan Mbak di antar oleh Wira. Toh, bukan Mbak yang meminta tapi memang Wira yang menawarkan jadi nggak merepot kan ya Wira," ucap Ana dengan tatapan jahil ke arahku.

Aku mendelik ke arahnya.

"Nggak merepotkan kok Ana, aku malah senang jika Arya dan Fia, mau kuantar kebetulan juga aku lagi nggak buru-buru harus ke kantor." Matanya melihat ke Ana.

"Ya iyalah dia nggak harus buru-buru ke kantor lah wong kantornya milik dia," batinku.

"Bun, ayolah ini dah mau telat aku," renggek Arya. Akhirnya aku pun menyerah.

"Oke Arya, untuk hari ini Bunda, izinkan di antar oleh Om Wira," ucapku.

"Asyikkk ... ayo Om, kita let's go," ajaknya

"Oke, yuk. Fia, kamu jadi ikut juga kan? Mobil kamu tinggal di sini saja. Satu hari nggak nyetir nggak apa-apa kan?"

"Mbak Fia, ikutlah Wir. Dia pasti takut anaknya kamu bawa kabur. Lagipula mobil aman kok di tinggal di sini," Ana yang menjawab dan dia tertawa geli melihat wajahku yang manyun

"Nah, gitu dong Fia, jadi seperti keluarga kan kita,"

Wait ...? Keluarga? Maksudnya apa nih?

Ana masih mengulum senyum. "Ya sudah sana kalian berangkat nanti Arya keburu telat, ini bekal kamu ya Arya." Ujarnya sambil memberikan bekal Arya.

"Diandra, ayo siap-siap juga sebentar lagi jemputannya datang. Ini bekal kamu sayang,"

"Iya Ma," jawabnya sambil memasukkan bekal makanan ke dalam tas nya.

Kami pun berpamitan kepada Ana dan Diandra. Hari itu aku dan Arya di antar Wira ke tempat aktifitas kami masing-masing. Pertanyaan mengenai Mas Banyu pun terlupakan atas peristiwa tadi.

🌸🌸🌸🌸🌸

Jangan lupa klik vote dan tinggalin jejak komen, kritik dan saran ya ....

Terima kasih.

SOFIA (Rahasia di balik perpisahan) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang