Chapter 7

3 2 0
                                    

Aku dan Wina merencanakan mengunjungi Miss Noor minggu depan.

"Arya, Sayang." Kudekati dirinya saat sedang belajar di kamarnya. "Arya, lagi belajar apa, Nak?" tanyaku saat kulihat dia sedang fokus dengan buku di depannya.

"Lagi baca buku aja. Ada apa, Bun," tanyanya kepadaku. Kuusap kepalanya dengan sayang.

"Bunda mau kasih tau Arya, minggu depan, Bunda mau pergi beberapa hari sekitar tiga atau empat hari. Kamu sementara menginap di rumah Tante Ana, nggak apa-apa 'kan? nanti di antar jemput Tante Ana saat sekolah," ucapku kepadanya. Dia mengalihkan matanya dari buku yang sedang di bacanya, kemudian melihat ke arahku.

"Bunda, mau pergi ke mana? kok lama?" nadanya menuntut penjelasan. Memang selama ini aku pergi tidak pernah lama, jika lama pun dia selalu ku ajak.

"Arya tau 'kan Bunda punya usaha pakaian Muslimah? Nah, pakaian yang Bunda dan Tante Wina jual ada yang mau beli orang dari negara Malaysia karena pembeliannya banyak maka, Bunda dan Tante Wina akan kesana untuk melakukan pembicaraan kerja sama," terangku padanya berharap dia mengerti apa yang aku sampaikan.

"Ooo, jadi Bunda dan Tante Wina, mau anterin baju ke sana," ucapnya polos. Aku tertawa pelan. "Ya kurang lebih seperti itu, Arya, nggak apa-apa ya Bunda pergi sebentar, kamu sama Tante Safana selama Bunda pergi," pintaku lagi.

Dia mengeleng tidak kulihat tatapan keberatan di matanya, malah kulihat sinar gembira sepertinya aku sudah tahu apa yang membuatnya senang. Buru-buru kukatakan kepadanya,"tapi, Bunda akan bilang ke Tante Ana, nggak boleh kasih kue coklat ke Arya," tegasku sambil kugerakan jari telunjukku ke kanan dan kekiri.

Seketika senyumnya lenyap. Aku tertawa dalam hati, sudah ketebak ini anak, dia pikir bisa makan kue coklat seenaknya.

"Tapi, kalau sehari satu saja boleh kan, Bunda?" tanyanya berusaha bernegosiasi denganku.

"Mmm ... coba nanti, Bunda, pikirkan ya, Sayang," ujarku dengan sedikit berakting serius di hadapannya.

"Ok lah, nanti aku rayu tante Ana, saja," cetusnya dengan muka masam. Aku tergelak melihat mukanya yang cemberut itu. Tampak lucu dengan mulutnya yang mengerucut. Kucium pipinya dia berusaha menepisnya.

"Iya ... nanti Bunda, bicarakan sama Tante Ana, ya," ucapku sambil berusaha memeluknya. "Jadi, Arya setuju kan tinggal dengan tante Ana, sementara Bunda, pergi?" tanyaku lagi.

"Iya, Bunda, nggak apa-apa. I'm fine, Bunda." Seraya dengan jailnya dia mencubit pipiku. Kami pun tergelak dalam kebahagian kami. Aku bahagia walaupun hanya berdua saja dengan anakku.

"Ayo, kita makan malam, Bunda, sudah masakin makanan kesukaan adek loh,"

"Asikk, yuk, Bun, aku juga sudah lapar nih." Tangannya langsung mengandeng tanganku mengajak menuju meja makan di lantai bawah.

*****

"Duh, si Wina, kemana sih? Kulirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Aku resah menunggunya di salah satu sudut coffee shop Airport Sukarno Hatta. Pagi ini kami akan terbang ke Malaysia sesuai dengan undangan Miss Noor untuk melihat butik miliknya.

"Dertt." Getar ponsel yang kuletakkan di atas meja café. muncul nama Wina, terdengar suara dengan napas memburu saat ponsel menempel di telingaku.

"Fia, kamu dimana?"

"Di coffee shop Starbuck, udah cepat kemari udah hampir mepet kita boarding pass," perintahku.

"Iya, oke." Di tutup pembicaraan kami. Nggak lama kemudian dia datang dengan napas ngos-ngos an dan muka penuh peluh.

"Sorry, Fia, aku,—"

"Sttt ..., udah alesannya nanti saja, yuk cepet kita boarding dulu," ajakku sambil kutarik tangannya.menuju tempat boarding.

SOFIA (Rahasia di balik perpisahan) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang