Chapter 33

2 1 0
                                    


Aku izin dengan Wina untuk datang siang hari ke toko karena hendak mengunjungi Mas Banyu di rumah sakit. Wina mengizinkan dan akan menyusul ke rumah sakit setelah kuberitahu nama rumah sakit dan nomor kamar tempat Mas Banyu dirawat.

Kami bersama-sama menuju rumah sakit. Saat tiba di sana sudah ada Mila sedangkan Aksa sedang keluar sebentar membeli sesuatu di minimarket.

Mas Banyu sedang tidur, Mila duduk di sofa mengenakan mukena sedang membaca Al Qur-an. Matanya bersinar saat melihat diriku. Di akhiri bacaannya saat melihat kami datang kemudian melepas mukenanya, Ana langsung menyusun makanan yang kami bawa di meja yang terletak di samping sofa, yang lain duduk di sofa kamar tempat di rawat Mas Banyu.

Mila memeluk kami satu persatu kecuali ̶ ̶ Aji̶ ̶ tentunya. Mas Banyu masih tertidur pulas. Arya tampak melangkah menghampiri tempat tidur papanya, berdiri di samping dan mengenggam tangannya seolah menyalurkan semangat kepada Mas Banyu.

Nggak berapa lama Aksa datang dan ikut bergabung dengan kami.

"Bagaimana keadaan Mas Banyu?" tanyaku kepada Mila dan Aksa. Mereka berdua mengeleng sambil menghela nafas.

"Masih belum ada perubahan yang signifikan Mbak, malah kondisi Mas Banyu makin melemah." Dokter selalu memberikan masukan untuk terus memberi semangat kepadanya karena Mas Banyu sudah benar-benar menolak untuk ikut terapi Paliatif." Mata Mila terlihat sayu saat mengatakannya. Aksa mengenggam tangan Mila dan mengusap bahunya menguatkan.

"Mila, kamu harus tenang sudah cukup Mas Banyu melihat air matamu. Nanti dia tambah sedih." Aksa berusaha menenangkan, satu tanganya tidak berhenti mengusap bahu Mila.

"Benar apa yang di katakana Aksa Mila. Usahakan ceria di hadapan Mas Banyu. Supaya semangat untuk sembuhnya timbul kembali," ucap Aji membenarkan apa yang di ucapkan oleh Aksa

Kami semua terdiam, sampai terdengar suara Mas Banyu menyapa Arya.

"Ada kamu Arya? Sudah lama?"

"Belum lama Pah. Sudah papa tiduran saja nggak usah bangun." Terdengar suara Arya yang meminta Mas Banyu untuk tidak bangun dari tempat tidurnya.

"Ada Bunda, Tante Ana, Om Aji dan Kak Diandra juga Pah," lanjutnya melapor kepada Mas Banyu

Terdengar suara hordeng pembatas di sibak, tampak kami semua sedang duduk sofa. Aku menghampiri Mas Banyu, ku usap jemari tangannya.

"Mas Banyu sudah enakan?" kutatap matanya ada kerinduan terlihat di sana.

"Alhamdulillah Fia, wah ... rame ya, senang Mas melihatnya," netranya membesar melihat kami semua senyumnya menghiasi wajah tirusnya.

"Assalamualaikum Om." Diandra mengucapkan salam setelah sebelumnya berjalan mendekati tempat tidur Mas Banyu.

"Waalaikumussalam cantiknya Om," balas Banyu sambil mengusap kepala Diandra.

"Terima kasih Ana, Aji sudah menyempatkan diri datang ke sini," ucapnya seraya mengangguk ke arah Ana dan Aji.

"Sama-sama Mas, maafkan kami jika jarang berkunjung," sahut Aji. Mas Banyu tersenyum sambil bergantian memandang Aji dan Ana.

"Oh ya, Mas Banyu, ini Ana buatkan pie buah segar nih. Semoga suka ya Mas."

"Pasti lah Ana, kue buatanmu selalu enak," ujarnya dengan senyum menghias wajah tirusnya.

"Assalamualaikum." Terdengar ucapan salam dari arah pintu.

"Waalaikumussalam," kubalas salam dan bergegas ke pintu melihat siapa yang datang, ternyata yang datang Wina dan Afzer.

"Ayo Win, Afzer sayang. Silakan masuk," ajakku. Kugandeng tangan Wina sedangkan Afzer sudah terlebih dahulu masuk.

"Halo semua, Mas Banyu." Wina menyapa ke semua yang ada di dalam kamar.

"Hai Wina, Afzer," sapa Mas Banyu

"Maaf ya Mas, baru bisa jenguk hari ini. Dan ini ada sedikit kue untuk Mas," ucap Wina.

"Duh Wina pakai repot bawa kue segala. Nggak apa-apa Wina, kamu datang hari ini saja aku sudah berterima kasih sekali," sahut Mas Banyu terlihat senang atas kedatangan Wina.

Wina memberikan kue yang di bawanya kepadaku dan langsung kuberikan kepada Ana untuk di taruh di meja di samping sofa bersama dengan kue-kue lainnya.

"Cepat sembuh ya Om, biar Arya nggak sedih terus," ujar Afzer sudut matanya melirik ke arah Arya.

"Ih, kamu tuh Zer. Aku nggak pernah sedih tau, karena aku selalu berdoa kepada Allah kalau Papaku bisa sembuh dan menemaniku terus," sanggah Arya. Kulihat ada kilatan bening di mata Mas Banyu saat mendengar apa yang di katakan oleh Arya.

"Iya-iya deh kamu nggak pernah sedih. Afzer juga berdoa Om cepet sembuh ya," ujarnya

Kemudian kedua anak itu pun duduk di sofa bersama dengan Diandra yang telah terlebih dahulu duduk di sana. Entah, apa yang di bicarakan oleh tiga anak kecil itu.

Akhirnya jam besuk pun selesai, Aku tidak ikut pulang. Gantian aku menjaga Mas Banyu. Kusuruh Mila pulang dan beristirahat setelah dari kemarin di menjaga Mas Banyu. Tadinya Mila bersikeras ingin bersamaku di rumah sakit namun, aku tetap menyuruhnya pulang dan beristirahat. Dia pun menyerah dengan catatan nanti sore kembali ke rumah sakit dan mengantikanku menjaga Mas Banyu saat malam hari.

*****

Keheningan menyelimuti kamar Mas Banyu setelah semua telah meninggalkan kamar rawat inap. Mas Banyu kembali terlelap setelah makan siang dan meminum obat. Selang infus masih berdiri dengan kokoh di samping tempat tidur dengan selang terpasang di tangan kiri Mas Banyu.

Ku ambil air wudhu untuk menunaikan sholat Dzuhur di saat Mas Banyu terlelap. Saat aku sedang berdzikir setelah selesai sholat terdengar suara Mas Banyu memanggil namaku pelan. Bergegas kuhampiri tanpa sempat melepas mukena dari tubuhku.

"Ada apa Mas?" tanyaku saat sudah berada di sampingnya

"Bantu aku untuk sholat ya," ujarnya. Aku mengangguk mengiyakan. Kemudian kubantu Mas Banyu merubah posisi tidur untuk berwudhu secara tayamun. Sambil menunggu Mas Banyu menunaikan sholat Dzuhur, aku menaruh pie buah dan sepotong bika ambon di piring kecil dan tak lupa air mineral di gelas.

Mas Banyu sudah selesai sholat dan ku letakkan sepiring kue dan segelas air mineral di meja kecil yang terdapat di sebelah tempat tidurnya. Ku suapin pelan-pelan.

"Fia," ucapnya di sela-sela kunyahannya.

"Ya."

"Terima kasih sudah perhatian kepadaku, walaupun aku telah menyakiti hatimu. Aku malu Fia, malu kepada diriku sendiri dan sangat menyesali keputusan yang sudah aku buat yang membuat aku, kamu dan Arya menderita. Maafkan aku Fia, aku gagal menjadi suami dan papa yang baik untukmu dan Arya." Matanya menatap sayu ke arahku ada air mata mengenang di sana.

"Terima kasih sudah tulus menyanyangiku hingga saat ini dan membesarkan anak kita dengan baik. Aku bangga denganmu dan aku bangga dengan Arya sudah tumbuh menjadi anak yang baik dan cerdas," ucapnya lagi tanganya mengelus rambutku dengan penuh kasih sayang.

Aku tidak bisa bersuara, tengorokanku tercekat susah mengeluarkan sebaris kalimat. Ku taruh piring di atas meja. Kuraih tangan Mas Banyu dan mengenggamnya.

"Sampai kapan pun aku akan tetap mencintaimu Mas, dan membesarkan Arya menjadi anak yang berkepribadian baik sudah tugasku dan kecerdasan Arya kan berasal darimu juga," ujarku. Netraku bertemu dengan netranya ada kesedihan bercampur kebahagian terpancar di netranya.

"Maafkan Mas ya Fia, Mas salah langkah," ucapnya lirih. Keheningan kembali menyelimuti hingga suara Mas Banyu terdengar lagi.

"Fia, menurutmu Wira laki-laki seperti apa?"

Aku mengenyitkan dahiku mendengar pertanyaannya. "Kenapa Mas tiba-tiba menanyakan Wira," tanyaku heran.

Matanya menatap wajahku dengan sejuta makna yang membuatku semakin bertanya-tanya.

🌸🌸🌸🌸🌸

Jangan lupa klik vote dan tinggalin jejak berupa komen, kritik dan saran ya gaesss....

Terima kasih.

SOFIA (Rahasia di balik perpisahan) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang