Chapter 40

4 1 0
                                    


Kuketik pesan untuk Wira mengajaknya bertemu di kedai Ana nanti malam. Dengan cepat ku mendapat balasannya bahwa dia pasti akan datang memenuhi undanganku. Ku hembuskan udara perlahan melalui hidung, semoga keputusan yang kuambil tidak kusesali di kemudian hari.

*****

Di kedai, Ana dan aku sedang berbincang malam itu sambil menunggu Wira.

"Apapun keputusan Mbak, aku akan mendukung karena aku tahu setiap keputusan yang Mbak ambil pasti sudah di pikirkan baik buruknya." Ana memberikan pendapatnya saat ku menceritakan mengenai keputusan yang kuambil kepadanya.

"In Syaa Allah Ana, semoga ini memang keputusan yang terbaik untuk aku, Arya dan Wira," ucapku lebih meyakinkan ke diri sendiri sebenarnya.

Kedai Ana lumayan ramai malam itu, maklum Sabtu malam banyak anak muda menghabiskan waktu di kedai Ana yang tempatnya memang cozy dan istagramable ditambah dengan wifi gratis yang kencang serta harga makanan dan minuman yang tidak menguras kantong namun enak membuat kedai Ana selalu ramai baik untuk kalangan anak muda maupun favorit keluarga.

Di iringin dengan alunan musik instrumental dari pengeras suara yang terpasang di dalamnya. Akhirnya orang yang ditunggu pun datang, kulihat dirinya berdiri membelakangi pintu masuk matanya mencari keberadaan diriku. Kulambaikan tanganku ke atas untuk memberitahu Wira keberadaanku.

Matanya menangkap lambaian tanganku, dengan senyum lebar di wajahnya dia berjalan menghampiri aku dan Ana.

"Hai Fia, Ana." Wira menyapa kami seraya mengangguk ke arah kami.

"Hai Wira," balas Ana. Sedangkan aku hanya mengangguk saja kepadanya.

"Oke kutinggal dulu ya," ucap Ana seraya berdiri dari kursinya hendak meninggalkan kami setelah melihat Wira sudah duduk di kursi yang di batasi dengan meja dihadapanku.

"Oiya, Wira ada yang mau di pesan kah?" lanjutnya lagi dengan senyum manis masih menghias wajahnya.

"Boleh, seperti biasa ya Ana aku pesan hot black coffee with less sugar," sahutnya.

"Siap, ya sudah aku tinggal dulu ya, nanti pesananmu akan di antar." Ana pun langsung menjauh dan berjalan menuju tempat membuat kopi pesanan Wira.

Seperti biasa aku di buat salah tingkah dengan tatapan Wira. Setelah menit demi menit berlalu dalam kebisuan diantara kami, Wira pun membuka suara.

"Ok Fia, aku sudah di sini dan kuharap aku menerima kabar baik darimu, walaupun apapu keputusanmu aku akan berusaha menerima dan menghargainya."

Dadaku berdebar kencang, berharap apa yang hendak kusampaikan kepadanya tidak akan melukai perasaan dan tidak membuatnya menjauh dariku dan Arya.

"Maaf Pak, Bu. Ini pesanannya hot black coffee with less sugar dan ini mini tart buah nya." Seorang pelayan mengantarkan pesanan Wira ditambah dengan dua buah tart mini buah dan menaruhnya di atas meja kami.

"Maaf, saya tidak pesan tart buahnya," ujar Wira kepada pelayan Ana.

"Ini dari bu Ana, Pak. Coba Bapak tanyakan ke bu Ana saya hanya mengantarkan saja. Permisi Pak," terangnya sambil berlalu meninggalkan kami.

Tak lama kemudian, Wira menyesap kopinya dalam diam. Aku mengingit tart buah karena tertarik dengan buah segar yang ada di atasnya.

Wira menungguku menghabiskan tart buah mini di tanganku.

"So ... Fia, ada berita yang harus kudengar saat ini?" Tanyanya setelah melihatku sudah selesai menyantap tart buah mini tadi.

Kutelan salivaku sembari mengelap area mulutku dengan tisu menyamarkan hembusan nafas pelan yang keluar dari mulutku.

"Wir, sebelumnya aku minta kamu berjanji. Apapun ucapan yang akan keluar dari mulutku tidak membuat hubungan kita berubah." Kutatap matanya lekat-lekat menandakan bahwa aku serius dengan ucapanku.

Dia menatap balik ke dalam manik mataku sebelum akhirnya dia mengangguk.

"Ok, what are you going to tell me? It's a good news or bad news that I will hear from you?"

Kurasakan lidahku kelu, berat rasanya untuk mengatakan ini. Namun, bagaimana pun harus kukatakan.

"Sebelumnya, aku minta maaf jika nanti keputusanku membuatmu kecewa Wir," ucapku perlahan.

"Maafkan aku, untuk saat ini aku masih belum bisa menerima pinanganmu terhadap diriku. Aku merasa kamu berhak mendapatkan yang lebih baik dariku Wir. Aku ̶ ̶

Tiba-tiba, ada sebuah tangan mengenggam tanganku dengan erat yang memaksaku untuk menghentikan ucapanku. Kumenengadahkan wajahku ke arahnya, karena saat mengucapkan kalimat itu wajahku sedikit tertunduk tidak berani melihat ke arah wajahnya.

Mulutku membisu, tengorokan seketika tercekat saat tatapan kami bertemu.

"Apakah begitu sulit bagimu untuk mengalihkan rasa cintamu terhadap Banyu kepadaku, Fia?" tanyanya matanya langsung menghujam jantungku.

"Aku tidak meminta semua cintamu untukku seperti dahulu, tapi paling tidak bisakah aku mendapatkan cintamu kepadamu sedikit saja? Karena aku juga tahu kamu masih berat berbagi hati untukku, Arya dan almarhum Banyu."

"Aku juga tau kalau aku tidak bisa mengantikan almarhum Banyu di hatimu dan Arya, namun aku berharap sedikitnya kamu memberi aku kesempatan untuk menjagamu dan Arya karena aku mencintai kalian berdua," lanjutnya lagi.

Aku masih terdiam, tak tahu harus berkata apa sampai akhirnya perkataan Wira membuatku tercekat dan mengerutkan kening penuh tanda tanya kepadanya.

"Paling tidak izinkan aku melaksanakan amanah almarhum Banyu, Fia," lirihnya perlahan kepadaku.

Mataku mencari maksud apa yang Wira baru saja di katakan oleh Wira.

"Amanah? Amanah apa yang harus kamu laksanakan dari Mas Banyu, Wir?"

Keheningan kembali terjadi.

🌸🌸🌸🌸🌸

Masih bersambung ya hehehe ....

jangan lupa tinggalin jejak vote, krisan, komen nya ya ...

Terima kasih 🥰

SOFIA (Rahasia di balik perpisahan) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang