Chapter 18

3 1 0
                                    


Aku di sibukkan oleh usahaku yang semakin banyak menerima permintaan para pelanggan yang ingin menjadi reseller produk kami. Arya juga di sibukkan dengan sekolah dan kegiatannya. Aku sedikit melupakan keberadaan Mas Banyu.

Saatku menjemput Arya di sekolah tiba-tiba Arya berucap, "Bunda, sudah lama papa Banyu, nggak ajak jalan-jalan aku dan Kak Diandra? Apa papa Banyu sibuk ya, Bun?" tanyanya mengagetkanku.

"Mmm ... iya, ya sudah lama juga ya, Nak. Kamu kangen sama papa Banyu ya?" ujarku bertanya kepadanya. Kulirik Arya di bangku penumpang mengangukkan kepalanya.

"Ya, sudah Bunda, telepon papa Banyu ya," tawarku kepadanya.

Arya menoleh kepadaku dengan senyum sumringah. "Telepon papa sekarang ya Bun, aku kangen banget sama papa," pintanya kepadaku.

"Nanti ya sayang, sebentar lagi kita sampai rumah, sekarang Bunda fokus nyetir dulu ya biar cepat sampai rumah," ucapku.

"Oke, Bunda," jawabnya sambil mengacungkan jempol tangannya ke arahku, Aku pun tersenyum melihatnya sambil mengingat sudah berapa lama Mas Banyu tidak menghubungi untuk mengajak Arya pergi maupun berkunjung ke rumahku. Ternyata hampir 3 bulan Arya sudah tidak bertemu dengan papanya pantas dia menanyakannya kepadaku.

*****

Kupencet nomor telepon Mas Banyu, namun nomor teleponnya tidak aktif. Berkali-kali kucoba masih saja yang terdengar infomasi bahwa nomor telepon yang dihubungi tidak aktif. Aku pun menghubungi nomor telepon Mila. Tidak jauh berbeda ternyata nomor telepon Mila pun tidak aktif. Rasa penasaran menderaku ada apa ini. Aku tidak mempunyai nomor telepon suami Mila. Di saat aku di sibukkan dengan pikiran mengenai penasaranku dengan Mas Banyu dan Mila, tepukan tangan Arya di pundakku menyadarkan dari lamunanku.

"Bun, kenapa melamun? Aku panggil dari tadi Bunda diam saja? Bunda sakit?" berondongnya kepadaku dengan raut muka khawatir.

Kutersenyum sambil mengelus rambutnya."Nggak sayang, Bunda, nggak sakit. Bunda, hanya heran ini nomor telepon papa dan tante Mila, kok nggak bisa dihubungi ya? Kalau mereka pergi kenapa nggak kasih tau kita ya, Nak?" terangku kepadanya.

"Kemana ya papa,Bunda?" Arya ikut duduk di sebelahku dengan tangan bersidekap di dada dan mimik muka bertanya.

"Bunda, juga nggak tahu sayang. Nanti Bunda, coba cari tau ya, sayang. Sementara ini kamu masih bisa menahan kangen kan sama papa?" tanyaku penuh harap dia mengerti akan situasi ini,.

"Iya, Bunda, aku bisa menahan kangen kok. Tapi, Bunda, janji ya kalau aku bisa ketemu sama papa lagi?" pintanya kepadaku seraya menyodorkan jari kelingkingnya kepadaku untuk membuat janji kepadanya.

"In Syaa Allah ya. Sayang, Semoga di mudahkan oleh Allah. Arya, bisa cepat ketemu papa lagi," ujarku tersenyum seraya mengaitkan kelingkingku dengan kelingkignya.

'Duh, Mas Banyu, Mila. Kalian kemana sih, kemana aku mencari informasi mengenai keberadaan kalian. Apa aku datangi ke rumah Mila saja ya.' Pikirku.

*****

Kutelusuri jalanan kompleks perumahan ini, mencoba mengingat alamat rumah Mila,karena memang sudah lama sekali aku tidak mengunjungi Mila.Sedangkan, kediaman Mas Banyu, pasca berpisah aku sama sekali tidak pernah mengetahui tempat tinggalnya, hanya tau daerahnya saja yang diberitahu oleh Mila.

Sedikit ragu kuhentikan mobilku di depan sebuah rumah minimalis berlantai satu dengan pagar kayu. Kuberjalan menuju rumah tersebut dan memencet bel yang terdapat di tembok sebelah kanan dari pintu pagar kecil yang lebih kecil.

Beberapa kali kupencet sampai akhirnya keluarlah simbok Jum yang bekerja di rumah Mila.Dia mengintip dari jendela kecil yang terdapat di pintu pagar. Aku memperkenalkan diri kepadanya takutnya dia lupa dengan diriku.

"Assalamualaikum, Mbok Jum, ini saya Sofia. Masih ingat sama saya, Mbok?" tanyaku seraya kuberikan senyuman kepadanya.

Dahinya sedikit berkerut seakan berusaha menginggat wajahku dengan matanya tak lepas memandangku. Hingga terdengar suaranya."Ya Allah, Non Fia," ujarnya dengan sedikit berteriak. Terdengar bunyi kunci pintu pagar dibuka setelah tau siapa yang datang. Dia langsung memelukku begitu berhadapan denganku. Langsung kubalas pelukan hangatnya.

"Ya Allah, Non Fia, apakabar,Non? Sudah lama sekali nggak main kesini. Simbok mau menanyakan ke Non Mila, simbok takut," ujarnya, tangannya membimbing bahuku untuk masuk ke dalam rumah."Simbok juga kangen sama jagoan kecil Arya, pasti sudah besar ya,Non?" lanjutnya lagi.

Aku tersenyum mendengar pertanyaan darinya yang bertubi-tubi. Kuhempaskan tubuh ini di ruang tamu Mila, sementara mbok Jum menuju ke dapur. "Kabar Fia dan Arya, alhamdulillah baik Mbok. Arya, sudah besar sudah kelas dua sekolah dasar, Mbok." Jawabku dengan mataku menyapu ruangan mencari keberadaan Mila.

"Maaf Mbok, kok sepi ya?" tanyaku kepadanya saat dia datang dengan membawa secangkir minuman dan menaruhnya di atas meja dihadapanku.

"Non Mila dan bapak sedang pergi keluar negeri Non, sedangkan Mas Dika sedang mondok," terangnya kepadaku. Dika adalah anak laki-laki Mila kira-kira berumur 14 tahun.

'Mila dan suaminya pergi keluar negeri? Apakah ini berhubungan dengan mas Banyu ya?' pikirku mengaitkan nomer telepon keduanya yang tidak bisa kuhubungi kemarin.

"Mereka bilang nggak Mbok, pergi ke negara mana? Dan berapa lama mereka pergi?" tanyaku lagi ke simbok,

"Sepertinya Non Mila, bilang mau ke Penang berapa lamanya mbok kurang tau. Ada apa toh Non Fia?" tanya simbok.

"Nggak ada apa-apa Mbok, aku Cuma kangen aja sama Mila karena nomer telepon Mila nggak bisa aku hubungi. Apa Mbok punya nomer telepon Mila ?" Tanyaku dengan harapan simbok punya nomer telepon Mila yang lain selain yang ada padaku.

"Oh, sebentar Non." Dia pun berjalan kearah bangku telepon yang teletak di sebelah dalam rumah dan tidak berapa lama datang dari arah dalam menghampiriku dan memberikan sebuah buku catatan nomer-nomer telepon. Disitu tertera nama Mila , segera kucocokan dengan nomer yang ada di ponselku ternyata sama, kemudian kucoba mencari nomer telepon Mas Banyu berharap tertera di dalamnya ternyata, memang ada. Kembali aku cocokan dengan nomer yang tersimpan di ponselku dan sama nomernya. 'Duh, Mila kenapa sulit sekali menghubungimu apakah ini berhubungan dengan menghilangnya mas Banyu juga,' batinku.

Aku masih asik dengan asumsi di kepalaku dengan mengaitkan kepergian Mila dengan menghilangnya mas Banyu sampai akhirnya terdengar suara mbok Jum membuyarkan asumsi-asumsi di kepalaku.

"Non Fia, monggo diminum teh hijau tanpa gula dan di cicipi kue bikinan simbok," ujarnya mempersilahkanku untuk meminum dan mencicipi teh serta kue yang terhidang di meja.

Sambil menyicipi kue dan teh aku mencoba mencari informasi dari mbok Jum dengan gaya yang kubikin sesantai mungkin supaya simbok dapat menberikan informasi kepadaku tanpa di sadarinya. "Oh ya, Mbok, Pak Banyu, sering kesini?"

"Jarang Non, kecuali beberapa hari terakhir sebelum Non Mila pergi keluar negeri Pak Banyu hampir setiap hari ke sini, menginap malah," ungkapnya. Ah, pikiranku semakin yakin bahwa Mila dan mas Banyu pergi bersama dan kemungkinan besar untuk berobat sehubungan dengan penyakitnya mas Banyu.

Lagi-lagi ku dikejutkan dengan suara mbok Jum. "Ih, si Non malah ngelamun terus. Mau makan siang di sini Non? Biar simbok siapin," tawarnya kepadaku.

"Terimakasih Mbok, Fia, mau menjemput Arya pulang sekolah." Kutolak dengan halus tawaran dari Mbok Jum.

Dia terlihat kecewa. Buru-buru kuberkata,"Nanti kapan-kapan Fia datang lagi bersama Arya ya Mbok." Kulihat wajahnya tampak semringah.

"Bener ya Non, ajak Den Arya," harapnya dengan mata bahagia.

"In Syaa Allah Mbok, nanti Fia ajak Arya main ke sini setelah Mila pulang dari luar negeri ya Mbok." Janjiku kepadanya. Aku pun segera pamit kepadanya.

🌸🌸🌸🌸🌸

Jangan lupa klik vote dan tinggalin jejak berupa komen, saran dan kritik ya. Terima kasih.

SOFIA (Rahasia di balik perpisahan) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang