Chapter 30

5 1 0
                                    


"Ehem ...." Pelukan kami terlepas saat terdengar suara mendehem. Terlihat Wira sudah duduk di teras dengan mata memadang ke lautan lepas yang menampakkan semburat jingga menandakan waktu sudah mendekati malam.

"Wira, sejak kapan kamu duduk di sini?" tanyaku sambil melepaskan pelukanku dari Mas Banyu.

"Belum lama paling sekitar 5 menit yang lalu," jawabnya tanpa menoleh ke arah kami.

"Ya sudah, Mas aku pamit ke dalam dulu ya. Mau bantu Arya dan Mila siapin makan malam," pamitku dan bangkit berjalan menuju ke dapur mencari Arya dan Mila.

*****

Saat makan malam kulihat Mas Banyu dan Wira saling bertatapan penuh arti. Aku curiga ada yang mereka bicarakan tadi sore saat aku masuk ke dalam rumah. Tapi, ya sudahlah aku sekarang lebih fokus pada kesehatan Mas Banyu.

"Fia, Arya. Besok kita berangkat pagi ya," ucap Wira

"Besok kita pulang Bun?" Matanya menatap mataku

"Iya, sayang besok kita pulang kan kamu harus sekolah ini juga kamu sudah nggak masuk satu hari kan ?" ujarku kepadanya.

"Tapi, aku masih kangen sama papa, Bun," rengeknya

"Ayo Arya, papa juga masih kangen sama Arya. Tapi, kamu harus sekolah ya. Ayo bikin papa bangga sama Arya."

"Iya, papa. Tapi, aku masih boleh ke sini lagi kan pa?" pintanya

"Tentu dong. Sayang. Papa malah senang. Papa juga nggak selamanya di sini papa juga akan ajak Arya main seperti dulu lagi," jawab Mas Banyu

"Asik, janji ya Pa, kita bisa bermain lagi seperti dulu," ujarnya antusias

"In Syaa Allah Nak, Papa bisa memenuhi janji Papa," ucapnya tangan kanannya menjulur mengelus kepala Arya dengan lembut. Semua mata yang berada di meja makan itu tertuju pada mereka berdua.

Malam itu kami beristirahat lebih cepat supaya esok bdan terasa segar untuk melakukan perjalanan pulang.

*****

Keesokkan pagi setelah sholat Subuh, kami bersiap untuk kembali pulang. Wira sedang memanaskan mobil sedangkan aku dan Arya berkumpul dengan Banyu dan Mila di teras depan sesaat kemudian dari arah dalam keluar bik Halimah membawa rantang dan beberapa botol air mineral, katanya buat bekal kami di jalan.

"Bu Fia, ini ada sedikit bekal buat di jalan, karena Ibu, Pak Wira dan den Arya tidak sempat sarapan jadi bibik buatkan lontong isi daging ayam dan gorengan pastel untu bekal di jalan, di terima ya Bu," ucapnya seraya menyerahkan rantang empat susun dan botol air mineral kepadaku.

"Ya ampun Bik, pakai repot-repot segala, kami bisa sarapan di jalan kok Bik. Makasih banyak ya Bik, sudah repot mempersiapkan ini semua buat kami," tukasku sambil menerima rantang tersebut.

"Terima saja Fia, untuk bekal di jalan daripada jajan, lebih sehat masakan bik Halimah," ucap Mas Banyu kepadaku.

"Iya, sekali lagi makasih ya, Bik." Bik Halimah mengangguk dengan senyuman mengembang di wajahnya.

"Ayo, Fia, Arya, sudah siap untuk berangkat?" tanya Wira.

"Papa, Arya pulang dulu ya, Arya janji akan sering ke sini sama Bunda. Papa sehat-sehat terus ya biar bisa main dengan Arya lagi." Mas Banyu menurunkan tubuhnya untuk memeluk Arya. Mereka berpelukan lama sekali seolah enggan berpisah.

"Iya, Arya, Papa janji untuk selalu sehat buat Arya. Arya jaga Bunda ya. Jangan buat Bunda sedih. In Syaa Allah jika sudah sehat Papa, akan ajak Arya main lagi seperti kemarin-kemarin," ucapnya.

Aku pun berpelukan dengan Mila dan berjanji untuk saling tetap berkabar. Kami pun pamit karena matahari sudah mulai mengintip dari balik awan menandakan saatnya dia muncul menerangi bumi. "Mas Banyu, aku akan merawat dan menjagamu Mas dan sebisa mungkin membantumu mendapatkan pendonor," ucapku dalam hati.

*****

Aku kembali ke rutinitas harianku, yaitu rumah, toko, workshop memikirkan ide-ide baru untuk produk kami bersama Wina sahabatku dan berdiskusi juga dengan Miss Noor mengenai progress produk kami di butiknya. Terkadang kami memberikan ide-ide atau disain-disain baru kepada Miss Noor jika beliau setuju maka kami produksi untuk keperluan butikya tentu kami juga memperbaharui disain-disain produk untuk toko kami juga.

Jadwal rutinku untuk mengunjungi Mas Banyu sudah pasti dan tidak bisa di bantah olehnya. Aku dan Safana juga Aji berusaha mencari info mengenai pedonor organ hati untuk Mas Banyu.

Mencari pendonor untuk Mas Banyu ternyata tidak mudah karena golongan darah Mas Banyu yang cukup langka yaitu O negatif. Sejauh ini kami hanya bisa berdoa dan berharap menemukan pendonor yang sesuai dengan kondisi Mas Banyu.

Wira mulai sering bersama Arya. Berawal dari antar sekolah Arya sampai sekarang hampir tiap weekend mengajak Arya dan Diandra main ataupun sekedar jalan-jalan ke mall seperti yang Mas Banyu lakukan dahulu.

Aku tidak bisa melarang, karena Arya sangat senang ketika dekat dengan Wira. Terkadang aku takut Arya melupakan Mas Banyu sehingga aku sering mengajak Arya untuk video call dengan Mas Banyu berharap rasa sayang Arya kepada Mas Banyu tidak berkurang dengan adanya Wira yang pelan-pelan sudah masuk ke dalam kehidupan putraku. Dilema buatku di satu sisi aku senang Wira bisa membuat Arya tersenyum bahagia di satu sisi aku takut Mas Banyu merasa tersisihkan dengan kehadiran Wira dalam kehidupan Arya.

Aku hanya bisa berharap semua baik-baik saja dan tidak ada yang saling tersakiti, sedangkan aku sendiri pun mulai resah dengan hati ini yang semakin sering berdetak kencang saat berdekatan dengan Wira.

🌸🌸🌸🌸🌸

Jangan lupa klik vote dan tinggalin jejak berupa komen, kritik dan saran ya...

Terima kasih

SOFIA (Rahasia di balik perpisahan) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang