Chapter 11

4 2 0
                                    

Dua minggu yang melelahkan, aku dan Wina lebih sering berada di workshop untuk mengerjakan produk yang akan kami bawa besok. Aku mengawasi pembuatan pakaian dan sesekali membantu Wina menyelesaikan pemasangan aksesori pada phasmina dan kerudung. Apalagi, Wina berinisiatif membuat beberapa aksesori untuk di bawa serta. Kami sangat serius mempersiapkan semuanya karena berharap kerja sama kami bisa di perpanjang dari kerja sama sebelumnya yang hanya enam bulan saja.

Semua urusan di toko, hampir sebagian besar aku dan Wina percayakan kepada mbak Yanti, walaupun terkadang aku ke toko sebentar untuk memberikan beberapa intruksi kepadanya sebelum ke workshop. Sedangkan, Wina sementara menyerahkan sepenuhnya urusan toko kepadaku karena selama persiapan selalu di workshop.

Setelah berkejaran dengan waktu, akhirnya semua yang akan kami bawa pun siap dengan tambahan waktu dari perkiraan kami sebelumnya. Namun, kami masih bisa bernapas lega masih ada lima hari ke depan untuk sekedar melepas rehat setelah kemarin berjibaku menyelesaikan semuanya.

*****

[Baik, Mas, sampai ketemu nanti sore, Assalamualaikum] kumatikan ponsel setelah mengakhiri percakapan dengan Mas Banyu. Sore ini, aku meminta bertemu dengan Mas Banyu. Aku akan memberitahukan mengenai kepergian kami berlibur selama beberapa hari. Ada perasaan bersalah memberitahukan mengenai hal ini secara mendadak. Arya dan Diandra juga Ana, kularang untuk memberitahukannya. Karena, kupikir biar aku saja yang memberitahunya.

Aku melihat menu di café yang sudah kami sepakati untuk bertemu. Kupesan caramel machiato with ice dan lasagna ukuran medium. Sambil menunggu pesananku kukirim copy tiket pesawat kami ke Astri supaya dia tahu jam berapa kami mendarat di sana.

Saat sedang chat dengan Astri, terasa bahuku ada yang menepuk. Ternyata, Mas Banyu berdiri di belakangku dan tambah terkejut saat dia memberikan buket bunga mawar merah marun cantik sekali.

"Assalamualaikum, Fia, sudah lama menungguku?" Tanyanya dengan tangan kanannya meraih tanganku untuk menerima buket bunga darinya. Ada desiran halus menjalar di hatiku, tertunduk malu dengan rasa hangat menjalari pipi saat menerima buket bunga mawar itu. Ya Tuhan, kenapa aku merasa seperti orang yang sedang jatuh cinta.

"Wa-wa-waalaikumussalam, Mas," ucapku pelan dengan suara sedikit terbata karena terkejut dengan sikap dia kepadaku. "Belum terlalu lama kok, Mas, pesananku juga belum datang. By the way ini buket bunga mawar cantik ini dalam rangka apa ya kamu berikan padaku," timpalku lagi menutupi keterkejutanku.

"Nggak dalam rangka apa-apa kok. Memangnya aku nggak boleh kasih buket bunga mawar cantik untuk wanita yang selalu ada di hatiku," ucapnya dengan senyum simpul mengodaku.

Aish ..., kurasakan rasa hangat di pipiku semakin memanas. Aku menundukkan kepala berusaha menyembunyikan rona merah pipiku dan debaran yang tiba-tiba hadir di hatiku menggantikan desiran halus yang kurasakan sebelumnya.

"Hei, kenapa malah menunduk begitu. Aku binggung nih masa aku bicara sama puncak kepala kamu bukan dengan wajah kamu sih," protesnya kudengar suara kekehnya dia. Untung saja saat aku mengangkat wajahku mbak waitres datang membawa pesananku sehingga aku bisa memalingkan sebentar wajahku ke mbaknya.

"Pesananku sudah datang. Mas, sekalian saja pesan biar di catat mbaknya," usulku langsung kepadanya.

"Ok, saya pesan air mineral dan ceasar salad saja, Mbak," ucapnya. Setelah mbak waitresnya berlaku, kuseruput minumanku sebelum aku memulai pembicaraan.

"Oh, ya, ada apa kamu mengajak aku bertemu di sini, Fia?"

"Mmm ..., ini Mas, aku mau memberitahu bahwa weekend minggu ini kamu nggak bisa ketemu sama Arya dulu ya." Kulihat dahinya berkerut.

SOFIA (Rahasia di balik perpisahan) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang