Ivy-Levian

955 55 5
                                    

   "Lo berdua kemana aja?" Tanya Carion.

   "Kamar mandi." Jawabku singkat.

   "Kamar mandi kok lama banget?" Tanya Bryan dengan nada jutek.

   "Ya emang kenapa? Takut banget gue diculik?" Timpal Rachel.

   "Emangnya ada apaan sih?" Tanyaku lalu meletakkan buku yang sedaritadi kupegang.

   "Tuh, mereka udah jadian."

   "HAH?!" pekik Rachel.

   "KAPAN?!" Ini cukup mengejutkan. Lebay dikit, gapapa ya.

   "Tadi." Jawab Cerish.

Aku menatap Ashley dan Shann dengan raut kok kita gatau?, tapi mereka berdua malah cekikikkan.

   "Ketinggalan sih lo," ucap Carion sambil menghampiri Shann. "Gue juga lagi nyari moment yang tepat." Sambungnya dan berhasil membuat wajah Shann memerah.

   "Pas kalian ke kamar mandi, Lev nembak Ivy."

   "Ivy..." ucap Rachel dengan nada horror. Ivy malah ketawa. "Lev, lo jahat ya. Gue gamau tau, pokoknya ulang!" Suruh Rachel.

   "Gaada siaran ulang, Bu."

   "Vy, pacar lo!" Teriak Rachel.

Lev merangkul Ivy, "Iya. Ga nyangka ya, akhirnya kita pacaran."

Jadi ceritanya, Lev ngajak kita semua ke rumahnya buat nembak Ivy, gitu? Semuanya minus gue dan Rachel yang jadi saksi cinta mereka gitu.

   "Akhirnya ya, Vy." Ucapku seraya memandangi sahabatku. Ivy mengangguk sambil tersenyum.

   "Besok traktir kita ya, Lev, Vy!" Ujar Bryan.

    "Lah, Steve mana?"

    "Cie, nyariin." Cibir Carion dan hanya kubalas dengan tampang malas.

   "Tadi lagi nelpon sama Jerika." Jawab Cerish.

   "Tapi kok agak lama ya?" Tanya Bryan.

   "Coba gue liatin bentar." Kata Lev.

   "Yaudah deh, sekalian kita pamitan pulang aja. Acara nembaknya kan udah sukses." Carion menyenggol bahu Lev.

   "Steve? Lo ngapain matung disitu?" Tanya Lev dengan suara pelan dan muka heran.

Semuanya pasti heran. Melihat Steve dengan muka yang juga keheranan.

Lev pun menghampiri Steve, lalu melihat apa yang dilihat Steve. Yang lain pun ikutan ngeliat, layaknya bocah kepo.

Dan disana, terdapat dua sosok manusia. Mereka adalah Dev dan Kakaknya Ivy, yaitu Melita. Dev lagi ngumpetin Melita. Sekali lagi, biar horror. Dev lagi ngumpetin Melita.

   "Kak?" Ivy membuka suara. Dev langsung menghentikan aksinya yang tengah menyembunyikan Kak Melita ke dalam lemari pakaian. Mereka berdua mematung sambil menatal kita kaget. "Lo ngapain?" Tanya Ivy setelah beberapa detik kita berada dalam sesi tatap-menatap.

   "Dev, lo nyulik Kak Melita?" Tanya Lev.

   "Eh.. anu," Dev gugup. Kak Melita menyenggol Dev. "Duh, gimana ya jelasinnya."

   "Jelasin atau gue laporin ke Mama." Lev terlihat tegas. Ivy menatap pacarnya itu dengan berbinar-binar.

   "Lev, gue sama Melita ga macem-macem disini."

   "Yaudah, jelasin." Ucap Lev singkat.

Tapi mereka berdua malah bermain pikiran dalam diam sambil sesekali mengusap tengkuk lehernya.

   "Kak Melita, kok diem aja?" Tanya Ivy.

   "Ekhm," Dev berdeham. "Jadi gini ceritanya. Akhir-akhir ini, gue sama Melita deket gitu. Hari ini, kita janji buat adu eksperimen, tapi ada alat gue yang ketinggalan di rumah. Gue mau ngeambil alat itu, tapi si Melita takut gue kabur. Yaudah deh, dia ikut." Jelas Dev panjang lebar.

   "Terus lo ngapain nyembunyiin Kakak gue didalem lemari?"

Dev menggaruk kepalanya. Melita memutar bola matanya dengan malas.

   "Tau tuh. Gengsi banget bawa cewek ke rumah. Lagian siapa juga yang mau dikira apa-apa sama dia." Cibir Melita.

   "Yaiyalah. Mau dikata apa gue bawa cewek ke rumah," sahut Dev tak terima.

   "Dikata apaan kek." Jawab Melita singkat lalu melenggang pergi keluar.

***

Bryan POV

Gue udah dapet lampu ijo dari Rachel, yes!

Tinggal melancarkan aksi teromantis aja.

   "Gue harap, gue ga lagi punya Abang yang stress."

Bah, siapa tuh? Beraninya bilang gue stress. Oh, Alvian. Adek gue satu-satunya yang memiliki lidah tajam. Dulu, gue sempet mikir kalau Alvian itu aslinya adeknya si Steve. Dan gue adeknya Jerika. Karena sifat Alvian dan Steve yang tak jauh berbeda.

Oke, lebih baik gue singkirkan pikiran-pikiran aneh gue.

   "Yan," gue mencoba untuk melihat apa yang sedang dilakukannya dengan MacBook kesayangannya dari belakang punggungnya. "Lagi ngapain sih lo? Sibuk ga?"

   "Kalau lo tanya sibuk, gue ga pernah lepas dari itu. Emangnya elo. Kapan aja I feel free, berasa punya nyawa sembilan."

Gue meninju bahunya. Sifat juteknya ini darimana sih? Perasaan anggota keluarga gue adem-ayem aja deh. Gaada yang model begini.

   "Gue mau minta tolong, Yan."

   "Hmm."

Gue menghempaskan tubuh ke ranjang, lalu menatap langit-langit kamar. "Lo pernah nembak cewek ga?" Tanya gue pada akhirnya, lalu mengambil bantal guling untuk dipeluk. Wahai guling, berubahlah kau jadi Rachel. Bah, gila.

   "Gue bukan kriminal kali,"

Tuh, kan. Salah ngomong gue jadinya.

   "Nembak dalam arti menyatakan perasaan ke cewek, pernah ga? Ah elah, lo udah pubertas belom sih?" Gue mulai mencurigai Alvian. Siapa tau nih bocah belum puber sampai umur 16 tahun gini. Beda setahun doang sama gue, tapi hampir semua sifat kita bertolak belakang. Yang gue tau, semenjak brojol, ini bocah ga pernah bawa cewek. Deket aja ngga. Apa jangan-jangan...

   "Lo gay ya, Yan?"

Hebat, Bryan. Sekarang, kotak pensil adek lo udah mendarat dengan cantik ke muka lo sendiri.

   "Macem-macem lo. Gue normal!" Tukasnya.

   "Yaudah. Kasih tau gue ide kenapa. Mau nyatain perasaan gue ke cewek nih, tapi yang caranya antimainstream gitu."

   "Lo anak tahun berapaan sih? Cari aja di google sono."

Google? Coba ah.

Cara nyatain perasaan ke cewek yang antimainstream

Search

Tbc

***

A. N/ si Bryan udah gila belom? Udah dong ya? :p wkwk.

Vote bro, vote. Biar A6 :3
Oh ya. Gue mau ujian setelah ini, mungkin bakal apdet selesai UN. Mohon doanya ya readers...

Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang