Jeratan Steve yang Mematikan

919 52 2
                                    

Gue melihat beberapa foto Melita yang berhasil gue dapatkan. Pernah liat kayaknya...

ASTAGA

Kenapa hidup gue harus se-drama ini?!

Melita adalah cewek yang nabrak gue waktu itu! Kenapa gue baru inget sekarang?!

   "Leviaannnntoooo!!!!"

Bruk, bruk, bruk

   "Apaansi, Dev?!" Lev menghampiri gue dengan tampang kesel setelah melangkahkan kakinya dengan cara ga ikhlas sampai berbunyi gitu.

   "Devian, berhenti manggil adek kamu dengan tambahan kayak gitu, ya!" omel Mama.

   "Iya, Ma, ga lagi" balas gue.

Gue kembali menatap Lev dengan tampang horror. Dalam sekejap, kedua tangan gue udah mencengkram kedua bahunya erat-erat.

   "Lo beneran.. homo, Dev?"

Pertanyaan tidak rasional tersebut meluncur dan menggagalkan aksi horror gue.

   "Udah deh, ga usah bertele-tele kalau mau nyatain cinta ke gue. Ga cewek, ga cowok, pada suka sama gu--"

   "Stop." gue menatap Lev dnegan wajah datar, sedatar mungkin. "Gue masih normal, Levian."

   "What? Jadi gue yang kepedean?" tanyanya dengan gaya centil. Err, enyahlah kau Lev.

   "Gini. Jadi, si Melita yang tadi lo kasih tau ke gue itu, adalah cewek yang pernah gue temui sebelumnya."

   "Ah, bohong ah" ledeknya.

   "Gue ga lagi bercanda, kutil. Gue serius."

   "Eh iyaiya, ga bercanda iya. Hmm, jadi bagaimana pertemuan pertama kalian?"

   "Pertemuan pertama terjadi karena sebuah insiden,"

   "Insiden maksud lo?"

   "Dia nabrak gue waktu di bookstore dan menyebabkan semua tumpukan buku yang udah susah payah gue bawa, jatuh berantakan." jelas gue.

   "Melita itu kakaknya temen gue."

   "Masa?"

Levian mengangguk mantap. "Adeknya kan gebetan gue,"

Halah. Cukup konyol dan cukup klise. Gue dan Levian, suka sama cewek yang ternyata adek-kakak.

Apa?

Gue suka sama Melita?

Hmm, cukup tertarik sih.

***

Sarah's POV

Musik mengalun dengan indah lewat sebuah earphone, ditemani dengan sebuah bekal yang kubuat sendiri tadi pagi. Kuharap, gaada yang ganggu aksi makan cantikku ini di belakang sekolah. Sepi, ga panas, dan terhindar dari kesesakkan serta keramaian kantin.

Satu suap, dua suap, ya cukup tenang. Aku tersenyum sendiri membayangkan Ivy dan yang lainnya sedang mencari keberadaanku. Pasti Ivy nyari ke perpus, deh. Sekali-sekali sendirian ga masalah, kan?

   "Woy, Sarah!"

Astaga, sial. Siapa tuh?

Aku buru-buru mencabut earphoneku dan menoleh cepat ke sumber suara - Steve dengan gaya sok coolnya.

Kenapa nih anak bisa tau aku ada disini sih? Ya Tuhaaann, selamatkan aku dari jeratan Steve yang mematikan.

   "Ngapain lo disini?" tanyaku.

Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang