"Maaf, ya?" Kata Steve dengan wajah unyu untuk kesekian kalinya.
"Ngga!" Aku bersikeras untuk tidak memaafkannya. Sengaja sih, pengen liat mukanya yang kayak gitu lebih lama.
"Ayo dong, maafin gue. Kita temen kan, kita temen?" Tanyanya sok manis sambil mengulurkan jari kelingkingnya. "Maafin yaaa?"
Aku menatap kelingkingnya itu dengan (sok) sinis, karena tidak tahan dengan godaan kelingking Steve, aku mengaitkan kelingkingku dengan kelingkingnya.
"Yeaah, gitu kek daritadi." Ia mengacak rambutku pelan.
"Apaan sih. Berantakan tau." Gerutuku.
Steve malah makin mengacak rambutku, lalu lari. Awas kalau nanti kutangkap.
Sebelum mengejarnya, aku membereskan rambutku yang telah diacaknya terlebih dahulu. Suara tawanya terdengar dari sini, lalu aku mengejarnya.
"Steeeve! Jangan lariii!"
Ia berlari ke arah perpustakaan. Kurasa, ia tidak mengetahui bahwa aku melihatnya memasuki perpustakaan dari jauh. Aku berlari ke arah perpustakaan. Tidak seperti biasanya, perpustakaan kali ini sangat sepi. Kemana perginya si pengawas perpus yang galak itu? Entahlah. Aku hanya butuh membalaskan dendam pada Steve.
Aku mengendap-ngendap masuk ke dalam perpustakaan, lalu bersembunyi disamping rak buku, menjadikan rak sebagai sandaran. Aku terkekeh pelan sambil menutup mulutku. Aku aman!
Aku memunculkan kepalaku sedikit, lalu melirik ke belakang - mencari Steve. Kemana anak itu?
Aku mengerenyitkan dahi heran, dan sesaat kemudian, ia muncul dibelakangku dengan suara horrornya yang mampu membuatku menendang tulang keringnya, saking kagetnya.
"UWAAAAA!!!" teriakku sontak menendang kakinya, dan Steve..
"Brak!" Jatuh, Steve jatuh.
Oh, tidak. Posisi jatuhnya, posisi ini. Benar-benar...
Steve, kumohon jangan membuat jantungku berdegup lebih kencang. Aku bisa pingsan.
Tentu saja. Steve jatuh diatas tubuhku, hanya mengandalkan sebelah tangannya yang menahan tubuhnya, agar tidak jatuh ke tubuhku. Nafasnya bisa kurasakan dengan amat sangat. Bahkan, aku bisa mencium aroma tubuhnya yang diam-diam sangat kusukai. Kami berada diposisi tidak mengenakkan ini selama beberapa saat. Hanya saling menatap satu sama lain.
Mata Steve.. cokelat. Bibirnya... andaikan aku bisa merasakannya. Ya Tuhan, apa yang kupikirkan! Sejak kapan aku berpikiran seperti ini? Kenapa aku tidak pingsan sekarang saja? Ini terlalu menyenangkan, sumpah!
Cukup lama kami berada dalam posisi seperti ini. Aku heran, apa Steve tidak pegal menahan tubuhnya itu hanya dengan satu tangan?
Detik berikutnya, seseorang sudah berdiri disana. Cerish.
"Steve, astaga!"
Sempurna. Apa yang harus kukatakan mengenai kejadian ini? Menjelaskan bahwa ini tidak seperti yang dipikirkan oleh Cerish? Bahkan aku tidak yakin, Cerish akan percaya.
"Apa yang kalian berdua lakukan?!" Selanjutnya, ia menghampiri kami. Steve bangkit dari posisinya.
Argh, andai Steve bangkit sejak tadi, Cerish tidak mungkin berpikir aneh-aneh sekarang.
"Kalian. Berdua. Di perpustakaan yang sepi. Dengan posisi itu." Cerish menekankan setiap kata yang meluncur dari bibirnya yang kian menipis, menahan marah.
Aku menunduk dalam, tak kuasa menatap tatapan Cerish yang mengintimidasi.
"Sumpah, ini ga seperti yang lo pikirkan." Kata Steve.
"Lo tentu tau apa yang sedang gue pikirkan." Balasnya sengit.
"Kita belum melakukan apapun, Cerish. Sumpah, kita ga melakukannya!" Steve berusaha membuat Cerish percaya.
"Apa? Belum lo bilang?" Cerish melotot, mengerikan. Ia menghela nafasnya kasar. "Apa yang akan terjadi selanjutnya jika gue ga kesini?" Tanyanya penuh intimidasi.
Steve terdiam. Oh, ayolah. Katakan sesuatu!
Aku memberanikan diri mengangkat kepalaku, menatap mereka berdua. Cerish dengan tatapan sengitnya, dan Steve dengan tatapan bersalahnya.
Tak lama, pandangan Cerish menuju ke arahku. Matilah, ia terlihat seram.
Cerish menatapku dalam-dalam, aku mulai bingung apa yang seharusnya kulakukan.
"Siapa yang udah ngajarin lo jadi perempuan murahan?" Tanyanya.
Ugh. Rasanya sakit, ketika Cerish mengatakan kalimatnya itu. Ia menganggapku murahan.
"Bu-bukan," aku tergagap. Ayolah, Sarah. Bela dirimu! Batinku. "Maksud gue, bahkan lo ga tau kita melakukannya atau ngga." Sambungku.
"Ya, lalu apa yang kalian berdua lakukan - sepasang perempuan dan laki-laki - di dalam perpustakaan yang sepi ini?"
Aku menggertakkan gigiku.
"Kita bercanda, lalu bersembunyi. Secara ga sengaja, gue membuat Steve jatuh ketubuh gue, sialnya Steve belum bangun dari posisinya, hingga akhirnya lo muncul dengan tatapan mengintimidasi itu. Kita ga melakukan apa yang seperti lo pikirkan, dan hei, gue bukan perempuan murahan seperti yang lo pikir. Hanya itu." Aku terdiam, menatap Cerish datar setelah membeberkan penjelasan padanya.
"Sungguh kalian ga melakukan hal itu?"
"Gue berani sumpah." Aku meyakinkan Cerish, dan kelihatannya berhasil.
Cerish mengalihkan pandangannya ke arah Steve dengan tatapan benar?
Steve mengangguk, "Gue berani sumpah ga melakukan hal itu." Ucap Steve paham dengan tatapan Cerish.
"Oke. Jangan lakukan hal semacam itu lagi. Gue percayakan itu, Sar. Kalau lo bukan perempuan murahan. Bagaimana pun juga, kalian temen gue." Tuturnya.
Aku menghela nafas lega, lalu menarik oksigen yang baru. Entah kenapa, rasanya aku berhenti menafas sejak tadi.
***
"Astaga, Saraaaah. Kenapa bisa ceroboh gitu sihhh?" Ivy terlihat frustasi.
"Ya.. itu diluar kendali gue." Aku meremas jari-jariku melihat reaksi teman-temanku mengenai kejadian tadi. Aku menceritakannya.
"Untung Cerish datang,"
Rachel...Coba lo bisa lebih jujur,
Andaikan lo betul suka dengan Steve, gue akan berusaha melupakan Steve. Gue akan berusaha, demi lo.
Tapi kini, lo membuat gue bimbang antara akan melupakan rasa gue pasa Steve, atau mempertahankannya. Gue butuh kepastian dari lo, Chel. Lo temen gue sendiri, tentu gue lebih milih liat lo tersenyum bahagia. Apapun yang gue bisa, buat temen-temen gue.Aku mendesah gelisah, masih dengan posisi menempelkan kepalaku diatas meja. Aku membaca ulang tulisan yang baru saja kutulis dikertas, lalu menghela nafas panjang.
"Rachel..." tanpa sadar, aku menggumamkan namanya.
Perlahan, mata aku mulai berat. Mungkin detik berikutnya, aku akan tidur, tapi..
"Steve!"
Ahh, lagi-lagi Steve. Bisa ga sih, nih makhluk ga muncul dihadapan gue?
Steve melirik kertas yang terdampar diatas meja, lalu merebutnya tanpa paksa, sebab awalnya aku tidak menyadari ia mengambilnya.
Aku melotot ketika sadar bahwa itu adalah kertasku.
***
A. N : haihaihai :3 ada yang kangen sama diriku ini? Hihihi.
Makasih banyak ya, yang udah mau baca (apalagi sampai ngevote) aduh gila.
Semoga gue bisa makin semangat lanjutin ceritanya, dan makin seru.
See youuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Princess
Novela JuvenilSarah. Cuma cewek biasa-biasa aja. Suatu hari, sekolahnya kedatangan lima cowok yang menjadi sorotan favorit sekolahnya. Dan salah satu dari cowok itu - Steve - telah mengambil hati gadis ini. Original Story by IhKamuKepo Cover by Redvelvethood