Bryan-Rachel

898 56 4
                                    

Hah. Apa ini?

Oke, yang gue dapat dari google adalah hal-hal aneh dan konyol. Ga mungkin banget kan, gue mau nembak Rachel pake bikin 9999 tumpukan handphone berbentuk hati?

Gue rasa gue tau harus kemana.

Gue langsung meraih jaket, lalu menyisir.

   "Lah, mau kemana lo?" Tanya Alvian.

   "Kemana kek. Saran lo menyesatkan." Jawab gue sambil berlalu.

***

Dan disinilah gue berada. Di depan rumah mewah yang ditinggali empat jiwa, yakni Ayah, Ibu, dan dua anak cowoknya yang memiliki sifat bertolak belakang. Taraa, gue ada di depan rumah Steve. Mau curhat sama Abangnya aja lah.

ME: steve, gue depan rumah lo.

Read at 15 : 48

Tak lama setelahnya, Steve sudah membukakan gerbang rumahnya dan mempersilakan gue masuk.

   "Ada apa lo dateng kesini sore-sore? Mau malem mingguan sama gue?" Tanyanya sambil terkekeh.

Gue menghempaskan pantat gue dengan kasar. Tenang, ga akan sakit. Sofa di rumahnya Steve 'kan empuk-empuk.

   "Mau konsul sama abang lo,"

   "Jerika?"

   "Ya siapa lagi. Kecuali kalau lo punya abang baru tanpa sepengetahuan gue."

Steve mendelik. "Oke, bentar gue panggil Jerika."

Gue mengacungkan jempol tanda setuju.

Ga lama kemudian, Jerika datang dengan Steve yang membuntutinya. Raut Steve agak lebih ceria dari biasanya, seperti kali ini. Dia senyum-senyum sendiri sambil liatin hpnya. Gila kali nih bocah.

   "Kenapa, Bry?" Tanya Jerika.

   "Ekhm," gue berdehem sambil membenarkan posisi duduk. "Jadi gini, gue pengen minta bantuan lo. Cara nembak cewek dengan cara yang antimainstream gimana ya?"

Jerika melongo seketika. Steve yang lagi asik main hp kayak orang gila juga ikut melongo.

   "Mau nembak siapa lo?" Tanya Jerika setelah sesi longo-melongo.

   "Rachel," jawab gue dengan santai.

Steve terbatuk, lalu melanjutkan aksinya dengan hpnya itu dengan muka yang semakin bersemangat.

   "Sini, ikut gue." Kata Jerika.

Gue menurut dan membuntuti Jerika sampai tiba di perpustakaan miliknya dan milik Steve juga.

***

Setelah membaca buku pinjaman Jerika - yang ga gue sangka dia punya buku macem itu - gue merasa tercerahkan. Ampuh. Beneran ampuh itu buku.

Kalau gitu, gue akan melancarkan aksi gue pas hari Senin. Sip!

Sambil senyum ganteng, gue meloncat ketempat tidur lalu memeluk bantal. Gue mengambil hp gue, mencari kontak Rachel, lalu jari-jari gue menari-nari diatas layar kaca tersebut.

Me : Chel, besok sore gue mau ngajak lo jalan, mau?

Rachel : kemana?

Me : ada deh :p

Rachel : lo ga akan nyulik gue, kan?

Me : ya ngga lah -_- udah, ikut aja ya? Tempatnya bagus

Yang ada gue mau nyuri hati lo, Chel. HAHAHAHA.

Rachel : oke, tapi jemput gue ya?

Me : sip!

Misi pertama, berhasil.

***

Setelah membelikannya es krim, tanpa sepengetahuan Rachel gue mengendap-endap menghilang. Biarin deh itu anak ngomong sendiri.

Gue mengintip Rachel dari balik pohon, dia mulai sadar kalau gue ga ada disebelahnya, lalu celingak-celinguk. Ah, lucunya.

Nah, sekarang tinggal manggil seorang anak kecil.

   "Dek, dek!" Panggil gue dengan suara pelan.

Gadis kecil yang sedang bermain dengan teman sebayanya itu pun menghampiri gue.

   "Gina! Jangan mau, siapa tau itu om-om tukang culik," kata temennya yang cowok.

Gadis kecil yang ternyata namanya Gina pun memunculkan ekspresi ragu. Namun tak lama, ekspresinya ganti lagi jadi ekspresi pede.

   "Tinggal tendang anunya kalau berani nyulik-nyulik." Ucapnya.

Anu? Astaga. Anak jaman sekarang, ya.

   "Kenapa, Kak?" Tanya Gina.

   "Tolong kasih ini ke Kakak yang ada disana ya, Dek," ucap gue seraya memberikan sebuah kertas berbentuk hati.

   "Kakak cewek yang dikuncir itu?"

Gue mengangguk.

   "Yang bajunya cokelat muda, kan?"

   "Iya, udah gih cepet." Gue mendorong Gina pelan.

Gina mulai melaksanakan perintah gue. Gina menghampiri Rachel yang lagi kebingungan, terus narik-narik tangannya. Rachel menunduk, lalu tersenyum ketika melihat Gina.

   "Ada apa, Dek?" Tanya Rachel dengan suara lembut.

Gina nyengir, lalu menyerahkan surat yang gue berikan, terus kabur.

Rachel terlihat akan memanggil Gina, namun niatnya diurungkan karena Gina sudah berlari jauh. Lagipula, surat dari gue kayaknya lebih menarik daripada Gina si bocah ompong. Hohoho.

Rachel tersenyum, lalu membalikkan badannya, seperti mencari-cari sesuatu. Jelaslah dia nyariin gue. Karena dalam surat itu, gue menulis 'Tengoklah ke belakang'.

Sedetik, dua detik, gue belum juga memunculkan diri. Sekitar detik kesepuluh, gue muncul dengan gitar. Yap! Gue bakal nembak Rachel, didepan umum, nyanyi Marry You pake gitar. Gue rela berminggu-minggu belajar gitar sama si Carion. Waktu belajar, Carion sering nanyain gue buat apaan belajar gitar, tapi ga pernah gue jawab. Biarkan Carion dalam sengsara kekepoan.

Oke, kita mulai!

Blablabla

Diakhir lagu, gue berjalan mendekati Rachel. Ia tertawa senang, sekaligus menangis terharu, mungkin.

   "Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk menyanyikan lagu itu buat lo, Chel. Tapi, gue hanya ingin menikah dengan lo. Gue akan menanyakannya pada waktunya nanti." Gue tersenyum. Ah, pasti gue ganteng banget ya? "Dan untuk sekarang, lo mau jadi pacar gue dan jadi wanita terakhir yang mendampingi gue?" Tanya gue dengan nada yang semakin serius.

   "Gue gabisa," jawabnya lirih.

Deg.

Rachel.. nolak gue?

   "Gue gabisa kalau ga nolak lo, Bryan."

Dengan segera, gue meraih tubuhnya dan membiarkannya berada dipelukan gue.

   "Sekarang, gue bisa buktiin kan, kalau gue bisa dapetin hati lo. Makasih udah ngasih gue kesempatan. I love you." Bisik gue.

   "I love you too."

Satu fakta yang gue dapet. Mungkin, dia bilang ga akan cinta sama lo. Tapi sangatlah mungkin dia akan mencintai lo selamanya. Rachel, gue akan selalu ngejaga lo. Dan mulai sekarang, gue memiliki dua wanita yang paling gue sayang. Rachel dan Mama.

Tbc

***

A. N/ gayanya Bryan udah antimainstream ga tuh?  Akhirnya mereka jadian ya :'

Gue tepat janji bgt kan buat update lagi abis un? XD

Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang